Ekonomi

Sistem perdagangan internasional Indonesia masih bermasalah

Publikasi World Bank menunjukkan penurunan peringkat Indonesia pada indikator perdagangan lintas negara, dari urutan 105 pada 2016 dan 108 pada 2017 menjadi 112 pada 2018.

Muhammad Nazarudin Latief  | 10.11.2017 - Update : 10.11.2017
Sistem perdagangan internasional Indonesia masih bermasalah Produk Indonesia dipamerkan dalam Trade Expo ke-32 di Tangerang, 12 Oktober 2017. (Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Muhammad Latief

JAKARTA

Indonesia masih menghadapi kendala dalam menyelenggarakan trade across borders (perdagangan internasional), bahkan indikator inilah yang menyebabkan peringkat ease of doing business (kemudahan berbisnis) menjadi tidak maksimal.

Hal tersebut diungkapkan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini, di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, publikasi World Bank menunjukkan penurunan peringkat Indonesia pada indikator perdagangan lintas negara, dari urutan 105 pada 2016 dan 108 pada 2017 menjadi 112 pada 2018.

Hal itu mengganggu pencapaian Indonesia pada peringkat ease to doing business yang hanya menempati peringkat 72 pada 2018, meski sudah meningkat dari peringkat 91 pada 2017.

“Ini indikasi perlunya perbaikan regulasi dan prosedur agar waktu dan biaya ekspor impor lebih cepat dan murah,” ujar Eisha.

Lebih lama dibanding Thailand 

Di Indonesia untuk mengurus export documentary compiliance membutuhkan waktu selama 60 jam dengan biaya USD 130. Sedangkan untuk export border compliance membutuhkan waktu 48 jam dengan biaya USD 250.

Untuk import border compliance membutuhkan waktu 80 jam dengan biaya USD 384. Untuk Import documentary compliance membutuhkan waktu 119 jam dengan biaya USD 160.

Bandingkan dengan Thailand yang peringkat trade across borders-nya lebih tinggi dari Indonesia, yaitu 57. Di negara itu, export border compliance-nya selama 57 jam dan biayanya USD 223. Export documentary compliance selama 11 jam dengan baiya USD 97.

Sedangkan untuk import border compliance selama 50 jam dengan biaya USD 223 dan import documentary compliance selama 4 jam dengan biaya USD 43.

Prosedural ekspor impor harus diubah 

Jika prosedural ekspor-impor rumit dan belum dibenahi, maka perusahaan yang melakukan aktivitas ekspor dan impor akan terbebani biaya yang besar dan waktu yang lama. 

Secara umum, naiknya peringkat ease of doing business ini membawa angin segara pada investasi tahun depan. Ini menunjukkan karena kepercayaan terhadap kondisi iklim bisnis di Indonesia yang semakin meningkat. 

Namun, pemerintah tidak bisa berpuas diri, karena peringkat ini ternyata masih di bawah negara tetangga di ASEAN. Misalnya posisi Singapura yang menduduki peringkat 2, Malaysia peringkat 24, Thailand peringkat 26, bahkan Vietnam yang kondisi ekonominya dinilai masih di bawah Indonesia menduduki peringkat 68. 

Menurut Eisha, yang harus diperbaiki diantaranya indikator seperti deregulasi ijin usaha dan prosedur ekspor-impor, pendaftaran properti, perpajakan dan proteksi investor. 

”Peluang ini harus dimanfaatkan untuk menarik investasi yang memberikan penyerapan tenaga kerja atau reforming to create jobs,” ujar Eisha. 

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.