Prabowo: Indonesia perlu belajar kelola pajak dari Zambia
Rasio pajak Zambia lebih baik dari Indonesia, yakni 18 persen, sementara tax ratio Indonesia hanya 10,3 persen

Jakarta Raya
Iqbal Musyaffa
JAKARTA
Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut Indonesia perlu belajar pengelolaan pajak dari Zambia.
Dalam Indonesia Economic Forum di Jakarta, Rabu, Prabowo mengatakan rasio pajak (tax ratio) Zambia lebih baik dari Indonesia, yakni 18 persen. Sementara tax ratio Indonesia hanya 10,3 persen.
“Kita perlu belajar dari Zambia. Banyak negara yang performa perpajakannya lebih baik dari kita,” ungkap Prabowo.
Prabowo menyebut Indonesia masih berada di posisi 112 dunia terkait rasio perpajakan, sementara negara-negara selevel jauh di atas Indonesia.
Thailand, ungkap dia, berada di posisi 66 dengan tax ratio 15,5 persen dan Malaysia di posisi 86 dengan tax ratio 13,7 persen.
Dia juga membandingkan kinerja perpajakan Indonesia saat ini yang jauh di bawah era Presiden Soeharto yang selalu di atas 14 persen, dengan rata-rata 16 persen.
Prabowo merasa Indonesia saat ini seharusnya bisa melampaui pencapaian era Soeharto yang sering disebut otoriter.
“Kalau kita tidak bisa mencapai performa perpajakan yang melampaui era Soeharto, ada kehilangan sekitar 6 persen dari GDP atau USD60 miliar akibat birokrasi yang tidak efisien dan pengelolaan ekonomi yang tidak baik,” tegas Prabowo.
Prabowo mengatakan pemerintah tidak mampu mengelola tax ratio. Dia mengatakan berdasarkan pernyataan pakar dari Bank Dunia, Indonesia memiliki potensi tax ratio 18-20 persen. Potensi ini yang menurut dia, perlu dikejar.
Salah satu cara untuk meningkatkan rasio perpajakan, menurut Prabowo, adalah dengan memperluas basis pajak, bukan dengan membebani perusahaan yang selama ini sudah patuh membayar pajak sehingga mengganggu kinerja bisnisnya. Kemudian, penetapan target pajak juga harus dilakukan secara realistis.
“Perluasan basis perjakanan dapat dilakukan melalui program IT yang lebih efisien untuk meningkatkan penerimaan pajak,” ungkap dia.
Prabowo mengaku memiliki tim yang sedang mempelajari upaya untuk meningkatkan rasio perpajakan melalui perluasan basis pajak dengan teknologi IT.
“Saya lihat banyak negara yang sudah sukses dengan teknologi IT untuk peningkatan perpajakan,” tambah Prabowo.
Sementara itu, beberapa hari lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hingga Oktober tahun ini, penerimaan perpajakan mencapai Rp1.160 triliun atau sudah mencapai 71,7 persen dari target perpajakan dalam APBN 2018.
Jumlah tersebut terdiri dari penerimaan sektor pajak sebesar Rp1.016 triliun atau 71,4 persen dari target dan dari bea cukai sebesar Rp144,1 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan pada Oktober lalu, mengatakan bahwa penerimaan sektor pajak kemungkinan tidak akan mencapai target yang ditetapkan, sebesar Rp1.424 triliun.
Robert menyebut ada kekurangan penerimaan pajak (shortfall) sekitar Rp73 triliun pada tahun ini dengan potensi penerimaan pajak hanya sebesar Rp1.351 triliun.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.