Menteri perdagangan: Tarif baru PPh 22 impor tak langgar aturan WTO
Peraturan baru tersebut tidak berdasarkan asal negara impornya tetapi jenis barangnya

Jakarta Raya
Iqbal Musyaffa
JAKARTA
Pemerintah menyebut kebijakan baru Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menetapkan peningkatan tarif PPh pasal 22 untuk 1.147 komoditas impor barang konsumsi tidak melanggar ketentuan dari World Trade Organization (WTO).
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. PPh ini tidak melanggar ketentuan WTO, karena sebagian komoditas memang sudah diproduksi di dalam negeri,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pengaturan PPh 22 dalam PMK tersebut tidak berdasarkan asal negara impornya, tetapi jenis barangnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kebijakan ini bukan kali pertama dilakukan oleh pemerintah. Hal serupa pernah diterapkan pada 2013 untuk pengendalian impor setelah Taper Tantrum.
“Pada saat itu, pemerintah menaikkan tarif PPh 22 untuk 502 item impor komoditas konsumsi dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen,” jelas Menteri Sri.
Selanjutnya, pada 2015 pemerintah juga menaikkan tarif PPh 22 atas 240 item komoditas konsumsi dari 7,5 persen menjadi 10 persen atas barang konsumsi tertentu yang dihapuskan pajak penjualan barang mewahnya.
Menteri Sri menjelaskan bahwa pembayaran PPh 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan di muka yang dapat dikreditkan sebagai bagian dari pembayaran PPh terutang di akhir tahun pajak.
“Kenaikan tarif PPh ini pada dasarnya tidak memberatkan industri manufaktur,” klaim dia.
Melalui PMK yang baru ini, pemerintah telah mengatur penambahan tarif PPh 22 untuk 1.147 komoditas impor yang dibagi ke dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah peningkatan tarif dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen untuk 719 komoditas.
Dalam kategori ini termasuk seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil.
Kelompok kedua terdiri dari 218 komoditas yang terkena kenaikan tarif dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Dalam kategori ini termasuk seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik semisal dispenser air, pendingin ruangan, dan lampu.
“Selain itu, juga termasuk barang keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak,” urai Menteri Sri.
Kategori selanjutnya adalah 210 komoditas yang terkena kenaikan tarif dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Dalam kelompok ini termasuk barang mewah seperti mobil completely built unit (CBU) dan motor besar.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.