Ekonomi

Layanan teknologi finansial yang dibutuhkan sekaligus dicibir

Pinjaman uang melalui aplikasi bisa menjadi bahaya apabila si peminjam tidak bisa mengelola uang dengan benar, karena bisa menjadi kebiasaan

İqbal Musyaffa  | 23.11.2018 - Update : 24.11.2018
Layanan teknologi finansial yang dibutuhkan sekaligus dicibir Beragam bisnis financial technology (fintech) turut menyemarakkan Indonesia Banking Expo 2017. (Megiza Asmail - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Iqbal Musyaffa

JAKARTA

Masalah dompet menipis saat memasuki tanggal tua semakin menjadi cerita klasik yang dialami banyak kaum muda ibu kota. Salah satunya seperti yang dialami oleh Veronica Tyas (25), karyawan di perusahaan swasta di Jakarta.

Dia bercerita, situasi kehabisan uang pada tanggal tua alias sepekan sebelum gajian pernah dialaminya beberapa kali.

Kalau untuk makan atau ongkos bekerja sehari-hari, Tyas mengaku masih bisa mengirit-irit hingga tanggal gajian. Namun persoalan menjadi tak mudah ketika dia membutuhkan uang karena keadaan mendesak.

Kepada Anadolu Agency, Tyas bercerita, pengalaman menghadapi situasi darurat seperti itulah yang membuat dia akhirnya berkenalan dengan layanan teknologi finansial (tekfin), yang belakang sedang booming di Indonesia.

“Saya pernah ambil pinjamanan di salah satu tekfin sebesar Rp500 ribu dengan tenor 15 hari. Uang yang harus saya kembalikan Rp561 ribu,” ungkap Tyas.

Keputusan dia meminjam uang melalui layanan tekfin kala itu dipilih Tyas karena jatuh tempo pembayaran yang sesuai dengan tanggal gajian.

“Dan yang penting tidak perlu malu kalau pinjamnya melalui aplikasi, bukan pinjam ke teman,” imbuh dia.

Meski Tyas merasa layanan tekfin berhasil membantunya, namun dia mengaku tidak ingin meminjam uang dalam jumlah besar melalui layanan tekfin.

Dia merasa semakin besar jumlah pinjamannya, maka penderitaan berupa bunga yang harus ditanggung juga sangat besar.

"Saya pernah putus asa butuh uang ingin pinjam Rp4 juta. Tapi jumlah yang harus dikembalikan sangat besar yakni Rp5,8 juta. Akhirnya saya mengurungkan niat,” cerita Tyas.

Walau pernah terbantu dengan layanan tekfin, Tyas merasa, pinjaman uang melalui aplikasi bisa menjadi bahaya jika si peminjam tidak bisa mengelola uang dengan benar, karena bisa menjadi kebiasaan.

“Tidak heran banyak yang akhirnya gali lubang tutup lubang atau pinjam ke tekfin untuk membayar utang di tekfin lainnya,” jelas dia. 

Tudingan rentenir online

Keberadaan tekfin untuk sebagian orang memang dapat dibilang mampu membantu bahkan untuk sesaat dapat meringankan masalah. Namun tentu saja masyarakat harus memilih layanan dengan cermat.

Terlebih manuver perusahaan layanan keuangan digital yang bergerak pada sektor peer to peer lending (P2P Lending) cukup gencar menawarkan kemudahan-kemudahan pengajuan.

Hanya saja, di saat yang bersamaan, besaran bunga yang ditawarkan beberapa perusahaan tekfin malah membuat muncul istilah tekfin layaknya rentenir online.

Chief Operating Officer PT Mekar Investama Sampoerna Pandu Aditya Kristy mengatakan pada Jumat, bahwa istilah tersebut akibat dari banyaknya layanan tekfin ilegal yang tidak terdaftar dan terawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebagai salah satu COO perusahaan tekfin yang sudah terdaftar dan diawasi OJK, dia mengaku selalu melakukan edukasi kepada konsumen agar hati-hati dalam menggunakan layanan tekfin.

“Tekfin ilegal itu bunganya tidak masuk akal dan metode penagihannya juga tidak rasional,” jelas Pandu.

Edukasi ini menurut dia, bukan hanya tugas OJK saja sebagai regulator, tapi juga oleh seluruh layanan tekfin yang sudah terdaftar dan diawasi OJK.

Masih banyaknya layanan tekfin ilegal, menurut Pandu, membuat persaingan pada sektor bisnis ini menjadi tidak seimbang.

Saat ada konsumen yang dirugikan oleh tekfin ilegal, kata dia, maka seluruh layanan tekfin akan terkena imbas dan mencoreng nama layanan tekfin.

“Makanya bisa muncul istilah rentenir online itu,” ungkap dia.

Pandu menilai, para perusahaan tekfin yang sudah terdaftar dan diawasi OJK akan berusaha patuh memberikan perlindungan kepada konsumen serta terus mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan layanan tekfin khususnya P2P Lending yang ilegal.

OJK sendiri beberapa waktu lalu telah mengumumkan hingga Oktober 2018, terdapat 73 penyelenggara layanan tekfin yang terdaftar.

Sementara dari jumlah tersebut, baru satu yang mendapatkan izin yakni tekfin Danamas.

Pada bulan Juli lalu, OJK juga sudah mengeluarkan daftar perusahaan tekfin P2P yang beroperasi secara ilegal sebanyak 227 perusahaan.

Dalam keterangan resminya saat itu, OJK mengatakan mayoritas perusahaan tekfin yang ilegal berasal dari China.

Perusahaan tekfin asal China memasuki pasar Indonesia karena di negara asalnya mulai mengetatkan aturan untuk tekfin P2P Lending.

Sebelum memutuskan untuk meminjam uang melalui P2P Lending, masyarakat diimbau untuk cermat memilih dan dapat melihat daftar perusahaan tekfin yang telah terdaftar dan berizin melalui situs resmi OJK.

Ragam layanan tekfin

Layanan tekfin pada umumnya memberikan pinjaman dari investor kepada debitur. Namun segmen pasar yang disasar biasanya berbeda.

Salah satunya seperti yang dilakukan Mekar Investama Sampoerna, yang memberi pinjaman kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

“Kami fokus ke segmen yang selama ini tidak tersentuh layanan keuangan formal, khususnya yang berada di luar Jabodetabek,” jelas Pandu.

Jangkauan layanan Mekar Investama sudah mencapai 11 provinsi dari Aceh hingga Nusa Tenggara.

Sejak Maret tahun lalu hingga bulan ini menurut Pandu, jumlah pinjaman sudah disalurkan kepada 48.300 debitur, yang 95 persennya adalah perempuan pelaku UMKM yang unbankable.

Pandu menjelaskan jumlah pinjaman yang diberikan kepada debitur rata-rata di angka Rp2 juta hingga Rp3 juta, dengan jumlah penyaluran sudah lebih dari Rp100 miliar.

“Secara nominal memang kecil, tapi jangkauan kami lebih luas untuk pelaku UMKM,” ungkap dia.

Bunga yang ditawarkan Mekar menutur Pandu, juga relatif murah dan tidak menyusahkan nasabah. Rata-rata bunga selama satu tahun hanya 20 persen, lebih rendah dari bunga kartu kredit di bank yang bisa mencapai 30 persen per tahun.

Untuk menjangkau nasabah, Pandu menjelaskan Mekar bekerja sama dengan lembaga keuangan lokal seperti koperasi. Para nasabah bisa melakukan peminjaman kepada Mekar melalui koperasi. Mekar bekerja untuk memfasilitasi para pemberi dana untuk menyalurkan dananya kepada sektor UMKM.

Para pemberi dana yang menyalurkan dananya melalui Mekar jelas dia, juga akan mendapatkan imbal hasil yang lebih menarik daripada deposito di bank. Pokok pinjaman dijamin 100 persen oleh lembaga keuangan mitra Mekar yang ada di daerah.

“Jadi skenario terburuknya kalau secara imbal-hasil tidak seperti yang diharapkan investor, minimal pokok pinjamannya aman,” urai Pandu.

Tingkat keterlambatan pengembalian dana dari pelaku UMKM selaku debitur Mekar menurut Pandu, sangat rendah hanya 0,5 persen. Penghitungan keterlambatan pembayaran debitur di Mekar menurut dia, berbeda dengan penghitungan Non-Performing Loan (NPL) pada umumnya.

“Pada umumnya keterlambatan 90 hari lebih baru dianggap sebagai NPL. Kalau di Mekar, telat satu hari sudah dihitung NPL. Meski begitu, jumlah NPL kami masih sangat rendah,” tegas Pandu.

Selain Mekar, Kredivo sebagai perusahaan tekfin juga menawarkan skema yang berbeda, yakni fokus pada pemberian pinjaman untuk belanja di berbagai e-commerce.

Chief Executive Officer FinAccel Akshay Garg mengatakan Kredivo merupakan kartu kredit digital yang fokus menyasar pasar milenial. Generasi milenial menurut dia, pada umumnya belum punya histori kredit sehingga sulit mendapatkan kartu kredit dari bank.

“Dengan Kredivo, mereka bisa lebih mudah melakukan pembayaran secara kredit seperti menggunakan kartu kredit,” jelas dia.

Layanan Kredivo bisa diakses di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, dan Palembang dengan minimal gaji debitur sebesar Rp3 juta perbulan. Untuk melalukan pendaftaran di Kredivo, Akshay mengatakan hanya membutuhkan waktu 1 hingga 2 menit dengan limit kredit yang ditawarkan mencapai Rp20 juta.

Pembelian di e-commerce menggunakan Kredivo menurut Akshay, bisa dicicil selama 3, 6, hingga 12 bulan dengan bunga kredit 2,95 persen per bulan.

“Pada saat pembayaran barang di e-commerce menggunakan Kredivo, pembeli akan terhubung ke laman website kami dan ada transparansi jumlah biaya yang harus mereka bayarkan selama periode kredit,” urai Akshay.

Keunggulan lain dari layanan Kredivo menurut dia, adalah pemberian bunga 0 persen seperti di kartu kredit bank untuk pembayaran dalam 30 hari ke depan setelah pembelian.

“Tidak ada tekfin di Indonesia yang memberikan bunga 0 persen seperti Kredivo. Bahkan banyak tekfin yang memberikan bunga secara harian,” tegas Akshay.

Selain disa dipakai untuk belanja di ecommerce, Akshay mengatakan sisa limit yang dimiliki debitur pengguna Kredivo juga bisa ditarik secara tunai dengan mengajukan pencairan dana. Dana yang dicairkan kemudian akan ditransfer ke bank nasabah.

“Saat ini porsi terbesar pengguna Kredivo masih untuk pembelian di ecommerce karena fitur tarik tunai ini baru kita luncurkan,” jelas dia.

Pengguna Kredivo saat ini sudah mencapai 1 juta sejak pertama kali diluncurkan pada 2,5 tahun yang lalu. Jumlah kredit yang sudah disalurkan kepada debitur menurut dia, mecapai belasan juta dolar AS per bulannya.

“Setelah di Indonesia, kita juga akan menyasar pasar tekfin di negara lain seperti Thailand, Filipina, ataupun Singapura,” imbuh Akshay.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.