Ekonomi

Insiden konstruksi karena banyak pekerja mengabaikan SOP

Apabila pengawasan lemah, maka insiden kecelakaan konstruksi akibat kelalaian masih akan terus terjadi

İqbal Musyaffa  | 25.01.2018 - Update : 25.01.2018
Insiden konstruksi karena banyak pekerja mengabaikan SOP Ilustrasi: Pekerja proyek LRT di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, menggunakan jam istirahat dengan memesan kopi kepada pedagang kopi keliling, Kamis, 14 September 2017. (Megiza Asmail-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Iqbal Musyaffa

JAKARTA

Salah satu faktor penyebab kecelakaan konstruksi adalah karena para pekerja menganggap remeh standar operasional prosedur (SOP).

“Mereka malas membaca SOP karena menganggap sebagai rutinitas kerjaan yang sudah mereka pahami. Akibatnya, terjadi insiden konstruksi,” kataWakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Konstruksi Erwin Aksa, Kamis.

Karena itu Kadin mendorong penguatan pengawasan terhadap proyek kontruksi oleh pemerintah, khususnya untuk proyek pekerjaan yang rumit seperti LRT dan proyek strategis lainnya.

“Sebaiknya ada satu penanggung jawab untuk seluruh proyek pekerjaan sipil yaitu di kementerian PUPR, meskipun untuk proyek sipil kementerian lain,” saran dia.

Faktor lain yang perlu diperbaiki dalam penyelenggaraan jasa konstruksi adalah peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekerja konstruksi, salah satunya melalui sertifikasi pekerja sipil.

Erwin mengatakan masih banyak pekerja konstruksi informal yang ahli namun tidak memiliki kemampuan akademis teknik sipil dan belum tersertifikasi.

Melalui sertifikasi, dinilai akan membuat para lebih memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan kompetensinya.

“Bisa dicontoh seperti pilot. Bila ada kesalahan, sertifikatnya bisa dicabut,” jelas dia.

Mekanisme sanksi menurut Erwin juga bisa diterapkan kepada penyedia jasa konstruksi yang lalai melakukan pengawasan bila terjadi insiden dalam sebuah proyek konstruksi.

Baru 10 persen tenaga konstruksi yang tersertifikasi

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanuddin mengakui masih kurang dari 10 persen tenaga konstruksi yang tersertifikasi.

“Dari sekitar 8,1 juta pekerja konstruksi mulai dari tenaga ahli, operator, dan tenaga terampil, baru sekitar 702 ribu pekerja yang tersertifikasi,” ungkap dia.

Pemerintah, menurut dia, terus mendorong sertifikasi para pekerja konsturksi melalui beberapa mekanisme seperti lewat ruang kelas, mendatangi pekerja konstruksi langsung di lokasi proyek, serta bisa melalui sertifikasi jarak jauh.

Meski begitu, menurut Syarif, bukan berarti pekerja nonsertifikat tidak memiliki kompetensi untuk bekerja.

“Mungkin mereka belum punya waktu untuk sertifikasi,” kata dia.

Pemerintah juga akan semakin memperkuat pengawasan terhadap proyek konstruksi, terutama untuk proyek berisiko tinggi seperti proyek dengan nilai lebih dari Rp100 miliar dan menggunakan teknologi tinggi.

Salah satu upayanya menurut Syarif melalui Komite Keselamatan Konstruksi yang akan diluncurkan Menteri PUPR pada Senin mendatang.

Dia juga tidak menampik bahwa penyedia jasa konstruksi yang melakukan kelalaian kerja bisa mendapatkan sanksi dari pengguna jasa kontrusi dan masuk ke daftar hitam (blacklist). Pemerintah menurut dia sudah memasukkan beberapa penyedia jasa konstruksi ke dalam daftar hitam.

“Kalau masuk blacklist, maka perusahaan itu tidak boleh mengikuti tender selama dua tahun,” jelas dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın