Industri smelter butuh pasokan listrik hingga 4.798 MW
Konsumsi listrik di Indonesia tertinggal dengan negara-negara ASEAN

Jakarta Raya
JAKARTA
Industri smelter di Indonesia membutuhkan pasokan listrik hingga 4.798 megawatt pada 2024, demikian pernyataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan dalam jangka lima tahun sejak dibuka, ada 52 industri pengolahan dan pemurnian logam (smelter) yang akan dibangun.
Yaitu empat smelter tembaga, besi, timbal dan seng, 29 smelter nikel, 9 smelter bauksit dan 2 smelter mangan.
“Mereka butuh listrik sebesar pasokan listrik 4.798 MW yang tersebar di beberapa wilayah,” ujar Menteri Arifin, dalam siaran persnya, Selasa.
Lokasi industri tersebut antara lain Bengkulu (5 MW), Banten (68,5 MW), Jawa Barat (39 MW), Jawa Timur (821,9 MW), Nusa Tenggara Barat (300 MW), Nusa Tenggara Timur (20 MW), Kepulauan Riau (45 MW).
Kemudian Kalimantan Barat (499 MW), Kalimantan Selatan (10 MW), Sulawesi Tengah (959 MW), Sulawesi Tenggara (1.053 MW), Maluku dan Maluku Utara (941 MW).
Pemerintah, kata Arifin, memiliki tiga kebijakan strategis untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yakni dipenuhi oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), oleh pengembang smelter, dan pengembang smelter dengan non-PLN.
Konsumsi listrik harus digenjot
Menurut Menteri Arifin konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN).
Untuk meningkatkannya, pemerintah menargetkan pada 2024 konsumsi listrik per kapita Indonesia akan menjadi 1.408 kilowatt hour (kWh). Angka ini sebenarnya juga masih tertinggal dengan negara-negara ASEAN lain yang sudah maju.
“Untuk itu, perlu program-program keseimbangan listrik daerah-daerah jauh, timur khususnya," jelas dia.
Berdasarkan data yang ada, capaian konsumsi listrik pada 2019 baru mencapai 1.084 kWh per kapita dari target 1.200 kWh per kapita.
Sementara itu, target konsumsi listrik pada 2020 sebesar 1.142 kWh per kapita.
Target itu terus mengalami peningkatan menjadi 1.203 kWh per kapita pada 2021, 1.208 kWh per kapita pada 2022, 1.268 kWh per kapita pada 2022, 1.336 kWh per kapita pada 2023, dan akhirnya menjadi 1.408 kWh per kapita pada 2024.
Adapun, target rasio elektrifikasi pada 2024 adalah sebesar 100 persen. Kapasitas pembangkit juga terus bertambah hingga 5,7 gigawatt (GW) pada 2024.