Indonesia harus waspadai banjir impor produk pertanian Australia
Meski tanpa IA-CEPA, Indonesia adalah pasar terbesar Australia di Asia Tenggara

Jakarta Raya
Muhammad Latief
JAKARTA
Perjanjian ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA) akan membuat Indonesia banjir produk pertanian Australia, ujar Koalisi Masyarakat Sipil, sebuah perkumpulan organisasi non-pemerintah.
Kartini Samon, Peneliti dari GRAIN, sebuah NGO yang bergerak dalam bidang pertanian skala kecil, mengatakan tanpa IA CEPA angka impor pertanian dari Australia mencapai USD5,16 juta.
Menurut dia, perdagangan bebas dengan Australia akan membawa dampak mengganggu petani serta peternak domestik, industri gula dan produsen pertanian lain, bila dibiarkan begitu saja.
Menurut Kartini, ekspor produk Indonesia ke Australia sudah lama mendapatkan tarif 0 persen. Artinya dengan perjanjian ini, tidak akan meningkatkan pasar produk Indonesia
“Tetapi sebaliknya, Indonesia malah lebih kebanjiran impor pangan dari Australia”, terang Kartini.
Indonesia dan Australia memasuki era kerja sama ekonomi komprehensif. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham menandatangani perjanjian IA-CEPA, Senin.
Dengan perjanjian ini produk Indonesia yang masuk ke Australia akan mendapatkan potongan tarif hingga 100 persen, sedangkan Australia yang masuk ke Indonesia akan mendapatkan pengurangan tarif secara bertahap hingga 94 persen.
Selain itu juga disepakati akan ada liberalisasi investasi di sektor jasa yang dianggap memberikan jaminan atas kepemilikan investasi Australia di Indonesia.
Menurut Kartini, meski pemerintah ingin meningkatkan ekspor ke Australia, tetapi data neraca perdagangan Indonesia – Australia selalu memperlihatkan defisit.
Tanpa perjanjian dagang FTA Indonesia Australia, angka impor pangan dari Australia sejak 2012 hingga 2018 menunjukkan kenaikan yang signifikan. Bahkan, dari Juni-Agustus 2018 mencapai angka US$ 3,8 juta,- khususnya impor daging sapi, gula rafinasi, susu dan keju.
Indonesia merupakan pasar terbesar bagi Australia untuk ekspor hasil-hasil pertanian, di kawasan Asia Tenggara. Angkanya naik tiap tahun, hingga 2018 lalu Indonesia mengimpor hingga di angka USD5,16 juta, atau kira-kira 33 persen dari ekspor hasil pertanian Australia.
“Semakin banyak menandatangani perjanjian dagang yang justru mendatangkan impor pangan yang lebih tinggi,” ujar Kartini.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti mengatakan ambisi Indonesia menyelesaikan berbagai perjanjian perdagangan bebas, termasuk IA CEPA, hanya sekedar mengejar target kuantitas kinerja tanpa mengukur secara presisi dampaknya secara positif bagi masyarakat.
Menurut Rachmi, Indonesia tidak perlu terlalu ambisius menyelesaikan beberapa perundingan perjanjian perdagangan bebas dalam tahun ini atau tahun depan.
“Karena ada banyak yang harus dipertimbangkan dampak luasnya oleh Indonesia mengingat perjanjian perdagangan bebas khususnya IA CEPA tidak hanya bicara soal ekspor dan impor”, tegas Rachmi.
Menurut Rachmi, Dewan Perwakilan Rakyat harus melakukan analisis dampak FTA yang sudah selesai dirundingkan. Ini untuk menghitung secara presisi dampak apa yang memang betul-betul akan dirasakan oleh Indonesia ke depan.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.