Indonesia catat surplus perdagangan ketiga tahun ini
Sejak Januari hingga Mei, Indonesia masih mencatatkan defisit dalam neraca perdagangan sejumlah USD2,14 miliar

Jakarta Raya
Iqbal Musyaffa
JAKARTA
Indonesia pada Mei berhasil mencatatkan surplus pada neraca perdagangan meskipun sangat tipis sebesar USD0,21 miliar.
Surplus ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi surplus ketiga sejak Januari hingga Mei.
Tercatat surplus sebelumnya terjadi pada bulan Februari sebesar USD0,33 miliar dan Maret USD0,67 miliar.
Data BPS juga mencatat dua kali Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan jumlah yang cukup besar yakni pada Januari sebesar USD1,06 miliar dan juga April sebesar USD2,29 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan sejak Januari hingga Mei, Indonesia masih mencatatkan defisit dalam neraca perdagangan sejumlah USD2,14 miliar.
Defisit dalam lima bulan pertama tahun ini sedikit lebih baik dari kondisi tahun lalu dengan catatan defisit sebesar USD2,87 miliar.
“Ini PR untuk bagaimana memperbaiki neraca perdagangan dengan upaya menggenjot ekspor serta diversifikasi pasar dan produk sehinga ekspor kompetitif,” ungkap Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Namun, dia melihat upaya untuk pengendalian impor saat ini tampak lebih mudah dilakukan daripada menggenjot ekspor akibat dari ekonomi global yang penuh ketidakpastian dan harga komoditas yang fluktuatif.
“Kita ada tantangan eksternal dan internal dalam perdagangan, tapi mudah-mudahan ke depan bisa surplus,” pungkas dia.
Sementara itu, Suhariyanto menguraikan surplus neraca perdagangan pada Mei yang sebesar USD0,21 miliar berasal dari total ekspor sebesar USD14,74 miliar dan impor USD14,53 miliar.
Dia menjelaskan pada Mei 2019 perdagangan nonmigas mencatat surplus USD1,18 miliar namun migas masih mengalami defisit USD977,8 juta.
“Surplus ini tidak besar, namun menjadi sinyal positif bagi neraca perdagangan,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Suhariyanto menambahkan defisit migas pada Mei berasal dari perdagangan minyak mentah sebesar USD477,5 juta dan hasil minyak sebesar USD1,12 miliar, sementara perdagangan gas mengalami surplus USD621,9 juta.
Suhariyanto menjelaskan perdagangan ekspor impor pada Mei banyak dipengaruhi oleh ekonomi global yang diliputi ketidakpastian dan harga komoditas yang fluktuatif yang memengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
“(Ekspor-impor) juga dipengaruhi perang dagang antara AS dan China yang merupakan negara tujuan ekspor utama kita,” imbuh Suhariyanto.
Suhariyanto menguraikan komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain minyak mentah Indonesia (ICP) yang turun dari USD68,31/barel pada April menjadi USD68,07/barel pada Mei.
Begitupun juga dengan komoditas nonmigas seperti karet, minyak kernel, minyak sawit, bijih tembaga, batu bara, dan ikan yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.