Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masuk kategori tinggi untuk pertama kali
Secara umum, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia Pasifik

Jakarta Raya
JAKARTA
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masuk ke dalam kategori tinggi untuk pertama kalinya berdasarkan laporan United Nations Developments Programme (UNDP) yang dirilis pada Selasa, 10 Desember 2019.
Indonesia mendapat nilai IPM 0,707 dan menduduki peringkat ke-111 dari total 189 negara.
Tercatat sebanyak 62 negara masuk ke dalam kategori pembangunan manusia sangat tinggi, 53 negara masuk kategori pembangunan manusia yang tinggi, dan 74 negara lainnya masuk ke kategori pembangunan manusia yang sedang dan rendah.
Perwakilan UNDP Indonesia, Christophe Bahuet mengatakan indeks ini merupakan pencapaian baru bagi Indonesia.
“Selama 20 tahun Indonesia masuk ke dalam kategori sedang, tahun ini Indonesia berhasil masuk kategori pembangunan manusia yang tinggi untuk pertama kalinya,” kata Bahuet dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Laporan UNDP mencatat nilai IPM Indonesia meningkat 34,6 persen pada 2018 dibandingkan pada 1990.
Harapan hidup manusia Indonesia meningkat menjadi 71,5 tahun dari 70,8 tahun pada 2015.
Rata-rata lama sekolah di Indonesia stagnan selama tiga tahun terakhir, yakni 8 tahun. Namun angka ini sedikit membaik jika dibandingkan rata-rata lama sekolah Indonesia pada 2015 yakni 7,9 tahun.
Sedangkan pendapatan nasional bruto (PNB) Indonesia meningkat menjadi USD11.256 per kapita pada 2018.
Secara umum, Bahuet mengatakan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, juga negara-negara Asia Pasifik.
Pencapaian Indonesia dalam bidang harapan hidup dan pendapatan per kapita masih berada di bawah rata-rata Asia Pasifik, yakni 75,3 tahun dan USD14.500 per kapita.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia perlu menuntaskan masalah ketimpangan untuk mencapai progres lebih baik dan memastikan dampak pembangunan yang merata di seluruh negeri.
“17,4 Persen dari nilai IPM Indonesia hilang karena ketimpangan yang lebih besar dibandingkan sebagian besar negara tetangga di Asia Timur dan Pasifik,” tutur Bahuet.