
Regional
Muhammad Latief
JAKARTA
Mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia, bukan berarti bisa memproduksi garam secara maksimal. Indonesia ternyata hanya mempunyai lahan potensial untuk tambak garam seluas 29.000 hektare.
“Yang sudah digarap sekarang tidak lebih dari 25.000 hektar,” ungkap mantan komisaris utama PT Garam, Sudirman Saad, Rabu.
Garam, menurutnya, tidak bisa diproduksi di sembarang tempat, air laut yang menjadi bahan baku harus mempunyai salinitas yang tinggi. Selain itu, persoalan lain adalah terjadi konsentrasi produksi garam di Pulau Jawa, yang distribusi lahannya sudah sangat kecil, sehingga pada tambak garam tidak bisa diterapkan teknologi yang tepat.
Dengan jumlah lahan tersebut, Indonesia sebenarnya pernah mengalami masa swasembada garam. Pada 2015, petambak garam bisa menghasilkan 2,9 juta ton. Namun, jumlahnya terus menurun karena dampak perubahan iklim dan cuaca. Puncaknya, pada Mei-Juni lalu hanya menghasilkan garam 6.200 ton, padahal biasanya mencapai 166.000 ton.
Peluang ekstensifikasi lahan tambak garam, menurutnya, ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemerintah memang mendata ada sekitar 5.000 hektar lahan di Teluk Kupang yang potensial menjadi lahan garam, di lokasi lain ada sekitar 700 dan 1.700 hektar.
Namun, masalahnya hampir semua lahan tersebut merupakan lahan adat sehingga pemanfaatannya untuk tambak garam baru mengalami kesulitan. Karena itu, skema pemanfaatan lahan di provinsi tersebut tidak bisa dengan akuisisi, namun harus bekerjasama dengan tokoh-tokoh adat. “Sudah ada 400 hektar yang dikerjasamakan, potensinya sekitar 8.000 hektar,” jelas dia.
Menurut Sudirman, pemerintah harus konsentrasi pada sektor hulu dan melakukan rasionalsiasi produksi haram. Dia menyontohkan, salah satu industri garam di Australia yang tertolong dengan luas lahan, air laut yang akan digunakan sebagai bahan baku garam diputar di lahan tersebut selama 11 bulan sebelum masuk meja evaporasi. “Tentu menghasilkan garam dengan kualitas yang baik dan jumlahnya besar.”
Contoh keberhasilan industri garam lain ada di Shanghai, Tiongkok. Di sana terdapat pabrik yang memproduksi 2,9 juta ton per tahun, bukan dari air laut tapi dari sumur yang digali sedalam 1.500 meter. Biaya produksinya juga sangat rendah, mencapai Rp 800 per kilogram, bahkan bisa ditekan lagi.
“Bikin kebijakan yang memungkinkan industri seperti ini bisa masuk. Satu hektar bisa menghasilkan 250 ton garam, bandingkan dengan evaporasi,” ujarnya.
Rasionalisasi industri garam, dimulai dengan intensifikasi lahan garam rakyat. Jika memang tidak rasional, maka lahan-lahan tersebut lebih baik dialihfungsikan menjadi tambak udang. Selain itu, langkah untuk melindungi petambak garam adalah dengan pendekatan kluster seraya mempercepat korporatisasi usaha gram untuk menghasilkan 2 juta garam konsumsi berkualitas.
Selain itu juga menciptakan iklim invetasi yang kondusif dan mengembangkan produksi hraram yang tidak tergantung matahari. Industri garam ini diharapkam mampu memproduksi hingga 2,5 juta ton per tahun.
Pemenuhan garam untuk kalangan industri yang membutuhkan kadar NaCl hingga 97 persen sebenarnya tidak perlu dirisaukan karena setiap saat mereka bisa mengimpor kebutuhannya. Sementara untuk konsumsi rumah tangga tidak usah dirisaukan.
Saat kebijakan impor garam sejumlah 75.000 ton diputuskan pemerintah, Sudirman melihat hampir 55.000 ton di antaranya terserap oleh industri-industri besar. Sehingga garam impor ini tidak menyerap di pasar dan menurunkan harga. “Seharusnya turun ke industri kecil, pengasinan ikan, telor asin. Sehingga bisa menurunkan harga garam,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti mengatakan akan tetap terjadi kelangkaan garam jika tidak ada ekstensifikasi lahan garam. Jawa, menurutnya, sudah tidak mungkin, karena sebagian lahan juga sudah dimanfaatkan pemerintah untuk kepentingan lain.
“Dengan kondisi ini, maka kebijakan impor bukan sesuatu yang harus ditabukan mengingat permintaannya yang cukup tinggi,” paparnya.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.