Ekonomi

Gapki: Industri sawit sedang di ujung senja

Tekanan dalam industri ini antara lain terkait upah pekerja yang relatif tinggi dan terus naik setiap tahunnya, namun produktivitas justru stagnan di tengah harga sawit yang merosot

İqbal Musyaffa  | 23.04.2019 - Update : 24.04.2019
Gapki: Industri sawit sedang di ujung senja Seorang petani memanen buah kelapa sawit di Banyuasin, Sumatra Selatan, Indonesia pada 27 Maret 2019. (Muhammad A.F - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Iqbal Musyaffa

JAKARTA 

Pengusaha kelapa sawit mengakui bahwa industri kelapa sawit saat ini sedang dalam bahaya dan berada di ujung senja.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bidang Ketenagakerjaan Sumarjono Saragih mengatakan industri sawit saat ini berbeda dengan periode 1990.

“Saat itu, profesi karyawan perkebunan adalah profesi idaman dan industri sawit sangat luar biasa,” jelas dia dalam diskusi media di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kondisi saat ini sangat jauh berbeda. Investor banyak yang meragukan industri sawit yang penuh tekanan.

Tekanan dalam industri ini antara lain terkait upah pekerja yang relatif tinggi dan terus naik setiap tahunnya, namun produktivitas justru stagnan di tengah harga sawit yang merosot.

Sumarjono menjelaskan di Sumatera Selatan misalnya, upah pekerja perkebunan sawit sudah sekitar Rp3 juta per bulan tapi produktivitas tidak meningkat.

Sementara itu, upah terus naik minimal 8 persen per tahun sehingga dalam 5 tahun akan ada kenaikan upah hingga 40 persen.

Dia meminta agar pekerja jangan selalu berpikir pada nominal upah, tapi juga masa depan industri.

“Malah kita dituduh mengeksploitasi pekerja dengan target berlebihan sehingga harus melibatkan anak dan istri untuk bekerja,” keluh dia.

Sumarjono menambahkan ancaman dan tekanan terhadap industri kelapa sawit ditambah dengan adanya upaya Eropa melarang produk kelapa sawit masuk.

Eropa mengimpor sekitar 5 juta ton sawit dari Indonesia. Sumarjono mengatakan pasar sawit akan runtuh apabila produk sawit benar-benar dilarang masuk ke Eropa sehingga harga akan semakin turun.

“Baru dihantam isu Eropa saja kita sudah kewalahan, belum lagi isu lingkungan dan pekerja yang dijadikan alat menyerang industri sawit,” ungkap dia.

Sumarjono mengatakan apabila kondisi seperti ini terus berlangsung, maka akan terjadi efisiensi pada perusahaan sawit yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Ancaman PHK di depan mata. Industri sawit harus diselamatkan,” dia menekankan.

Menurut dia, permasalahan sawit bukan hanya persoalan Gapki saja sebagai asosiasi pengusaha, namun juga persoalan bangsa.

Sumarjono mengatakan harga kelapa sawit juga sulit kembali ke harga normal.

Sementara harga sawit saat ini sekitar USD530 per ton yang dirasa masih jauh dari ideal karena biaya produksi sekitar USD440 per ton.

“Apabila tidak bisa efisien, industri ini akan sunset,” tegas Sumarjono.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.