Bank Dunia: Mobilitas sosial tak signifikan dalam 3 dekade terakhir
Generasi muda terjebak pada kemiskinan orangtuanya karena kesenjangan kesempatan

Jakarta Raya
Muhammad Latief
JAKARTA
Laporan Bank Dunia terakhir menyebutkan bahwa selama 30 tahun terakhir tidak ada mobilitas sosial yang signifikan dari masyarakat miskin di negara-negara berkembang.
Namun, dengan kemauan politik pemerintah dan kebijakan pendidikan yang tepat masalah tersebut dapat diatasi.
Laporan berjudul “Fair Progress? Economic Mobility across Generations Around the World” yang diluncurkan Rabu menjelaskan bahwa anak-anak dari keluarga miskin terjebak pada kelas sosial orangtuanya karena tidak ada kesetaraan peluang dengan anak dari golongan lebih kaya.
“Kondisi ini terlihat pada orang-orang yang lahir pada 1940-1980. Kami temukan ada 46 dari 50 negara dengan mobilitas vertikal terendah ada di negara berkembang,” ujar laporan tersebut.
Chief Executive Officer Bank Dunia Kristalina Georgieva mengatakan kemampuan untuk melakukan mobilitas vertikal sebenarnya mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dunia. Pada kondisi ideal, setiap orang diberikan kesempatan setara untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilan dirinya sebagai sarana mobilitas vertikal.
“Orangtua ingin anak-anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka. Namun keinginan ini, terutama dari masyarakat miskin, dihalangi oleh peluang yang tidak setara,” ujar Georgieva.
Karena itu perlu dipastikan bahwa anak-anak sejak usia dini mendapatkan asupan gizi dan pendidikan yang baik serta lingkungan yang mendukung. Selain itu, untuk menciptakan kesetaraan di antara mereka, pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan akses pada lembaga keuangan.
Direktur Senior Praktik Global Kemiskinan dan Kesetaraan Bank Dunia Carolina Sanchez mengatakan di negara-negara berkembang, terjadi penurunan mobilitas sosial. Selain itu, orang-orang yang terjebak di bagian bawah piramida masyarakat terus bertambah.
Individu yang lahir di rumah tangga yang lebih miskin tidak mempunyai sedikit kesempatan untuk melakukan mobilitas vertikal.
Laporan ini mengacu pada “Global Database of Intergenerational Mobility” yang mencakup 148 negara atau sekitar 96 persen populasi dunia.
Dalam database ini digambarkan ada mobilitas sosial yang rendah dan ketidakseimbangan kesempatan di seluruh dunia.
Laporan juga menggambarkan bahwa pendidikan memegang peran besar bagi mobilitas vertikal dan penambahan pendapatan pada masyarakat miskin.
Menurut data tersebut, hanya 12 persen orang yang lahir pada 1980-an di Republik Afrika Tengah, Guinea, dan Sudan Selatan mencapai pendidikan lebih tinggi dari orang tua mereka. Namun 89 persen generasi kedua di Korea Selatan dan 85 persen di Thailand yang mencapai pendidikan lebih tinggi dari orangtua mereka.
Pada enam negara berkembang yang lebih besar, yaitu Brasil, Tiongkok, Mesir, India, Indonesia, dan Nigeria mengalami mobilitas yang meningkat pada 1940 hingga 1980-an.
Penasihat Senior tentang kemiskinan dan ketidaksetaraan Bank Dunia Francisco Ferreira mengatakan, peningkatan mobilitas pendidikan di banyak negara berpenghasilan tinggi dan di beberapa bagian Asia Timur, Amerika Latin, dan Timur Tengah memberi ruang bagi optimisme. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan kesempatan dapat dikurangi dengan kebijakan yang tepat.
Mobilitas pendidikan di Brasil, Mesir, dan Indonesia, meningkat secara signifikan dari orang-orang yang lahir pada 1940-an hingga mereka yang lahir pada tahun 1980-an meskipun mobilitas pendapatan masih rendah di negara-negara ini.
“Laporan menggambarkan ada mobilitas sosial yang rendah dan kesenjangan kesempatan di negara berkembang. Namun juga menunjukkan pengalaman negara yang mampu menyelesaikan persoalan tersebut dengan kemauan politik serta kebijakan yang tepat,” ujar dia.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.