Ekonomi

Angka kemiskinan turun, pemerintah harus jaga stabilitas harga pangan

Ada 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah yang apabila menghadapi sedikit masalah bisa jatuh miskin lagi

Muhammad Nazarudin Latief  | 30.07.2018 - Update : 31.07.2018
Angka kemiskinan turun, pemerintah harus jaga stabilitas harga pangan Ilustrasi - Warga Jakarta yang hidup di pinggir rel kereta. (Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Muhammad Latief

JAKARTA

Setelah berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga satu digit, pemerintah kini dihadapkan pada tugas menjaga stabilitas harga komoditas kebutuhan pokok masyarakat, terutama beras.

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan beras merupakan komoditas pangan paling berpengaruh pada tingkat kemiskinan. Selain beras, komoditas lain yang berpengaruh adalah rokok.

Menurut Kecuk, panggilan Suhariyanto, bahan pangan memegang 73 persen dari komponen inflasi. Sedangkan beras mencapai 20 persen dari keseluruhan bahan pangan.

“Maret kemarin ada kenaikan harga beras yang cukup tinggi. Itu menghalangi pencapaian penurunan kemiskinan,” ujar dia di Jakarta, Senin, menambahkan, “Stabilitas harga pangan harus dijaga. Tidak boleh berfluktuasi.”

Makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di kota dan desa adalah beras, daging sapi, telur ayam ras, mi instan dan gula pasir.

Inflasi bahan pangan untuk beras mencapai 8,57 persen, telur ayam ras 2,81 persen, daging ayam 4,87 persen, cabai rawit 49,91 persen, dan cabai merah 53,87 persen. Sedangkan gulai pasir harganya turun 4,19 persen, minyak goreng minus 0,6 persen, dan daging sapi minus 0,37 persen.

Sementara rokok, lanjut Kecuk, memegang peranan 10-11 persen pengeluaran rumah tangga di pedesaan. Dengan tingkat konsumsi yang tinggi, rokok sangat memengaruhi tingkat kemiskinan, karena dana yang bisa dibelanjakan kebutuhan pemenuhan gizi dialihkan pada konsumsi rokok.

Bahkan penduduk di bawah garis kemiskinan pun banyak ditemui masih mengonsumsi rokok.

Dia mendorong agar harga rokok dinaikkan pada tingkat paling tinggi, sehingga sangat mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin dan hampir miskin.

Tingkat kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 9,82 persen dari total penduduk Indonesia. Ini adalah angka kemiskinan 'single digit' pertama yang berhasil dicapai Indonesia setelah krisis moneter 1998.

Jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 adalah 25,95 juta orang. Menurut Kecuk, angka itu menurun jika dibanding September 2017, yaitu 26,58 juta orang atau 10,12 persen.

Penduduk miskin menurut kriteria BPS adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, yang diukur dari pengeluaran atau di bawah rata-rata garis kemiskinan.

Untuk Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp401.220 per kapita per bulan. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.

Angka ini, menurut Suhariyanto, cukup tinggi karena menggunakan perhitungan per kapita. Padahal jika keluarga miskin mempunyai 2-3 orang anak, maka rata-rata dihitung dengan pendapatan Rp1,8 juta secara nasional.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) standar keluarga miskin jika mempunyai pendapatan Rp2,1 juta, padahal Upah Minimum Kota (UMK) di tempat tersebut hanya Rp1,7 juta.

BPS juga menggunakan standar kemiskinan lebih tinggi dari Bank Dunia. Lembaga ini menetapkan USD1,25 sebagai standar kemiskinan (purchasing power parity/PPP) sedangkan BPS menetapkan standar kemiskinan sebesar USD2,5 PPP.

“Jadi standar kemiskinan kita sebenarnya sudah tinggi. Tidak rendah seperti yang dipersoalkan sebagian masyarakat,” ujar Kecuk.

Persoalannya, menurut Kecuk, bukan pada standar kemiskinan, namun penyebarannya yang tidak merata. Menurut dara BPS, penduduk miskin yang tinggal di desa lebih banyak dari penduduk miskin di kota.

Persentase penduduk miskin di perkotaan per Maret 2018 sebesar 7,02 persen, turun dibandingkan September 2017 sebesar 7,26 persen. Sama halnya dengan di perdesaan, di mana persentasenya pada Maret 2018 sebesar 13,20 persen, turun dari posisi September 2017 sebesar 13,47 persen.

Secara wilayah, tingkat kemiskinan terbanyak di Pulau Jawa mencapai 13,94 juta, Sumatera 5,98 juta, Sulawesi 2,06 juta, Bali dan Nusa Tenggara 2,05 juta, Maluku-Papua 1,53 juta, dan Kalimantan 980 ribu.

Di Maluku dan Papua, 29,15 persen penduduk yang tinggal di desa masih miskin. Di kota, hanya 5,03 persen penduduk masuk kategori miskin. Di Bali dan Nusa Tenggara, 17,77 persen penduduk desa masuk kategori miskin. Daerah dengan persentase penduduk miskin terendah adalah di Kalimantan dengan 7,6 persen (di kota 4,33 persen).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro (ketiga dari kiri) dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (paling kanan)

Peran bantuan sosial

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brojonegoro mengatakan salah satu faktor yang berperan dalam penurunan angka kemiskinan tersebut adalah program bantuan sosial (bansos) yang terus meningkat, tepat waktu, serta tepat sasaran.

Pemerintah daerah (pemda), menurut dia, harus terus memverifikasi data penduduk miskin, sehingga penyaluran bantuan makin tepat sasaran.

“Kalau pemda lambat update data, kurang akurat, maka akhirnya distribusinya tidak tepat,” ujar dia.

Program bantuan pemerintah penting untuk menjaga penduduk miskin dari guncangan perekonomian. Selain itu, program serupa juga lazim diberikan oleh negara-negara di dunia. India mempunyai program Targeted Public Distribution System yang memberikan bantuan pada 800 juta penduduk.

Demikian juga Amerika Serikat yang mempunyai program Suplement Nutrition Asistance Programe dengan sasaran 46 juta orang penduduk.

“Jadi program tersebut tidak hanya diberikan pada masyarakat miskin, tapi juga golongan di atasnya, yang rentan miskin,” ujar Menteri Bambang.

Indonesia, menurut Menteri Bambang, memfokusnya program pengentasan kemiskinan pada 40 persen penduduk dengan penghasilan terbawah atau sekitar 104 juta jiwa. Dalam jumlah tersebut, ada sekitar 25 juta orang yang miskin.

Menurut Menteri Bambang, mereka adalah penduduk rentan miskin. Jika di daerahnya terjadi bencana alam, wabah penyakit, keluarga sakit keras, gagal panen, atau dia sendiri yang sakit, maka keluarga tersebut dengan mudah kembali jatuh miskin.

“Karena itu mereka harus dapat intervensi bantuan tepat sasaran,” ujar dia.

Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Harry Hikmat mengungkapkan bahwa penyaluran Bansos Tunai pada Tahap I bulan Februari 2018 dan Tahap II bulan Mei 2018 telah disalurkan secara tepat waktu sebanyak 97 persen.

Selain itu, penyaluran program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Kuartal I 2018 sekitar 95 persen telah dilaksanakan sesuai jadwal.

"Target penurunan angka kemiskinan yang lebih rendah dari capaian tersebut terus diikhtiarkan oleh Pemerintah. Diharapkan pada Maret 2019 persentase angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan signifikan menjadi 9,3 persen," ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.