Dunia

Yunani masih lanjutkan pelanggaran hukum imigrasi internasional

Turki telah membuka perbatasannya bagi mereka yang melarikan diri dari kematian dalam perang Suriah sejak 2011

Zehra Aydın Turapoğlu  | 17.06.2022 - Update : 18.06.2022
Yunani masih lanjutkan pelanggaran hukum imigrasi internasional Kantor kementerian luar negeri Yunani. (Foto file - Anadolu Agency)

ANKARA

Otoritas pesisir Yunani berulang kali melanggar hukum internasional dengan mendorong imigran gelap kembali ke tengah laut, yang mengakibatkan kematian beberapa dari mereka, menurut laporan terbaru yang dirilis oleh Turki.

Otoritas Turki juga menyalahkan Badan Penjaga Perbatasan dan Pantai Uni Eropa, atau Frontex, atas keterlibatannya dalam praktik Yunani itu.

Laporan tentang tindakan penolakan dan penenggelaman yang melawan Hak Asasi Manusia di Laut Aegea itu diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu pada Kamis di parlemen, yang menggarisbawahi peran penting Turki dalam menangani masalah imigrasi ilegal di negara itu.

Laporan itu mengatakan ribuan migran gelap menjadi korban penolakan, dan bahkan beberapa dari mereka tewas di tengah laut atau perbatasan.

Frontex didirikan pada 2004 dengan misi untuk mengkoordinasikan perbatasan eksternal Uni Eropa dan mulai beroperasi pada 3 Oktober 2005.

Meski mengetahui tentang pelanggaran hukum internasional, Frontex menoleransi dan tidak mencegah pelanggaran hak-hak dasar, dan dalam beberapa kasus, malah membantu otoritas pantai Yunani.

Frontex dan otoritas Yunani secara konsisten membantah tuduhan penolakan yang dilakukan oleh organisasi hak asasi manusia internasional, pers internasional, politisi, dan beberapa lembaga lainnya.

Sejak 2016, Turki telah mengembalikan sekitar 362.000 migran gelap sesuai dengan hukum internasional.

"Kami telah mengirim 335.000 orang kembali ke negara masing-masing tanpa merugikan siapa pun sejak 2016," kata Soylu, sambil menambahkan, "Kami meminta 28.000 orang untuk pergi, dan mereka meninggalkan (negara)."

Mengkritik Yunani atas perlakuannya terhadap imigran gelap dan penolakan mereka, Soylu mengatakan, "Badan Penjaga Perbatasan dan Pantai Uni Eropa memiliki sebuah lembaga bernama Frontex dan itu adalah aib bagi Barat."

Dia mengatakan Turki melakukan upaya untuk menggantikan kepala Frontex sebelumnya, yang dia tuduh telah melakukan "pembantaian".

Mengacu pada pengungsi Suriah di negara itu, dia mengatakan Turki telah membuka perbatasannya bagi mereka yang melarikan diri dari kematian sejak 2011, di bawah kepemimpinan presiden Turki.

"Kami memiliki catatan tentang mereka yang datang ke perbatasan kami. Kami telah melakukan segala sesuatu yang tidak terpikirkan oleh siapa pun di Barat, sejalan dengan peradaban, agama, kebangsaan, kepercayaan, dan geografi kami," ujar dia.

Turki adalah negara tuan rumah terbesar bagi pengungsi Suriah, memberikan perlindungan kepada hampir 4 juta orang yang melarikan diri dari Suriah – lebih banyak dari negara lain mana pun di dunia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.