Dunia

WHO: Penggunaan kecerdasan buatan untuk kesehatan hadirkan peluang, tantangan global

Kepala WHO mengatakan Kecerdasan Buatan berpotensi besar meningkatkan layanan kesehatan sekaligus memperingatkan penyalahgunaannya

Ekip  | 29.06.2021 - Update : 30.06.2021
WHO: Penggunaan kecerdasan buatan untuk kesehatan hadirkan peluang, tantangan global WHO Director-General Tedros Ghebreyesus. (Foto file - Anadolu Agency)

Switzerland

Peter Kenny

JENEWA

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan Kecerdasan Buatan (AI) sangat menjanjikan untuk peningkatan layanan kesehatan di seluruh dunia, tetapi hanya jika etika dan hak asasi manusia menjadi pedomannya.

"Seperti semua teknologi baru, kecerdasan buatan memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesehatan jutaan orang di seluruh dunia, tetapi juga seperti semua teknologi, kecerdasan buatan juga dapat disalahgunakan dan menyebabkan kerugian," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus.

WHO mengatakan AI dapat digunakan untuk mendukung perawatan kesehatan dan obat-obatan, bahkan membantu semua negara mencapai kesehatan universal.

"Ini termasuk peningkatan diagnosis dan perawatan klinis, meningkatkan penelitian kesehatan dan pengembangan obat, dan membantu penyebaran intervensi kesehatan masyarakat yang berbeda, seperti pengawasan penyakit, respons wabah, dan manajemen sistem kesehatan," tambah Ghebreyesus.

Membaca rontgen dan memindai laporan

Dalam konferensi pers, kepala ilmuwan WHO mengatakan bahwa banyak negara telah menggunakan AI untuk meningkatkan diagnostik.

"Misalnya, salah satu indikasi yang paling sering digunakan adalah membaca rontgen, membaca laporan scan, dan membaca slide patologi," jelas Dr. Soumya Swaminathan.

"Ini akan sangat berguna di wilayah yang kekurangan spesialis, kekurangan ahli radiologi, kekurangan ahli patologi," kata dia lagi.

Swaminathan juga menyebut penggunaan internet telah memungkinkan mengirim gambar ke dokter di lokasi terpencil atau mengirimkan hasil pemeriksaan kesehatan kepada pasien.

"Kami sedang mengupayakannya untuk pasien TBC, kanker serviks, dan dalam banyak indikasi lain, sudah dicoba juga pada pasien Covid-19," tambah dia.

Saat ini AI juga digunakan untuk meningkatkan perawatan klinis dan mengembangkan algoritma yang dapat membantu petugas kesehatan memeriksa indikasi penyakit pasien tertentu dan mempertimbangkan berbagai alternatif pengobatan.

"Ini juga dapat membantu pengawasan dengan respons wabah, manajemen sistem kesehatan, dan penemuan obat," ujar Swaminathan.

Skrining obat

Pimpinan ilmuwan WHO itu mengatakan kini banyak perusahaan menggunakan AI untuk menyaring target obat potensial, meneliti, serta mengembangkan obat baru.

Namun, WHO juga menyoroti masalah kesenjangan digital.

“Ada kemungkinan kesenjangan digital bagi orang-orang yang tidak memiliki akses ke layanan internet, yang tidak memiliki smartphone. Mereka mungkin akan tertinggal karena sistem perawatan kesehatan banyak yang beralih menggunakan alat-alat digital," kata Swaminathan.

Dia juga memperingatkan soal isu perlindungan data, siapa yang memiliki akses ke sana, dan bagaimana mereka menangani data.

"Yang paling penting, siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan yang pada sistem AI? Apakah itu pengembang sistem?" lanjut dia.

"Pada akhirnya, bagaimana Anda mengatur sektor swasta di bidang ini, yang mencakup beberapa perusahaan teknologi terbesar di dunia?" imbuh Swaminathan.


Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın