Dunia, Nasional

Revolusi industri 4.0, Indonesia hadapi masalah kualitas SDM

Pemerintah prioritaskan sektor industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia untuk hadapi revolusi industri 4.0

Muhammad Nazarudin Latief  | 08.06.2018 - Update : 09.06.2018
Revolusi industri 4.0, Indonesia hadapi masalah kualitas SDM Pameran EMO Hannover mendatangkan 2.214 perusahaan yang berasal dari 45 negara yang dihadiri oleh Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, Gubernur negara bagian Lower Saxony Stephan Weil, Bernd Leukert, juru bicara untuk Kelompok Pengarah Industri Platform 4.0 dan anggota dewan eksekutif SAP SE dan Presiden CECIMO Luigi Galdabini di Berlin, Jerman pada 18 September 2017. Turki turut berpartisipasi dalam acara tersebut dengan diwakili oleh 47 perusahaan. ( Birol Tan - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

Muhammad Latief

JAKARTA

Kendala utama Indonesia menghadapi revolusi industri 4.0 adalah sumber daya manusia, ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri Industri, Rosan Roeslani.

Menurut Rosan, dari 133 juta tenaga kerja di Indonesia, hanya sekitar 12-13 persen yang mempunyai pendidikan sarjana. Sebagian besar dari mereka hanya lulus Sekolah Dasar (SD) baru kemudian Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Kesenjangan skill sangat terasa,” ujar Rosan dalam diskusi panel 'Making Indonesia 4.0' di Jakarta, Kamis.

Di tingkat ASEAN, ketrampilan tenaga kerja Indonesia juga berada di posisi bawah. Kondisi ini, menurut Rosan, membuat pemerintah dan industri bekerja keras meningkatkan keterampilan para tenaga kerja. Salah satu yang penting, menurut dia, adalah sekolah vokasi.

"Ini agar bisa meningkatkan skill orang Indonesia,” ujar Rosan.

CEO General Electric Indonesia Handry Satriago mengatakan peningkatan kemampuan tenaga kerja Indonesia perlu segera dilakukan agar bisa memanfaatkan gelombang baru inovasi digital yang mulai mengubah wajah industri dan perekonomian.

Sumber daya manusia yang terampil akan mendorong produktivitas dan potensi pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan daya saingnya di level internasional, ujar Handry.

Menurut Hendry, Indonesia sebenarnya sudah memperbaiki peringkatnya dalam indeks daya saing global dari 42 menjadi 36 dari 137 negara, namun posisi ini masih tertinggal oleh Malaysia dan Thailand.

Ada dua langkah penting untuk mengejar ketertinggalan ini, sebut Handry, yaitu perlunya penyiapan sekolah-sekolah kejuruan dengan teknologi terkini serta investasi dalam teknologi baru.

“Yang paling penting adalah kepercayaan pada kemampuan mengembangkan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan inovasi dalam negeri,” ujar dia.

Menurut Hendry lagi, teknologi terkini yang harus dikuasai antara lain teknik manufaktur modern yang menggunakan printer 3 dimensi (3D), industri internet serta kemampuan sensor.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara, mengatakan revolusi industri 4.0 diperkirakan menciptakan 10 juta lapangan kerja, bukan malah menggantikan tenaga kerja manusia dengan mesin.

Selain menambah lapangan pekerjaan, Industri 4.0 juga akan mampu mendorong pertumbuhan PDB riil sebesar 1-2 persen per tahun sehingga pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline 5 persen menjadi 6-7 persen pada periode 2018-2030.

--Minta anggaran tambahan Rp2,5 triliun

Sementara itu, pemerintah mengusulkan tambahan anggaran pada APBN 2019 untuk mengimplementasikan agenda nasional peta jalan Making Indonesia 4.0 sehingga total anggaran untuk program ini sebesar Rp5,3 triliun, setelah sebelumnya pagu indikatif 2019 sebesar Rp2,73 triliun.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan program yang akan dilaksanakan antara lain pengembangan lima sektor industri prioritas, peningkatan kompetensi SDM industri melalui pendidikan vokasi, serta kegiatan santripreneur dan penumbuhan wirausaha industri baru.

Lima sektor manufaktur yang bakal diprioritaskan adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia.

“Selama ini, lima sektor industri itu mampu memberikan kontribusi sebesar 60 persen untuk PDB, kemudian menyumbang 65 persen terhadap total ekspor, dan 60 persen tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut,” papar Menteri Airlangga.

Menteri Airlangga mengaku menyadari pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendongkrak kinerja sektor-sektor manufaktur tersebut. Indonesia juga mempunyai keunggulan bonus demografi selama 15 tahun ke depan yang bisa memacu kinerja ekonomi nasional.

Salah satu langkah penting dalam membangun SDM industri yang terampil adalah dengan meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match antara industri dengan SMK di beberapa wilayah Indonesia.

Program ini, sebut dia, sudah mencapai tahap keenam dan melibatkan 618 perusahaan dengan menggandeng hingga 1.735 SMK.

Pemerintah terus mendorong pondok pesantren di seluruh Indonesia menjadi ekosistem dalam penumbuhan wirausaha industri baru melalui program Santripreneur.

“Pondok pesantren ini yang perlu kita bidik karena memiliki basis dan potensi besar untuk menggerakkan perekonomian nasional,” ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.