Dunia

Perempuan Ethiopia terjebak dalam siklus pelecehan

Survei nasional mengatakan 35 persen wanita yang sudah menikah menderita pelecehan seksual atau emosional

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 16.10.2019 - Update : 17.10.2019
Perempuan Ethiopia terjebak dalam siklus pelecehan Ilustrasi. (Foto file-Anadolu Agency)

Addis Abeba

Seleshi Tessema

ADDIS ABABA, Ethiopia

Saat ini sedang musim semi di Ethiopia. Ibu Kota Addis Ababa menikmati pagi yang cerah dan terang. Tetapi, di sebuah rumah berpagar yang menampung para wanita korban kekerasan rumah tangga tersembunyi banyak cerita gelap.

Rumah itu digunakan sebagai pusat rehabilitasi yang dijalankan oleh badan amal lokal Agar. Salah satu penghuninya adalah Aregash Belay, 34.

Dia dilahirkan dari keluarga miskin di Ethiopia utara dan mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang tetangga dan kemudian oleh seorang penjaga penjara di Libya ketika dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Perempuan di negara Tanduk Afrika itu mengalami banyak pelecehan karena tingginya tingkat buta huruf dan pernikahan dini.

Menurut survei nasional, 35 persen wanita yang sudah menikah pernah mengalami kekerasan seksual atau emosional yang dilakukan oleh suami mereka.

Ketika Belay setuju untuk menceritakan kembali penderitaannya, dia sempat berhenti sejenak, memejamkan matanya kemudian terdiam satu menit untuk memproses kata-katanya.

“Selama bertahun-tahun saya diserang secara fisik dan seksual oleh seorang pria yang sangat dekat dengan keluarga kami. Saya tidak bisa melaporkan kekerasan kepada keluarga saya, karena mereka akan menyalahkan saya. Kekerasan seksual itu terlalu nyata,” ujar dia.

Untuk menghindari kekerasan dan kemiskinan, Belay pergi ke Libya secara legal pada 2015 untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Keluarga tempat dia bekerja menolak untuk memperpanjang kontraknya, menyita dokumen perjalanannya dan mengusirnya.

Belay kemudian ditangkap oleh seorang milisi dan diperlakukan sebagai migran ilegal yang tidak memiliki dokumen.

Wanita itu kemudian memperkenalkan seorang bocah lelaki berusia dua tahun sebagai putranya yang lahir di Tripoli.

“Saya dibawa ke penjara dan berulang kali dipukuli dan diperkosa oleh seorang penjaga penjara hingga hamil. Anak saya tidak pernah mengenal ayahnya," ungkap dia.

Belay merupakan salah satu dari banyak pekerja rumah tangga yang dipulangkan dari Libya oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).


- Mengobati luka lama

Helen Zegeye, pengelola LSM Agar, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa badan amal tersebut saat ini membantu 120 korban pelecehan fisik dan seksual di pusat-pusat rehabilitasinya di Addis Ababa dan Bahir Dar, Ethiopia utara.

“Di sini, di ibu kota kami membantu korban pemerkosaan. Hampir semua wanita di sini menderita masalah kesehatan mental," ujar Zegeye.

"Mereka mengalami trauma karena diperkosa oleh orang-orang yang sangat dekat dengan mereka," tambah dia.

Zegeye mengungkapkan bahwa para korban dirawat di Amanuel, sebuah rumah sakit jiwa di ibu kota, sementara Agar menyediakan tempat tinggal, konseling dan bantuan keuangan bagi mereka.

“Ini adalah proses yang panjang dan dalam kebanyakan kasus mereka yang pulih tidak ingin kembali ke keluarga mereka. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dan ke mana harus pergi," tutur dia.

Di Kota Bahir Dar, badan amal tersebut saat ini menampung 80 korban kekerasan berbasis gender.

“Mereka memiliki biasnya mendapat serangan kejam oleh pasangan mereka. Beberapa berkasus di pengadilan, tetapi mayoritas tidak akan kembali ke pernikahan mereka atau jenis hubungan apa pun,” kata Zegeye.

Adisse Chane, 34, adalah salah satunya. Dia mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dia menderita kekerasan dalam rumah tangga secara terus-menerus yang kemudian mengakibatkan perceraian.

“Mantan suami saya meninggalkan saya, tanpa proses hukum dan mengambil putra kami satu-satunya. Saya terasing dari komunitas dan keluarga saya untuk selamanya,” ungkap Chane.


- Siklus pelecehan

Ethiopia memiliki populasi sekitar 102 juta dan setengahnya adalah wanita.

Menurut Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Ethiopia, wanita dan anak perempuan lebih banyak dirugikan dibandingkan dengan anak laki-laki di beberapa bidang, seperti melek huruf, kesehatan, mata pencaharian dan hak asasi manusia yang mendasar.

Ada juga praktik tradisional yang berdampak negatif terhadap kesehatan wanita selama berabad-abad, seperti pemotongan bagian genital wanita dan pernikahan dini.

Sosna Tsegaye, seorang pakar hak gender, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dalam banyak penelitian telah terbukti bahwa perempuan muda yang melakukan perjalanan ilegal ke Libya, Yaman dan negara-negara Teluk menjadi sasaran perkosaan dan kekerasan fisik.

"Ketika sejumlah wanita muda pulang ke rumah dengan trauma, yang lain melintasi perbatasan untuk keluar dari kemiskinan dan pengangguran. Itu adalah sebuah siklus," ujar Tsegaye.

Dia mengatakan pemerintah Ethiopia baru-baru ini mengadopsi kebijakan untuk mempromosikan pemberdayaan perempuan.

“Kami sekarang memiliki sistem hukum yang memberikan perlindungan dan pengadilan khusus untuk memberikan persidangan yang cepat. Masalahnya adalah keluarga tidak mencari solusi hukum dan memaksa perempuan untuk mentolerir pelecehan terhadap suami,” kata Tsegaye.

Saat ini, Ethiopia memiliki presiden wanita dan 50 persen dari 22 anggota kabinet diisi oleh perempuan.

Gebrakan ini memberi harapan kepada ribuan perempuan yang terjebak dalam siklus pelecehan dan kekerasan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.