Para ahli sebut Israel hadapi isolasi global yang semakin meningkat akibat perang di Gaza
Bencana kemanusiaan di Jalur Gaza, dan pengakuan negara Palestina memicu lonjakan perlawanan global terhadap tindakan semena-mena Israel

YERUSALEM
Para pakar kemanusiaan terkemuka Israel memperingatkan bahwa negara itu menghadapi reaksi diplomatik, politik, dan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya secara global, yang meningkatkan kekhawatiran tentang semakin dalamnya isolasi internasional.
Sejumlah ahli yang terdiri dari mantan diplomat, akademisi, dan analis terkemuka mengatakan kepada Anadolu bahwa serangan yang sedang berlangsung dan bencana kemanusiaan di Gaza mendorong lonjakan perlawanan global terhadap Israel, termasuk pengakuan resmi kenegaraan Palestina oleh beberapa negara.
Meningkatnya reaksi keras di seluruh dunia
Kritik internasional terhadap Israel telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, khususnya sebagai respons terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.
Sementara itu, Spanyol, Norwegia, Irlandia, dan Slovenia secara resmi mengakui negara Palestina pada tahun 2024.
Prancis akan mengikutinya, dengan Presiden Emmanuel Macron baru-baru ini mengumumkan bahwa Paris akan mengakui Palestina pada bulan September.
Reaksi publik telah meluas melampaui pemerintahan, dengan semakin banyaknya turis Israel yang dikonfrontasi di luar negeri.
Dalam insiden baru-baru ini, kelompok pro-Palestina di Yunani mencegah sebuah kapal pesiar yang membawa penumpang Israel untuk berlabuh di Pulau Syros.
Video yang beredar di media sosial menunjukkan wisatawan Israel menghadapi protes dan permusuhan di banyak negara.
Pengakuan oleh Prancis dan Inggris akan kejutkan publik Israel
Alon Liel, mantan kuasa usaha di Kedutaan Besar Israel di Ankara dan mantan sekretaris Kementerian Luar Negeri, menggambarkan perkembangan internasional sebagai titik balik.
Setahun yang lalu, Spanyol, Norwegia, Irlandia, dan Slovenia melakukannya, tetapi sekarang Prancis juga melakukannya. Saya sangat menyambut baik hal ini. Saya pikir ini sangat penting.
"Dan jika Inggris Raya, Kanada, dan Australia bergabung, tentu jauh lebih baik," ujarnya kepada Anadolu.
Liel mengatakan bahwa sementara Israel menarik duta besarnya dari negara-negara yang mengakui Palestina — bahkan sampai menutup Kedutaan Besarnya di Irlandia — Israel tidak akan dapat melakukan hal yang sama dengan sekutu besar seperti Inggris atau Kanada.
"Yang penting masyarakat akan memperhatikan dan merasakan dampaknya," tegasnya.
"Saya pikir pengakuan oleh Prancis dan Inggris akan mengejutkan publik Israel karena mereka adalah dua dari lima anggota tetap Dewan Keamanan.
"Ini bisa membawa Palestina lebih dekat ke keanggotaan penuh di PBB. Tentu saja, Amerika bisa memvetonya, tapi saya tidak tahu berapa lama mereka bisa memvetonya."
Ia berpendapat bahwa pemerintah Barat mengakui Palestina sebagai pengganti sanksi terhadap Israel.
"Tapi mereka tidak punya kemampuan untuk melakukannya. Terlalu berisiko bagi mereka, dari segi keamanan, intelijen, dan ekonomi. Jadi mereka memilih protes yang lebih lunak terhadap apa yang dilakukan Israel di Gaza, yaitu dengan mengakui Palestina," kata Liel.
Meski simbolis, ia yakin pengakuan tersebut meningkatkan moral Palestina dan memberikan "pukulan bagi publik Israel."
"Sangat sulit bagi kami sekarang untuk bepergian ke luar negeri. Lihat saja Yunani. Dulu ada turis yang tidak bisa naik kapal yang mereka tumpangi."
"Kami punya anak-anak muda di Athena yang dipukuli. Ini terjadi di seluruh dunia. Jadi, orang Israel mulai menyadari bahwa 'apa yang kami lakukan di Gaza tidak dapat diterima secara internasional. Ini akan merugikan kami dalam hal kemampuan bepergian. Ini akan merugikan kami terutama di masa depan, juga dalam hal isolasi negara, dan mungkin secara ekonomi'."
Ia menambahkan bahwa meskipun serangan Israel terhadap Iran awalnya mendapat dukungan internasional, dukungan itu segera menghilang.
Selama perang masih berlangsung dengan gambar-gambar anak-anak kelaparan di Gaza ini, tsunami akan semakin kuat dan Israel akan semakin terisolasi.
"Tapi saya pikir ini akan berakhir ketika AS menyadari bahwa mereka harus membayar harganya, harga internasional karena mendukung Israel di Timur Tengah, di Eropa, dan di seluruh dunia. Selama Trump tidak merasa harus membayar harganya, dia akan mendukung kita," Liel memperingatkan.
Mengenai Suriah, Liel mengatakan tekanan Amerika telah mengekang aktivitas militer Israel di sana dan bahkan menyebabkan pembicaraan rahasia antara pejabat Suriah dan Israel di Prancis.
"Mereka tidak membenci Israel. Mereka membenci pendudukan."
Nadav Tamir, mantan penasihat mendiang Presiden Israel Shimon Peres dan direktur saat ini di kelompok lobi Yahudi liberal yang berbasis di AS J Street, berpendapat bahwa negara Palestina akan menguntungkan Israel secara moral dan strategis.
Dia berharap Prancis akan mengajukan masalah pengakuan itu ke Dewan Keamanan PBB.
"Saya yakin Trump tidak akan memvetonya karena saya yakin ada konsensus di antara 14 anggota Dewan Keamanan lainnya untuk mengakui Palestina jika AS tidak memblokirnya," ujarnya.
Tamir mengakui, bagaimanapun, bahwa pembalasan Israel sering kali meningkat ketika tekanan eksternal meningkat.
"Itulah naluri pemerintah sayap kanan untuk menunjukkan bahwa ketika kami ditekan dari luar, kami akan melakukan hal-hal balasan yang justru akan membuat negara Palestina semakin tidak mungkin terwujud.
"Ada upaya yang jelas dari pemerintah ini untuk mengusir semua warga Palestina dari Area C (wilayah yang diduduki Israel di Tepi Barat) dan membuat kehidupan warga Palestina di wilayah lain semakin sulit.
"Jadi saya rasa di lapangan tidak akan banyak berubah karena apa yang mereka lakukan sudah cukup buruk, tetapi akan lebih bersifat deklaratif."
Sebanyak 147 negara sudah mengakui Palestina, tetapi pengakuan dari kekuatan Dewan Keamanan seperti Prancis dan Inggris, kata Tamir, memiliki dampak yang jauh lebih besar.
"Saya pikir reputasi internasional Israel semakin memburuk setiap hari karena tragedi di Gaza terus berlanjut dan perang yang tidak masuk akal ini terus berlanjut.
"Anda melihatnya sekarang dari tempat-tempat yang belum pernah kita lihat sebelumnya, yang dulu dianggap pro-Israel atau pro-pemerintahan Netanyahu," ujarnya. "Sekarang, banyak orang Israel akan berkata, oh, dunia ini antisemit, dunia membenci kita. Saya juga punya koneksi dengan orang-orang di masyarakat sipil di Eropa, mereka tidak membenci Israel. Mereka membenci pendudukan."
"Kritik atas apa yang terjadi di Gaza saat ini, sayangnya, di Tepi Barat tidak banyak diliput, tetapi juga terjadi kekejaman di sana. Inilah alasan utama mengapa reputasi Israel memburuk," imbuh dia.
Tamir memperingatkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu acuh tak acuh terhadap opini internasional selama Presiden AS Donald Trump mendukungnya.
Pemerintah hanya fokus pada kelangsungan hidup dan ideologi
Profesor Eyal Zisser, wakil rektor di Universitas Tel Aviv, mengatakan ada pengaruh AS yang sangat besar dalam membentuk respons internasional.
Dia mengatakan reaksi paling signifikan terhadap pengakuan Prancis atas Palestina datang dari Trump, yang menolak langkah tersebut karena "tidak berbobot."
Zisser meramalkan bahwa negara-negara Barat lainnya mungkin mengikuti Prancis jika serangan Israel ke Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 59.000 orang sejak Oktober 2023, berlanjut.
"Beberapa negara lain mungkin akan bergabung dengan inisiatif Prancis, tetapi sekali lagi, hal itu tidak akan mengubah apa pun di lapangan, karena Israel adalah penjajah, Israel memegang kendali, dan Amerikalah yang memiliki pengaruh nyata terhadap kebijakan Israel."
Dia juga memperingatkan bahwa tindakan Israel di Gaza memperdalam isolasi globalnya.
"Hal ini menyebabkan hancurnya sifat demokratis Israel, hancurnya lembaga negara, dan tentu saja, kebijakan gila ini juga menimbulkan banyak masalah," kata Zisser.
Anda menyebutkan isolasi Israel, citra Israel, hubungannya dengan dunia, hubungannya dengan negara-negara Arab, tetapi pemerintah ini berfokus pada kelangsungan hidup politik dan pertimbangan politiknya, mungkin juga pertimbangan ideologis, pertimbangan ideologis gila-gilaan dari mereka yang memotivasinya.
Akademisi tersebut juga mengkritik tindakan militer Israel di Suriah, dengan mengatakan, "Itu tidak membantu sama sekali. Intervensi bukanlah keputusan yang bijaksana dan bukan langkah yang tepat."
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.