Dunia

Menuju dunia ramah hijaber

Lewat beragam cara, hijaber dari berbagai negara berupaya mengkampanyekan Islam yang ramah, maju dan mengedepankan nilai-nilai humanisme

Hayati Nupus  | 01.02.2018 - Update : 02.02.2018
Menuju dunia ramah hijaber Video conference Duta World Hijab Day Indonesia Amaliah Begum dan Duta World Hijab Day Malaysia Murshidah Said dengan niqabi Amerika Serikat Sahar Quesada (kerudung biru) serta niqabi Eropa Sofinee Harun (kerudung hitam) di At America, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2018. (Hayati Nupus – Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Amaliah Begum mengenakan hijab sejak SMA. Meski di Indonesia penggunaan hijab bukan hal baru, saat Amaliah memilih mengenakan hijab tetap saja muncul komentar dan pertanyaan dari teman-temannya.

Di antaranya, ujar Amaliah, komentar bahwa Amaliah terlalu dini menggunakan hijab, bahkan ada yang mengatakan jika dia lebih cantik tanpa hijab.

“Namun saya tetap berhijab karena ini perintah agama dan saya merasa terlindungi,” ujar Amaliah, dalam diskusi peringatan World Hijab Day, Kamis, di at America, Jakarta.

Terlebih sejak Desember 2013, Amaliah resmi menyandang status Duta World Hijab Day Indonesia.

Dengan World Hijab Day, Amaliah melakukan berbagai kegiatan untuk mengkampanyekan penggunaan hijab di Indonesia. Di antaranya donasi hijab ke wilayah marginal di Indonesia.

Pada kesempatan yang sama Duta World Hijab Day Malaysia Murshidah Said mengatakan hijaber perlu lebih banyak mengkampanyekan bahwa hijab tak seburuk yang dicitrakan negara-negara barat.

Perempuan berhijab, kata Murshidah, perlu sekolah dan menjadi sosok hebat seperti dokter, pengacara, atau profesi lainnya.

“Kita harus menunjukkan kalau kita tidak terbelakang, kita terdidik,” tegas Murshidah.

Sahar Quesada, perempuan bercadar atau niqabi yang tinggal di New York, Amerika Serikat, sepakat dengan pernyataan Murshidah. Dalam diskusi melalui video conference, Sahar bercerita soal pengalamannya sebagai niqabi di negara barat.

Meski mengenakan niqab dan hanya tampak kedua bola matanya, Sahar tak pernah mendapat perlakuan diskriminatif di New York. Sahar selalu menunjukkan sikapnya yang bersahabat dan bisa berkomunikasi dengan baik.

Suatu hari, tutur Sahar, seorang perempuan pernah bergumam dalam Bahasa Spanyol di belakangnya, mempertanyakan apakah Sahar merasa panas dengan pakaian yang dikenakan.

“Tentu saja saya tidak kepanasan, malah merasa nyaman,” jawab Sahar waktu itu, sambil tersenyum, dalam Bahasa Spanyol.

Perempuan itu kaget, tak menyangka Sahar fasih berbahasa Spanyol. Peristiwa itu justru menjadi momentum bagi Sahar untuk mengkampanyekan bahwa Islam ramah dan terdidik.

“Saya bisa berbagai bahasa, Inggris, Spanyol. Kalau kita terdidik, orang tidak akan peduli apa yang kita pakai,” kata Sahar.

Sahar merupakan instruktur senam berdarah Spanyol yang memeluk Islam sejak 17 tahun lalu, tepatnya dua bulan sebelum peristiwa serangan teroris 11 September 2001.

“Saya memilih Islam dengan hati, agama ini berbeda,” kata Sahar.

Seperti Sahar, niqabi asal Malaysia yang kini tinggal di Eropa, Sofinee Harun, ingin mengkampanyekan Islam yang mengedepankan nilai-nilai humanisme.

Bersama suami, Sofinee membuka dapur darurat dan memberikan makanan gratis bagi ribuan pengungsi di Calais, Prancis. Para pengungsi itu dari berbagai negara seperti Pakistan, Suriah, Irak, juga berbagai negara lainnya.

Peringatan World Hijab Day diinisiasi oleh Nazma Khan, penduduk New York, pada 1 Februari 2013.

Nazma memprakarsai gerakan ini untuk menciptakan dunia yang lebih damai dengan saling menghormati, apapun identitas agamanya.

Organisasi ini mengajak warga global untuk mengenakan hijab selama sehari sebagai solidaritas terhadap perempuan berhijab.

Saat ini World Hijab Day memiliki duta di 45 negara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Peringatan World Hijab Day tahun lalu melibatkan lebih dari 150 negara.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.