LSM ungkap industri batu giok jadi sumber dana rezim kudeta Myanmar
Menurut laporan Global Witness, salah satu pihak yang diuntungkan dari korupsi pada perdagangan batu giok adalah keluarga pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing

Jakarta Raya
JAKARTA
Lembaga swadaya masyarakat menemukan industri batu giok menjadi sumber dana bagi rezim kudeta Myanmar.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Global Witness, ketidakstabilan setelah kudeta militer di Myanmar membuka jalur baru untuk korupsi di industri batu giok seiring memburuknya aturan hukum.
Global Witness mengungkapkan militer Myanmar siap untuk memulai kembali izin pertambangan batu giok yang sebelumnya ditangguhkan demi menghasilkan uang secara cepat guna membiayai pemerintahannya yang tidak sah.
Pada 2016, pemerintahan di bawah partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menangguhkan izin penambangan batu giok dan berjanji mereformasi industri tersebut.
Saat izin ditangguhkan, konglomerat militer Myanma Economic Holdings Limited (MEHL) merupakan pemegang izin tambang batu giok dan permata terbesar.
“Cengkeraman militer di sektor batu giok begitu kuat sehingga hampir mustahil untuk membeli batu giok tanpa memberikan uang kepada para jenderal dan sekutu mereka,” ungkap Penasihat Kebijakan Myanmar di Global Witness, Keel Dietz, dalam keterangannya, Selasa.
Menurut laporan Global Witness, salah satu pihak yang diuntungkan dari korupsi pada perdagangan batu giok adalah keluarga pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing.
Anak Min Aung Hlaing, kata Global Witness, dituduh menerima suap untuk memfasilitasi penambangan batu giok.
Di samping militer, Global Witness menemukan semakin banyak kelompok etnis bersenjata yang terlibat dalam perdagangan batu giok.
Kelompok yang dimaksud yakni Organisasi/Tentara Kemerdekaan Kachin (KIO/A), Partai/Tentara Negara Bagian Wa Bersatu (UWSP/A), dan Tentara Arakan (AA).
Investigasi Global Witness menunjukkan uang dari batu giok disalurkan untuk perdagangan senjata serta membiayai perang kelompok etnis bersenjata melawan militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine dan Chin.
Menurut perkiraan Global Witness, hampir 90 persen batu giok Myanmar diselundupkan ke luar negeri, kebanyakan ke China.
Sementara, warga lokal di lokasi tambang batu giok menderita akibat konflik kekerasan, penindasan pascakudeta, longsor yang mematikan, serta epidemi narkotika.
Global Witness meminta komunitas internasional segera melarang seluruh impor batu giok dan permata yang ditambang di Myanmar, di mana China turut memiliki peran kunci.
Menurut mereka, prioritas komunitas internasional saat ini adalah menghentikan kudeta dan memastikan pemerintah yang demokratis kembali berkuasa.
“Bagian penting dari ini adalah memotong aliran keuangan ke militer melalui sanksi yang ditargetkan pada kepentingan ekonomi mereka, termasuk sektor batu giok,” ujar Keel.
Global Witness juga meminta Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) pro-demokrasi Myanmar mengembangkan visi inklusif untuk masa depan industri batu giok.
Selanjutnya, Global Witness meminta kelompok etnis bersenjata bekerja dengan pihak-pihak terkait untuk menyusun rencana pemanfaatan sumber daya alam yang menguntungkan warga lokal dan melindungi lingkungan.
“Tidak akan ada perdamaian atau demokrasi selama orang-orang bersenjata mengendalikan kekayaan besar yang dihasilkan oleh salah satu kekayaan alam terbesar Myanmar,” ucap Keel.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan pemerintah Liga Nasional untuk Demokrasi pada Februari.
Hingga 28 Juni, kelompok masyarakat sipil mencatat pasukan militer telah menewaskan 883 orang sejak kudeta.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.