Türkİye, Dunia

Kesepakatan maritim dan militer Turki ubah nasib Libya

Kesepakatan maritim antara Turki dan Libya juga telah mengubah keseimbangan di Mediterania Timur

Muhammad Abdullah Azzam  | 28.11.2020 - Update : 30.11.2020
Kesepakatan maritim dan militer Turki ubah nasib Libya Ilustrasi. (Foto file-Anadolu Agency)

Ankara

Enes Canli

ANKARA

Saat Libya melewati masa kritis, dua kesepakatan yang ditandatangani pada 27 November 2019 di bidang batas yurisdiksi maritim dan kerja sama keamanan militer mengubah nasib Libya.

Turki telah mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), yang didirikan pada akhir 2015 di bawah perjanjian Suheyrat, yang merupakan penandatangan pihak-pihak di Libya untuk solusi politik, dan GNA diakui PBB sebagai pemerintahan yang sah di Libya.

Jenderal Khalifa Haftar, pemimpin pasukan tidak sah di Libya, telah menguasai lebih banyak wilayah di dalam negeri dengan paksa, yang juga didukung oleh beberapa negara Eropa dan kawasannya.

Harapan untuk solusi politik untuk krisis telah tumbuh kembali ketika warga Libya bersiap untuk konferensi dialog yang dipimpin PBB pada April 2019.

Namun ketika Haftar, yang mendapat dukungan dari negara-negara kawasan seperti Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Prancis, memerintahkan milisinya untuk merebut ibu kota pada April 2019, Libya yang dilanda ketidakstabilan terseret ke dalam lubang kekerasan lagi.

Haftar tiba di gerbang ibu kota Tripoli dengan dukungan keuangan, senjata berat, tentara bayaran, kendaraan udara tempur tanpa awak (UCAV), pesawat tempur, dan penasihat militer melalui pendukung regionalnya.

Sejak awal, Turki mengumumkan dukungannya kepada pemerintah Libya untuk melawan upaya kudeta Khalifa Haftar, pendukung regionalnya.

Setelah pembicaraan antara Perdana Menteri Libya Fayez al-Sarraj, yang mengunjungi Turki pada 27 November 2019, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, kedua negara menandatangani MoU tentang batasan yurisdiksi maritim dan kerja sama keamanan militer.


- Kesepakatan menggerakkan keseimbangan regional

Negara-negara kawasan yang menyandarkan kepentingan mereka pada Haftar dan kendalinya atas negara itu secara paksa, meningkatkan perlawanan mereka terhadap perjanjian antara Turki dan Libya, sementara Haftar mengintensifkan serangan bersenjatanya di ibu kota Tripoli sebelum perjanjian itu berlaku.

Selama periode ini, laporan yang mengatakan tentara bayaran yang berafiliasi dengan perusahaan keamanan swasta Rusia Wagner terlibat dalam barisan Haftar.

Selain dukungan dari Wagner, UCAV yang disediakan oleh UEA memperkuat dominasi udara Haftar, membantunya meningkatkan serangannya ke Tripoli, termasuk permukiman sipil.

Ratusan warga sipil tewas dalam serangan ini. Ratusan ribu warga sipil juga meninggalkan rumah mereka di Tripoli.


- Parlemen Turki meratifikasi mosi untuk mengirim pasukan ke Libya

Parlemen Turki mengadakan pertemuan luar biasa pada 2 Januari 2020 untuk memberikan suara tentang pengiriman pasukan ke Libya, dan mosi itu diadopsi dengan suara mayoritas.

Pakar militer Turki tiba di Libya dan mulai memberikan konsultasi militer kepada tentara Libya, sementara Haftar mengintensifkan serangannya ke ibu kota, khawatir keseimbangan dalam perang akan berubah.

Pada 4 Januari, UCAV milik pasukan Haftar menyerang sekelompok pemuda yang berjalan di luar sekolah menengah militer Hadba, selatan Tripoli, menewaskan sedikitnya 30 orang.

Pada 6 Januari pagi-pagi sekali, pasukan Haftar melancarkan serangan serentak ke kota Sirte, 450 kilometer barat Tripoli, dari beberapa tempat lainnya.

Haftar, yang merebut kota strategis di Libya, mendorong upayanya lebih jauh untuk merebut ibu kota dengan kekerasan.


- Turki dan Rusia menyerukan gencatan senjata

Turki dan Rusia setelah pembicaraan menyerukan gencatan senjata bersama, efektif 12 Januari. Pemerintah Libya menanggapi secara positif seruan tersebut, sementara Haftar menyetujui gencatan senjata hanya beberapa menit sebelum tengah malam pada 12 Januari.

Pada 14 Januari, kedua pihak bertemu di ibu kota Rusia, Moskow, untuk mengubah gencatan senjata menjadi kesepakatan. Sementara pemerintah Libya menandatangani gencatan senjata, Haftar meninggalkan Moskow pada tengah malam tanpa menandatanganinya, yang juga membingungkan tuan rumah Rusia-nya.

Karena milisi Haftar terkadang melanggar gencatan senjata di garis depan, mata tertuju pada konferensi tentang Libya yang ditetapkan pada 18 Januari di Berlin, yang juga akan dihadiri oleh pihak Libya yang terlibat konflik.

Tetapi kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Haftar, yang sebelumnya mengendalikan fasilitas produksi minyak di timur negara itu, mengumumkan bahwa mereka menghentikan produksi minyak di negara itu, mengklaim bahwa pemotongan minyak adalah "gerakan populer".

Hal ini menimbulkan kritik bahwa Haftar menggunakan sumber utama ekonomi negara itu sebagai kartu truf politik sehari sebelum Konferensi Berlin.

Konferensi tersebut masih diadakan di ibu kota Jerman, Berlin pada 18 Januari dengan partisipasi 12 negara dan empat organisasi internasional untuk melakukan gencatan senjata permanen dalam perang. Ketika para pemimpin dan aktor Libya membahas krisis di negara itu, milisi Haftar tidak mundur dari serangan mereka ke ibu kota.

Haftar, yang meninggalkan konferensi itu lagi tanpa menandatangani perjanjian gencatan senjata, mengisyaratkan bahwa dia akan melanjutkan serangannya, dan kekerasan di negara itu tidak berhenti di Tripoli dan bagian lain Libya.


- Pemerintah Libya meluncurkan Operasi Badai Perdamaian

PBB telah mengusulkan gencatan senjata kemanusiaan pada 22 Maret kepada pihak-pihak yang bertikai di Libya atas wabah Covid-19 yang telah mencengkeram dunia.

Pemerintah Libya menerima proposal tersebut. Pihak Haftar juga mengumumkan bahwa mereka telah menerima seruan tersebut, tetapi dalam beberapa menit kemudian mereka melakukan serangan roket yang intens ke Tripoli.

Kasus pertama virus korona di Libya terdeteksi pada 23 Maret lalu. Beberapa langkah pembatasan telah diambil oleh pemerintah, termasuk jam malam.

Milisi Haftar melakukan salah satu serangan paling intens dalam periode baru-baru ini terhadap permukiman sipil di Tripoli, termasuk rumah sakit, hanya satu hari setelah infeksi Covid-19 pertama terdeteksi.

Pasukan pemerintah telah lama bertahan melawan milisi Haftar, yang menargetkan rumah sakit lapangan, dokter, sekolah, lembaga pemerintah, dan tempat tinggal sipil.

Tetapi tentara Libya melancarkan Operasi Badai Perdamaian, mengumumkan bahwa mulai 25 Maret mereka bergerak dari posisi bertahan ke posisi ofensif "untuk melindungi nyawa warga sipil".

Pada fase pertama operasi yang diluncurkan oleh tentara Libya, milisi Haftar menunjukkan pertahanan yang tangguh. Namun, seiring waktu, garis pertahanan Haftar mulai runtuh.

Pada 13 April, pemerintah Libya membersihkan area seluas 3.000 kilometer persegi - membentang dari ibu kota Tripoli ke perbatasan Tunisia di barat negara itu - dari milisi Haftar.

Sebagai bagian dari Operasi Badai Perdamaian pemerintah Libya, sejumlah besar pesawat, helikopter, UCAV, dan sejumlah tank, meriam, kendaraan lapis baja, senjata berat, serta fasilitas yang digunakan oleh milisi yang terkait dengan Haftar dihancurkan.

Setelah mengalami banyak korban di lapangan, milisi Haftar berusaha membalas dendam dengan menembaki permukiman sipil di Tripoli.


- Haftar mulai menarik diri

Haftar, yang mempertahankan posisinya dengan memperluas wilayah yang dikuasainya di dalam Libya dengan kekerasan, mencari dukungan internasional dan lebih banyak sekutu.

Namun, setelah kekalahannya di bagian barat negara itu, otoritas Haftar di wilayah yang dikuasainya juga ditantang. Setelah kekalahannya, Haftar memanggil para pendukungnya untuk turun ke jalan untuk memutuskan siapa yang akan memimpin negara dan kemudian mengumumkan bahwa dia telah menerima "panggilan", dan mengumumkan bahwa dirinya telah mengambil alih negara itu pada 27 April.

Tetapi upaya kudeta Haftar terhadap sekutunya memicu reaksi internasional dan tidak mendapatkan dukungan di dalam negeri.

Pada 18 Mei, tentara Libya, setelah operasi sukses lainnya, juga mengambil alih pangkalan udara strategis Al-Watiya yang terletak 140 km barat daya Tripoli di area seluas 50 kilometer persegi, yang dapat mengerahkan ribuan pasukan tanpa dukungan eksternal, termasuk landasan pacu pesawat militer, hanggar, kapal tanker bahan bakar, dan depot kendaraan.

UCAV yang melekat pada tentara Libya melakukan lebih dari 100 serangan udara di tempat milisi Haftar, depot senjata, kendaraan bersenjata, dan truk amunisi di sekitar Pangkalan Udara Al-Watiya.


- Haftar kehilangan harapan untuk merebut Tripoli

Milisi Haftar telah meningkatkan serangan membabi buta terhadap warga sipil di kota dari posisi mereka di selatan ibu kota Tripoli.

Menuju ke selatan ibu kota Tripoli untuk menyingkirkan milisi Haftar, tentara Libya dengan cepat mengusir milisi Haftar dari seluruh Tripoli dalam beberapa hari pada awal Juni, kemudian dari kota Tarhuna dan kota Bani Walid, di selatan ibu kota.

Tentara Libya kemudian mengambil kendali atas pusat populasi sosial, administratif, dan perdagangan utama di bagian barat negara itu.

Tentara Libya maju hingga kota Sirte, 450 kilometer barat ibu kota Tripoli. UCAV dan pesawat tempur internasional tak dikenal di barisan Haftar menghentikan gerakan maju tentara Libya.


- Militer Turki membersihkan alat peledak yang ditinggalkan tentara bayaran Haftar

Tim pasukan Turki membersihkan banyak ranjau, bahan peledak rakitan, dan amunisi yang ditanam oleh milisi dan tentara bayaran Haftar di daerah sipil saat mereka mundur ke selatan Tripoli.

Setelah penyelamatan permukiman yang diduduki milisi Haftar, terutama Tripoli, untuk memastikan pemulangan yang aman bagi warga sipil ke rumah mereka, para ahli penjinak bom dari darat, laut, angkatan udara, dan Pasukan khusus Turki terus bekerja untuk menormalkan kehidupan dengan membersihkan area bahan peledak dan ranjau.

Angkatan Bersenjata Turki juga mempercepat pelatihan tentara Libya di daerah-daerah ini.

Kerja sama militer antara kedua negara membuka jalan bagi pemulangan warga sipil yang aman ke rumah mereka.


- Keseimbangan di lapangan membantu dialog politik

Berkat kerja sama Turki-Libya, yang diperkuat melalui nota kesepahaman antara Ankara dan Tripoli, keseimbangan militer di sana membuat Haftar berubah.

Ketika pemerintah Libya membersihkan pusat-pusat populasi utama di selatan ibu kota dan di barat negara itu dari milisi Haftar, para aktor internasional yang membangun keseimbangan di Libya setelah Haftar merebut ibu kota dan pemerintahan dengan paksaan melihat bahwa Haftar tidak dapat memenuhi janji ini.

Pendukung Haftar, termasuk UEA, Mesir, Prancis, dan terutama aktor internasional seperti Rusia, lebih suka mengejar kepentingan mereka dengan aktor politik, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang berbasis di Tobruk, Aguila Saleh - yang juga merupakan tokoh sah di bawah perjanjian Suheyrat - bukan Haftar.

Pemerintah Libya memperhatikan bahwa gelombang kekerasan baru akan dimulai jika mereka maju ke poros Sirte di bawah kendali milisi Haftar dengan dukungan Rusia dan UEA. Dinamika politik di Sirte menghasilkan keseimbangan kekuatan baru.

Akibat tekanan dari komunitas internasional, Perdana Menteri Libya Sarraj dan Ketua Aguila Saleh mengumumkan gencatan senjata bersama pada 21 Agustus.

Langkah tersebut menciptakan lingkungan positif di Libya, di mana kedua pihak mengumumkan bahwa mereka akan tetap berkomitmen setelah konflik yang lama. Produksi minyak, sumber utama perekonomian negara, kembali dilanjutkan.

Setelah gencatan senjata, negosiasi di berbagai bidang untuk menyelesaikan krisis Libya dan pencarian solusi politik diluncurkan.

Setelah satu tahun perkembangan ini, banyak ahli regional dan internasional menekankan bahwa lingkungan saat ini untuk negosiasi dan solusi politik dapat terwujud dengan dukungan Turki ke Libya dan keseimbangan yang dibawa ke lapangan menyusul MoU yang ditandatangani antara Turki dan Libya.


- Target selanjutnya: tentara modern dan profesional

Selama Arab Spring, ketidakmampuan institusi negara yang disebabkan oleh jatuhnya rezim Muammar Gaddafi, terutama kurangnya pasukan modern dan profesional, disebut-sebut sebagai alasan utama di balik banyak masalah Libya baru-baru ini.

Nota kesepahaman tentang kerja sama militer dan keamanan antara Turki dan Libya mencakup bidang-bidang berikut: pelatihan, konsultasi, transfer pengalaman, perencanaan, dukungan material, dan pembentukan Kantor Kerja Sama Pertahanan dan Keamanan bersama di Turki dan Libya, jika ada permintaan.

Kantor ini akan memberikan pelatihan, informasi teknis, dukungan, pengembangan, pemeliharaan, perbaikan, pemulihan, pembuangan, pelabuhan, dan memberikan dukungan konsultasi kepada kedua negara.

Nota kesepahaman tersebut sekaligus mencakup pelatihan keamanan dan militer, praktik atau partisipasi dalam latihan dan pelatihan bersama, keamanan dan pertahanan, terorisme dan pemberantasan migrasi ilegal, pengamanan perbatasan darat, laut, dan udara, pemberantasan penyelundupan dan narkotika, operasi pembersihan bahan peledak.

Selain itu juga ada operasi bantuan bencana alam, pelatihan, pertukaran informasi dan pengalaman serta pelaksanaan operasi bersama di berbagai bidang kerja sama antara para pihak dan kunjungan resmi, struktur organisasi pasukan pertahanan dan keamanan.

Upaya Turki untuk membentuk tentara profesional Libya yang modern dan kegiatan konsultasinya di bidang ini sedang berjalan lancar.

Siswa angkatan pertama dari program pelatihan militer oleh Angkatan Bersenjata Turki untuk tentara Libya telah lulus minggu lalu. Upacara kelulusan diadakan di Tripoli untuk pasukan Libya yang menyelesaikan pelatihan delapan minggu untuk mencapai standar internasional.

Menteri Pertahanan Libya Salah Eddine al-Namrush mengatakan bahwa dengan kelulusan ini, kerjasama militer Libya-Turki membuahkan hasil pertama di bidang pelatihan.


Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.