Kekerasan picu pengungsian massal di Kamerun
Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) mengatakan selama dua tahun berturut-turut, Kamerun menduduki peringkat teratas krisis paling terabaikan di dunia

Cameroon
Rodrigue Forku
YAOUNDE
Pusat Pemantauan Pemindahan Internal (IDMC) mengatakan kekerasan telah memicu pengungsian besar-besaran di Kamerun.
Dalam sebuah pernyataan, IDMC mengatakan secara historis, sebagian besar pengungsian terjadi di Wilayah Utara Jauh, wilayah termiskin di negara itu sekaligus yang paling terdampak oleh pemberontakan kelompok teroris Boko Haram.
Tahun lalu, tujuh dari 10 pengungsi internal (IDP) di Kamerun terpaksa mengungsi karena kekerasan di wilayah barat laut dan barat daya.
"Sejak 2017, badan-badan PBB telah memperingatkan akan adanya tragedi di wilayah barat laut dan barat daya," kata Direktur IDMC Alexandra Bilak.
"Laporan soal ribuan pengungsian sejak awal tahun ini dan serangan sekolah yang menyebabkan kematian anak-anak menunjukkan bahwa kekhawatiran ini sudah menjadi kenyataan."
Negara Afrika Tengah itu telah dirundung kekerasan sejak akhir 2016.
Penduduk di wilayah berbahasa Inggris mengatakan mereka telah terpinggirkan oleh pemerintah pusat dan warga yang mayoritas berbahasa Prancis, sehingga mereka menyerukan kemerdekaan atau kembali ke negara bagian federal.
Tahun lalu, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) mengatakan bahwa selama dua tahun berturut-turut, Kamerun menduduki peringkat teratas krisis paling terabaikan di dunia.
“Banyak IDP mencari tempat berlindung yang aman di kota-kota besar Kamerun. Namun di sana mereka menghadapi serangkaian tantangan baru dalam mengakses layanan dan pekerjaan dan seringkali kembali mengungsi akibat bencana," jelas Bilak.
Pada Agustus 2020, banjir terburuk dalam beberapa dekade menyebabkan hampir 5.000 orang kehilangan tempat tinggal di ibu kota ekonomi Kamerun, Douala.
IDMC mengatakan bahwa tahun lalu, banjir juga melanda Wilayah Utara Jauh yang semi-gersang, di mana mereka memaksa orang-orang yang telah mengungsi dari daerah konflik untuk pindah lagi.