Dunia

Jutaan orang berjalan kaki ke Irak untuk peringati hari Arbain

Jutaan umat Syiah dari seluruh dunia ikut serta dalam perjalanan menuju Karbala untuk memperingati wafatnya Imam Hussain, cucu Nabi Muhammad

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 29.10.2019 - Update : 30.10.2019
Jutaan orang berjalan kaki ke Irak untuk peringati hari Arbain Ilustrasi: Perayaan Hari Arbain di Karbala, utara Irak pada 2014 lalu. (Ayman Yaqoob - Anadolu Agency)

İran

Syed Zafar Mehdi

TEHERAN

Menantang udara panas yang hebat, badai pasir dan situasi keamanan yang genting, jutaan Muslim Syiah dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat dengan berjalan kaki.

Acara tahunan ini yang menjadi topik pembicaraan dalam beberapa tahun terakhir ini dikenal sebagai ziarah Arbain, yang jatuh pada 40 hari setelah Asyura, hari yang dikenal dengan peristiwa tragis Karbala, ketika Hussain, cucu Nabi Muhammad, terbunuh pada 10 Oktober 680.

Perjalanan sepanjang 80 km dari Najaf ke Karbala di Irak berlangsung minggu ini dan diikuti oleh jutaan orang dari berbagai negara, termasuk Turki.

Menurut pejabat Irak, perjalanan Arbain secara luas digambarkan sebagai pertemuan tahunan terbesar dengan peserta dari seluruh dunia yang jumlahnya terus bertambah setiap tahun.

Orang-orang yang bergabung dengan barisan itu dengan bangga memegang bendera dari negara mereka masing-masing dan berbaris bersama. Mayoritas dari mereka berasal dari Iran, Lebanon, Azerbaijan, Pakistan, India, Turki, Suriah, Indonesia dan beberapa negara Eropa.

Seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri Irak mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa total peserta tahun ini menembus jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya karena visa gratis diberlakukan untuk para peziarah Iran.

Seluruh perjalanan sepanjang 50 mil dari Najaf ke Karbala ditandai dengan 1.400 tiang, sesuai dengan jumlah tahun yang telah berlalu sejak peristiwa Karbala.

Dibutuhkan sekitar dua hari dan dua malam untuk menyelesaikan perjalanan tergantung pada kecepatan dan waktu istirahat. 

Sangat menginspirasi

Selama satu minggu sebelum peringatan Arbain, setiap hari puluhan ribu orang mulai berjalan, termasuk wanita, anak-anak dan orang tua. Mereka berjalan terus menerus dari satu kota ke kota lain, siang dan malam, untuk menunjukkan tekad yang luar biasa guna menegakkan tujuan dari perjalanan tersebut.

Raghib Hussain datang jauh-jauh dari Gilgit, Pakistan, untuk berpartisipasi dalam perjalanan tahun ini. Dia menyebutnya pengalaman yang mengubah hidupnya.

"Di sini adalah tempat berkumpul. Kebangsaan yang berbeda, budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda. Yang menyatukan kita semua adalah tujuan kita bersama, untuk menyelamatkan umat manusia dari semua jenis kejahatan," ujar Hussain kepada Anadolu Agency.

"Saya tidak bisa melupakan momen ini. Ini adalah pengalaman emosional," tambah dia.

Anna Fatemeh dari Azerbaijan mengatakan dia melihat ritual ini lebih dari sekedar pertemuan keagamaan.

"Saya telah melakukannya selama tiga tahun terakhir dan setiap kali pengalamannya sangat menakjubkan," kata dia. 

"Perjalanan ini adalah milik semua orang yang memandang dirinya sendiri sebagai juru kampanye kebenaran, keadilan dan kebebasan. Ini adalah jalan untuk kemanusiaan,” tambah Fatemeh. 

Sebagai bentuk dukungan 

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah peziarah Arbain telah meningkat pesat. Bahkan banyak orang-orang non-Muslim ikut bergabung.

"Saya telah merencanakan untuk bergabung dengan perjalanan ini selama dua tahun dan akhirnya saya berhasil," kata James, seorang mahasiswa berusia 30-an dari Inggris.

Ali Mehdi, yang berasal dari Houston, Amerika Serikat, mengatakan bahwa Karbala mengajarkan untuk mengatakan kebenaran kepada kekuatan dan memberikan suara kepada mereka yang tidak bersuara.

"Jalan ini adalah seruan untuk mendukung mereka yang lemah, tak berdaya dan tertindas di mana-mana," kata Mehdi. 

Sejak pawai tahun lalu, jumlahnya sudah naik. Masih ada kekhawatiran tentang keamanan yang tersisa, tetapi ancaman Daesh dan kelompok afiliasinya kini telah dihilangkan.

"Warisan Karbala adalah warisan kebenaran versus kepalsuan, benar versus kekuatan, keadilan versus penindasan, kejayaan versus ketidaktahuan, jadi sudah sepantasnya bahwa sebuah demonstrasi di Arbaeen didedikasikan untuk kaum tertindas di seluruh dunia," kata Sheikh Zarie Khormizi, seorang cendekiawan Islam dari Iran sambil berjalan. 

Keramahan Irak 

Di Najaf, tempat perjalanan dimulai, selama lebih dari seminggu, jalanan dipenuhi oleh orang-orang yang datang dari berbagai belahan dunia.

Penduduk setempat telah mendirikan kios-kios yang menyediakan minuman manis, buah-buahan dan makanan bagi para pengunjung.

Sepanjang jalan dari Najaf ke Karbala, kios-kios didirikan oleh penduduk setempat, badan amal, masjid dan lembaga bantuan asing untuk memastikan tidak ada tamu yang haus atau kelaparan.

Para juru masak menyiapkan daging domba rebus, ikan bakar, kacang-kacangan, roti dan nasi dalam jumlah besar.

Ada tenda-tenda darurat kecil yang dilapisi kasur busa dan selimut wol untuk orang-orang beristirahat atau tidur.

Bagi mereka yang lelah, ada tukang pijat yang memberi mereka pijatan yang cepat dan menyegarkan.

Ada juga kamar mandi darurat untuk mandi dan mobil ambulans jika terjadi keadaan darurat medis.

Siang hari relatif panas dan malam sangat dingin. Di setiap langkah, ada tuan rumah ramah yang mengajak pengunjung untuk duduk menikmati teh hitam Irak dan makanan ringan atau berhenti untuk tidur siang.

"Luar biasa cara mereka memperlakukan tamu di Arbain. Orang-orang ini telah mendefinisikan kembali seluruh konsep keramahan, di mana tuan rumah merasa terhormat melayani tamunya yang benar-benar asing," kata Hussein Al-Hadi, seorang peziarah dari Lebanon. 

Di sebuah warung pinggir jalan kecil, sepasang suami istri berusia 30-an dari desa setempat menyediakan teh dan kurma segar untuk para peziarah.

Sang suami mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa melayani tamu merupakan hak istimewa baginya.

"Saya menyisihkan uang setiap bulan dari penghasilan saya yang sedikit untuk melayani para tamu selama Arbain. Saya rela kelaparan untuk memastikan para tamu tidak punya alasan untuk mengeluh," ungkap dia.

Selama hampir sepuluh hari, rakyat Irak membuka hati mereka untuk para peziarah meskipun mereka sendiri sedang menghadapi masalah ekonomi.

"Kami ingin mengakhiri korupsi dan kami ingin pekerjaan bagi pemuda berpendidikan yang menganggur," ujar Hussein al-Amiri, seorang siswa dari kota Basra.

"Pada saat yang sama, kita akan terus melayani tamu-tamu kita, para peziarah Arbain, dengan cara sebaik mungkin," tambah dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.