
London, City of
Ahmet Gurhan Kartal
LONDON
"Yerusalem adalah ibu kota Palestina" terlepas dari segala upaya untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Minggu.
Pernyataan itu disampaikan saat makan malam yang diselenggarakan oleh TURKEN Foundation di London, Inggris.
Erdogan mengatakan bahwa 128 negara di majelis umum PBB telah menentang keputusan administrasi Amerika Serikat untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.
Hanya beberapa negara saja yang mendukung keputusan itu sebagai "balas jasa" atas bantuan keuangan yang disalurkan AS ke negara-negara itu.
"Yerusalem, khususnya Yerusalem Timur adalah ibu kota Palestina. Kami meyakini hal tersebut sebagaimana adanya," ujar Erdogan.
- Krisis pengungsi
Erdogan mengatakan, "Krisis pengungsi telah menghantam beberapa negara hingga menunjukkan wajah asli mereka,"
"Sementara Turki melalui salah satu uji kemanusiaan tersulit dalam 25 tahun terakhir, sebagian besar negara-negara Barat justru gagal lolos," tambah dia.
Presiden Turki menambahkan: "Sebagai Muslim, kami memimpin mereka yang paling terdampak dari proses perubahan ini. Beberapa negara saudara seperti Suriah, Irak, Yaman, Libya, dan Afganistan telah menjadi lahan praktik kekuatan-kekuatan imperial,"
Menurut Erdogan, sebagian besar perpustakaan, masjid, pasar dan permukiman di Homs, Aleppo, Basra dan Sana'a telah dihancurkan.
Sejak tahun 2003, lebih dari 1,5 juta orang tewas di Irak sejak dan 1 juta lainnya tewas di Suriah dalam krisis Suriah yang telah berlangsung selama lebih dari 7 tahun.
- Islamofobia, rasisme, xenofobia
Presiden Erdogan juga menekankan bahwa hampir 13 juta warga Suriah, termasuk 3,5 juta yang menetap di Turki, harus meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di negara lain.
Menurut dia, mereka yang mencari perlindungan ke negara-negara Eropa harus menghadapi pengalaman yang jauh dari harapan mereka.
"Mereka menghadapi rasisme, Islamofobia dan xenofobia di negara-negara yang mengklaim sebagai tempat lahirnya demokrasi," tandas Erdogan.
“Ketika kita melihat negara-negara Eropa, mereka tidak menganggap imigran Suriah, Asia, dan Afrika sebagai orang-orang yang tertindas, melainkan sebuah ancaman. Terutama xenophobia dan Islamophobia menjadi penyakit sosial yang lebih besar daripada anti-Semitisme pada akhir 1930-an," jelas dia.
- Solidaritas Inggris
Erdogan juga mengapresiasi aktivitas-akivitas TURKEN Foundation yang membantu Turki meningkatkan kerja sama dengan LSM dan komunitas Muslim di Inggris.
“Kami memandang betapa berharganya hubungan yang didirikan oleh yayasan kami, terutama setelah upaya kudeta pada 15 Juli 2016. Di masa-masa kritis, saudara-saudara kita di Inggris menunjukkan solidaritas mereka,”
Menurut Erdogan, Perdana Menteri Theresa May dan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyatakan solidaritas mereka dalam panggilan telepon setelah upaya kudeta oleh organisasi teror FETO. Bahkan, Alan Duncan, Menteri Inggris untuk Eropa dan Amerika, menjadi politikus Barat tingkat tinggi pertama yang mengunjungi Turki, hanya 5 hari setelah upaya kudeta.
“Saya percaya hubungan Turki-Inggris akan semakin mesra setelah kunjungan kami ini," tambah dia.
Makan malam itu juga dihadiri oleh Kepala Staf Umum Jenderal Hulusi Akar, Wakil Perdana Menteri Mehmet Simsek, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Menteri Uni Eropa dan Kepala Negosiator Omer Celik, Menteri Ekonomi Nihat Zeybekci, Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul, Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Berat Albayrak, Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu, Menteri Pariwisata Numan Kurtulmus, Menteri Pertahanan Nasional Nurettin Canikli, Juru Bicara Presiden Ibrahim kalin, Direktur Umum Anadolu Agency Senol Kazanci, dan Direktur Umum TRT Ibrahim Eren.
Sejumlah tokoh masyarakat dari LSM dan kelompok Muslim Inggris juga hadir saat makan malam.
Presiden Erdogan juga bertemu dengan pesepak bola Liga Premiere Cenk Tosun, İlkay Gundogan dan Mesut Ozil selama acara tersebut.
Pada Minggu, Erdogan juga menghadiri sesi penutupan Forum Tatli Dill ke-7, dan hari ini akan menemui sejumlah investor Inggris.