Bank Indonesia: Perdagangan dengan China tak terpengaruh devaluasi yuan
Bank Indonesia berjanji akan selalu siaga di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap sesuai fundamentalnya, di tengah devaluasi yuan yang bisa menggerus nilai tukar rupiah

Jakarta Raya
Iqbal Musyaffa
JAKARTA
Bank Indonesia mengatakan perdagangan Indonesia dengan China tidak terlalu terpengaruh oleh devaluasi yuan yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan porsi perdagangan Indonesia dengan China bukan ditentukan dari sisi nilai tukar.
“Jadi transaksi ekspor impor kita memang dalam jangka pendek tidak begitu terkait pada devaluasi mata uang, tapi lebih kepada permintaan dan dari sisi kualitas barangnya sendiri,” jelas Dody dalam seminar di Jakarta, Senin.
Menurut dia, devaluasi yuan tergantung dengan kebijakan dari pemerintah China yang mengatakan bahwa ini merupakan bagian dari mekanisme pasar sehingga yan melemah, atau bisa juga menjadi salah satu bagian dari upaya China mendevaluasi mata uang untuk keperluan perdagangan.
Dody mengatakan Indonesia terus berupaya mendorong pertumbuhan ekspor melalui perluasan pasar dan kerja sama bilateral.
Pada triwulan II tercatat ekspor tumbuh negatif 1,81 persen (yoy) sementara pada triwulan II tahun lalu masih dapat tumbuh 7,65 persen.
Dody mengatakan Bank Indonesia akan selalu siaga di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap sesuai fundamentalnya, di tengah devaluasi yuan yang bisa meningkatkan risiko di pasar keuangan dan menggerus nilai tukar rupiah.
Menurut Dody, BI tetap akan melakukan intervensi do pasar spot, pasar valas berjangka, dan DNDF.
“Kami akan menjaga likuiditas pada tingkat yang memadai dan memastikan mekanisme pasar berjalan,” lanjut dia.
Dody juga beranggapan pelemahan mata uang China tidak akan terjadi terus menerus karena apabila pelemahannya terjadi semakin dalam, maka akan berdampak negatif pada permintaan domestik negara tersebut.
Dia beranggapan China juga perlu untuk menopang permintaan domestiknya, sehingga risiko perang mata uang tidak besar, terlebih di tengah permintaan global yang melemah.
Sebagai informasi, People’s Bank of China atau bank sentral China telah membantah dugaan sengaja melakukan devaluasi yuan dengan mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar yuan terjadi secara drastis dalam beberapa waktu terakhir.
Bank sentral China mengatakan volatilitas tersebut merupakan reaksi pasar dalam menanggapi rencana kenaikan tarif impor yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
Pernyataan tersebut sekaligus merespon tudingan dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan bahwa China memanipulasi mata uangnya setelah nilai tukar yuan berada pada posisi terlemahnya sejak 3 Desember 2018 di posisi CNY6,92/dolar AS.
Nilai tukar yuan juga sempat menyentuk titik terendah sejak Maret 2008 pada tanggal 7 Agustus lalu di posisi CNY7,03/dolar AS. Pada hari ini, nilai tukar yuan terpantau sebesar CNY7,06/dolar AS.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.