Surga para pecinta kopi dari desa sejuk Cikole
Tercatat, sudah turis dari 65 negara yang datang ke sini, salah satunya Turki

Jakarta Raya
Pizaro Gozali
JAKARTA
Di sebuah gerai kopi ternama di salah satu mal di Jakarta terpampang iklan: ‘The Most Expensive Coffee’.
Iklan yang tak lazim. Tapi dengan promosi begitu justru peminat kopi luwak ini sangat tinggi, terutama di luar negeri.
Harga tak masalah yang penting rasa, begitu kira-kira prinsip para peminat kopi.
Meski kopi luwak bukan barang asing di telinga kebanyakan dari kita, tapi tak banyak orang tahu bahwa satu desa di Jawa Barat penghasil kopi yang diambil dari kotoran musang ini.
Kampung Babakan, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Bandung, adalah tempat di mana sejumlah musang luwak ditangkarkan, untuk menelan biji kopi dan kemudian diambil lagi dari kotorannya. Namanya, Kopi Luwak Cikole.
Luwak Cikole telah mendunia. Tercatat, turis dari 65 negara yang sudah datang ke sini, salah satunya Turki.
“Mereka bilang kopinya beda dari yang lain dan tak ditemukan di negaranya,” kata Sugeng Pujiono pemilik kopi kepada Anadolu Agency akhir pekan lalu di Lembang, Jawa Barat.
Kopi luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari sisa kotoran luwak atau musang (Paradoxurus).
Namun di Kopi Luwak Cikole, Sugeng menawarkan suguhan berbeda bagi setiap pencinta kopi.
Selain menikmati kopi, pengunjung juga dapat melihat langsung tempat penangkaran dan proses produksinya.
Bahkan, para pengunjung juga dapat berinteraksi langsung dengan luwak untuk mengetahui lebih jauh perilaku hewan mamalia ini.
“Saya tidak hanya ingin sekedar menjual kopi, tapi juga memberikan edukasi,” kata dokter hewan jebolan Universitas Airlangga, Surabaya ini.
Sugeng menjelaskan awalnya produksi Kopi Luwak Cikole dimulai pada 2012. Saat itu, Sugeng memiliki 10 ekor luwak di kandangnya.
Namun seiring berjalannya waktu, Sugeng mulai mengembangkan luwaknya sehingga kini memiliki lebih dari 100 ekor.
Tiap ekor luwak menghuni kandang berukuran 2 x 4 meter.
“Proses peternakannya kita kawinkan,” kata pria berumur 56 tahun ini.
Khasiat kesehatan
Berbeda dengan kopi lainnya, Sugeng menawarkan kandungan khusus yang tak ditemukan pada kopi umumnya.
Menurut Sugeng, jika kopi biasa memiliki kandungan kafein 2 persen, Kopi Luwak Cikole memiliki kandungan 0.2 persen.
“Jadi kafeinnya lebih rendah dibandingkan kopi biasa,” terang dia.
Sugeng menerangkan tingkat kafein yang rendah akan mengurangi rasa pahit pada kopi.
Selain itu, rendahnya kadar kafein membuat Kopi Luwak Cikole aman dikonsumsi bagi orang dengan masalah lambung dan jantung.
Sugeng mengatakan khasiat kopi luwak juga dapat mencegah alzheimer, kanker, dan batu empedu.
“Kopi luwak juga bagus untuk kulit, meningkatkan stamina, dan metabolisme tubuh,” terang dia.
Untuk menghilangkan rasa penasaran soal cita rasa kopi luwak ini, Sugeng telah mendirikan kafe dengan alunan musik sunda.
Pengunjung dapat mencicipi kopi luwaknya hanya dengan merogoh Rp.50.000 untuk satu cangkir kopi.
Menu tentukan kualitas kopi
Lalu bagaimana proses membuat beraroma khas ini? Menurut Sugeng, produksi kopi luwaknya dilakukan dengan cara sederhana.
Awalnya, kata Sugeng, luwak memakan buah kopi masak yang berwarna merah.
Sensasi kopi yang matang itu membuat rasa manis yang sangat disukai luwak.
Pemberian biji kopi hanya dilakukan 2 kali seminggu.
“Kopi yang dimakan luwak ini bukan makanan utama, hanya cemilan saja,” kata pria asal Gresik ini.
Sedangkan makanan utama luwak adalah buah-buahan, madu, susu, ayam, dan telur. Nutrisi ini sangat dijaga oleh Sugeng untuk menjaga kebugaran luwak.
“Jadi menunya lebih sehat dari saya,” kata Sugeng sambal tertawa.
Sugeng menuturkan butuh waktu 12 jam bagi luwak untuk melakukan pencernaan sebelum mengeluarkannya melalui feses.
Proses tersebut dinamakan proses enzymatic yang bertujuan mengurai kandungan-kandungan di dalam biji kopi.
Menurut Sugeng, proses enzymatic ini akan mengubah kadar protein kopi yang tinggi menjadi rendah.
“Kalau proteinnya rendah, kopinya tidak terlalu pahit,” terang Sugeng.
Sugeng menegaskan proses enzymatic ini juga sekaligus dapat menurunkan kadar kafein secara signifikan dari 2 persen menjadi 0.2 persen.
Selain itu, proses enzymatic ini juga membuat biji kopi yang keluar dari feses luwak tidak pecah.
Itulah, kata Sugeng, mengapa kopi luwak berhasil mendapat sertifikasi halal.
Sebab, terang Sugeng, jika ditanam ke tanah, biji kopi luwak dapat kembali tumbuh menjadi pohon.
“MUI bilang ini halal dikonsumsi,” terang Sugeng yang menjelaskan kopinya telah mendapatkan sertifikat halal MUI pada 2013.
Namun demikian, Sugeng tidak dapat memproduksi kopi luwaknya dengan jumlah banyak.
Setiap bulannya, Sugeng hanya mengolah 50 kilogram kopi arabica per bulan yang diperoleh dari Lembang dan sekitarnya.
"Kami tidak olah banyak, karena itu bagian dari prinsip animal welfare,” kata pria yang telah mengunjungi sembilan negara ini untuk menjelaskan kopi luwak.
Banyak kunjungan turis
Hingga kini, total ada 65 negara yang datang mengunjungi Kopi Luwak Cikole di Lembang.
Menurut Sugeng, mayoritas pengunjung berasal dari Asia dan Timur Tengah atau negara-negara Arab.
Mereka datang untuk berburu Kopi Luwak Cikole yang namanya tersohor di mancanegara.
“Namanya lebih terkenal di luar daripada dalam negeri,” kata Sugeng sambil tertawa.
Seorang turis yang datang ke Cikole adalah Chuah Wey Ling.
Perempuan asal Singapura ini mengatakan dia datang karena ingin tahu proses produksi kopi di Indonesia yang terkenal dengan kenikmatan kopi luwaknya.
“Saya membawa keluarga anak saya kesini untuk melihat langsung bagaimana kopi luwak dibuat,” kata Wey Ling.
Pengorbanan Wey Ling datang jauh dari negeri seberang terbayar dengan penjelasan rinci guide Kopi Luwak Cikole.
Kopi dari pegunungan Lembang ini memang menyediakan tour guide yang fasih berbahasa Inggris dan Arab untuk memandu setiap wisatawan asing.
“Di sini langkah-langkah produksi terlihat jelas dan mereka menunjukkan proses yang professional,” jelas Wey Ling.
Sejarah penemuan kopi luwak berawal di Indonesia pada abad ke-18 ketika penjajah Belanda melarang masyarakat untuk memproduksi kopi untuk diri endiri.
Masyarakat lalu menemukan biji kopi yang diekstrak oleh Luwak.
Organisasi pembela hak hewan mengelar kampanye untuk menghentikan produksi dan penjualan Luwak karena mereka mengkritisi penangkaran yang memaksa luwak hidup di kandang kecil dan jauh dari alam bebas.
Indonesia menempati posisi ke-4 dalam produksi kopi dunia yang mencapai lebih dari 660 ribu metrik ton per-tahun.
Indonesia mengekspor 90 persen kopi yang dihasilkannya ke luar negeri.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.