Budaya

Menyesapi cita rasa seni presiden-presiden Indonesia

Pameran ini sekaligus menyambut ajang olahraga Asian Games 2018 yang digelar di Indonesia

Hayati Nupus  | 15.08.2018 - Update : 16.08.2018
Menyesapi cita rasa seni presiden-presiden Indonesia Seorang pengunjung tengah memperhatikan lukisan Berburu Banteng karya Raden Saleh dalam Pameran Seni Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia: Indonesia Semangat Dunia, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis, 9 Agustus 2018. Pameran ini berlangsung 3-31 Agustus 2018. (Hayati Nupus - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Laki-laki bertelanjang dada itu menarik anak panah dari busurnya. Sorot matanya tajam, seperti hendak memangsa musuh di hadapannya. Di belakangnya, tampak samar seorang pemuda memegang obor, berikut deretan pemuda lainnya.

Saat pertama kali lukisan berjudul Memanah itu dibuat, gaya lengan lurus ksatria pemanah tak persis seperti itu. Soekarno yang kepincut saat melihat lukisan itu dalam pameran Keimin Bunka Sidhoso – Lembaga Kebudayaan Jepang – di Jakarta pada 1944, kemudian mendatangi rumah pelukisnya, Henk Ngantung, mengkritisi karya tersebut dan memberi saran.

Presiden pertama Indonesia itu memeragakan langsung seperti apa lengan kesatria tengah memanah. Henk Ngantung lantas membuat sketsa dan memperbaiki lukisan itu sesuai pose Bung Besar.

Lukisan yang pertama kali dikerjakan pada penghujung 1943 itu rampung 7 September 1944, seperti yang tertera dalam lukisan, “7-IX-‘04”. Soekarno membelinya, dan memboyongnya ke kediaman di Jl Pegangsaan Timur 56. Pertemuan kabinet pertama Republi Indonesia di rumah Soekarno pada 1945 yang ramai diliput pewarta asing itu dilakukan di depan lukisan Memanah.

Lukisan Memanah berikut 44 karya seni lainnya dipajang dalam Pameran Seni Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia: Indonesia Semangat Dunia di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 3-31 Agustus 2018. Menyajikan karya 34 seniman Indonesia dan mancanegara.

Dari Indonesia, di antaranya Raden Saleh, Dullah, Henk Ngantung, Nasjah Jamin, Basoeki Abdullah dan Harijadi S. Sedang dari mancanegara ada Zsiemond Kisfaludi Strobl, Walter Spies, Fernando Amorsolo, dan Yevgeny Viktorovich Vuchetich.

Pengunjung tengah memperhatikan lukisan Memanah karya Henk Ngantung dalam Pameran Seni Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia: Indonesia Semangat Dunia, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis, 9 Agustus 2018. Pameran berlangsung 3-31 Agustus 2018, video yang diputar di samping lukisan itu menggambarkan pertemuan kabinet pertama Republik Indonesia di kediaman Soekarno yang digelar di depan lukisan Memanah. (Hayati Nupus - Anadolu Agency)

Dari lima istana kepresidenan

Karya-karya ini berasal dari lima istana kepresidenan Indonesia, yaitu Istana Jakarta, Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Tapak Siring, dan Istana Yogyakarta. Mayoritas karya berupa lukisan, lainnya adalah patung, kriya, kristal dan arsip-arsip terkait gambaran kisah perjuangan yang mengekspresikan semangat bangsa Indonesia.

Ini merupakan pameran ketiga. Pameran serupa pertama kali digelar 2016, bertema Goresan Juang Kemerdekaan: Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia. Pameran kedua digelar tahun lalu, bertema Senandung Ibu Pertiwi.

Pada pameran pertama, lukisan Memanah karya Henk Ngantung turut dipamerkan, namun teronggok di pojokan karena kondisinya rusak parah. Lukisan cat minyak itu dibuat dengan medium tripleks, ketika Indonesia tengah mengalami krisis kanvas. Tempat penyimpanan yang lembab mengakibatkan lukisan itu rusak dan beberapa bagian cat mengelupas.

“Dulu agak kurang terperhatikan, itu salah satu lukisan pertama dari koleksi lukisan Bung Karno,” ujar Amir Sidharta, yang menguratori pameran ini, Selasa, kepada Anadolu Agency.

Saat ini, lukisan itu pun masih dalam tahap restorasi. Tampak bercak pada beberapa bagian mengingat restorasi itu belum rampung. Setelah pameran, renovasi akan berlanjut.

Lukisan Perkelahian dengan Singa karya Raden Saleh dipamerkan dalam Pameran Seni Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia: Indonesia Semangat Dunia, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis, 9 Agustus 2018. Pameran berlangsung 3-31 Agustus 2018. (Hayati Nupus - Anadolu Agency)

Diplomasi lewat budaya

Kurator memetakan karya pameran ini menjadi tiga bagian: karya-karya bernuansa perjuangan, lukisan potret, dan karya diplomasi Indonesia dengan jagat internasional.

Setelah merdeka, Indonesia berdialog dengan berbagai negara salah satunya lewat budaya. Karya-karya yang dibuat melampaui batasan kebangsaan senimannya. Contohnya lukisan karya Shinsui Ito berjudul Penari Bali. Dibuat pada 1964, perempuan dalam lukisan itu bermata sipit, persis seperti perempuan di negara asal Ito, Jepang.

Begitu pula dengan Basoeki Abdullah, yang gemar melukis perempuan dari berbagai negara. Salah satunya lukisan berjudul Dalam Sinar Bulan. Perempuan berbalut kain sari khas India dalam lukisan itu bernama Naoko Nemoto, berasal dari Jepang yang selepas menikah dengan Soekarno berganti nama menjadi Ratna Sari Dewi.

“Karya seni, menjadi medium akulturasi dan enkulturasi budaya, lukisan-lukisan Ito dan Basoeki Abdullah memperlihatkan semangat para perupa yang berupaya menuju persaudaraan dan perdamaian dunia, meski masih tersihir eksotisme,” urai Amir.

Ada juga lukisan Berburu Banteng karya Raden Saleh yang terkenal. Menggambarkan sekelompok pemburu berkuda bersenjatakan tombak dan klewang yang tengah menaklukkan seekor banteng di padang rumput.

Raden Saleh yang tinggal di Eropa selama 22 tahun menghadiahkan lukisan ini kepada Raja Willem III, sebelum kembali ke tanah air pada 1851. Lebih dari seabad kemudian, Ratu Juliana menghadiahkan lukisan ini kepada Indonesia, saat Presiden Soeharto berkunjung ke Belanda pada 1970. Di Indonesia, lukisan ini disimpan di Istana Kepresidenan Yogyakarta.

Saat ini, menurut Amir, diketahui ada 5 seri lukisan Berburu Banteng, namun yang satu belum diketahui keberadaannya. Tiga di antaranya sudah diketahui tahun pembuatannya, yaitu pada 1842, 1851 dan 1855.

Salah satu seri lukisan Berburu Banteng itu terlelang seharga Rp120 miliar, awal tahun ini di Vannes, Perancis. Dulu lukisan itu menjadi koleksi Jules Stainslas Sigisbert Cezard, pedagang Prancis yang bermukim di Batavia. Saat kembali ke Prancis, lukisan itu dilelang di Batavia pada 1 Mei 1859. Lama tak ada kabar, awal 2018 lukisan ini ditemukan di sebuah rumah di Prancis.

“Setelah lelang kemarin, diperkirakan lukisan ini menjadi milik kolektor lukisan di Jakarta,” ungkap Amir.

Selain itu ada juga patung Pemanah karya Zsiemond Kisfaludi Strobl, seniman asal Hongaria, yang sehari-hari menghiasi halaman depan Istana Negara Jakarta.

Patung-patung Strobl mencerminkan ekspresi dan semangat perjuangan, terinspirasi ketika dia menjadi tentara semasa Perang Dunia I. Salah satu edisi patung Pemanah itu terpajang di depan Gedung Taman Ice Skating Varosligeti, di Budapest.

Presiden Soekarno memesan belasan patung karya Strobl saat berkunjung ke Hongaria pada 1960 dan 1961, termasuk patung Pemanah.

“Dalam pengertian Soekarno, patung ini lambang kesatriaan bangsa Timur dan Selatan,” kata Amir.

Amir mengatakan Soekarno memang begitu gemar dengan karya seni, khususnya lukisan. Mayoritas karya seni yang ada di istana merupakan peninggalan Soekarno. Begitu pula, mayoritas karya seni yang dipamerkan adalah hasil warisan Bung Karno.

Pelibatan karya seniman mancanegara, menurut Amir, sekaligus untuk menyambut ajang olahraga Asian Games ke-18 yang digelar di Jakarta dan Palembang. Beberapa karya seni koleksi Istana Kepresidenan selaras dengan tema semangat Asian Games yang ingin dibangun.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.