
Jakarta Raya
Shenny Fierdha
JAKARTA
Terlepas dari pepatah “Masa lalu biarkanlah berlalu”, tak disangkal bahwa kelampauan tidak lepas sebagai elemen pembentuk kekinian. Apresiasi terhadap ‘the good old days’ pun turut menjadi bagian dari pesta olahraga terbesar se-Asia, Asian Games 2018, yang akan dihelat mulai dari 18 Agustus sampai 2 September mendatang.
Selain Palembang (Sumatera Selatan), Jakarta merupakan kota lain tempat digelarnya pertandingan 40 cabang olahraga yang diikuti oleh sekitar 45 negara Asia yang akan bertarung di sejumlah venue ibu kota antara lain Gelora Bung Karno (GBK) di Senayan, Jakarta Selatan, untuk cabang olahraga bulutangkis dan basket serta Aquatic Center juga di GBK untuk renang, polo air, loncat indah, dan renang indah.
Bergeser ke Jakarta Timur, kita bisa mendapati Velodrome Rawamangun yang akan menjadi saksi balap sepeda indoor, sementara venue Equestrian di Pulomas menyuguhkan lapangan berpasir tempat kuda dan jokinya memamerkan bakat di bidang dressage (tunggang serasi), jumping (lompat rintangan), juga eventing (trilomba).
Kecanggihan arsitektur berhasil menciptakan venue yang kokoh dan modern, dengan kepingan masa lalu yang dilestarikan dan bahkan masih bisa dinikmati di masa sekarang.
Bangku saksi sejarah GBK
Tengok saja venue bulutangkis dan basket GBK, yang berdasarkan keterangan para stafnya, terbilang sebagai warisan nasional karena sudah ada sejak 1962 ketika Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya di ajang Asian Games yang keempat.
“Tidak hanya itu. Bangku kayu panjang berwarna coklat yang ada di salah satu sisi tribun penonton juga warisan nasional karena itu adalah bangku aslinya yang dulu diduduki massa. Kalau sekarang, kita memakai kursi individual terbuat dari plastik,” terang Supervisor Operasional GBK Prayit.
Berdasarkan pantauan Anadolu Agency, memang ada sekitar 8-10 baris bangku kayu panjang di salah satu sisi tribun penonton. Sekitar 4-5 bangku ada di sebelah kiri area VIP sementara 4-5 bangku lainnya ada di sebelah kanan area VIP sehingga totalnya mencapai 8-10 buah bangku kayu. Panjang masing-masing bangku sekitar tiga meter dan bisa menampung sekitar sepuluh orang.
Meski bangku-bangku kayu itu sama sekali tidak diberi nomor, Prayit menjelaskan bahwa mereka boleh saja duduk di bangku kayu itu untuk merasakan sensasi “jadul” ketika bangku kayu panjang masih menjadi satu-satunya tempat duduk para penyaksi pertandingan kala itu.
Kursi plastik berwarna putih dan abu berjajar rapi di dalam arena dan bisa terlipat otomatis ketika suporter beranjak dari kursinya sehingga menciptakan lorong tempat berjalan kaki yang lapang, baik untuk sekedar lalu-lalang maupun untuk evakuasi dalam keadaan darurat.
Meski dilengkapi dengan kursi individual sebanyak 7.200 buah yang tersebar dalam banyak baris dan jenjang tangga, sayang arena ini tidak dilengkapi dengan tanjakan (ramp) bagi para penikmat olahraga yang menggunakan kursi roda maupun alat bantu berjalan lainnya. Kursi-kursi ini hanya bisa diakses dengan tangga.
“Tapi nanti untuk Asian Paragames 2018 akan dibuatkan ramp,” jelas Kepala Unit Istora Senayan GBK Iis Haerudin.
Sesuai tradisi, Asian Paragames yang merupakan kompetisi olahraga untuk atlet difabel Asia akan dilangsungkan usai perhelatan Asian Games pada September nanti.
Cendera mata Aquatic Center GBK
Tak seberapa jauh dari venue basket dan bulutangkis, berdiri megah Aquatic Center tempat para perenang andal akan memperebutkan medali.
Sebelum memasuki area pertandingan, penonton akan disambut dengan pajangan memorabilia Aquatic Center yang berada di dekat pintu masuk yang dulunya pernah dipakai untuk Asian Games 1962 seperti loker besi tua, papan loncat, dan lampu kolam yang juga tergolong sebagai warisan nasional.
Eksibit itu tidak dipamerkan di lemari kaca ataupun diletakkan di atas meja layaknya museum; semuanya diletakkan di atas lantai dan hanya dibatasi tali pembatas dengan papan keterangan.
Bertolak ke dalam, aroma kaporit menyeruak di area kolam yang biru bening dan beriak pelan. Tampak 7.400 kursi plastik individual yang berwarna putih untuk para penonton terlipat di tribun yang berada di sisi atas kolam.
Dari empat kolam yang tersedia, tiga di antaranya digunakan untuk perlombaan sementara satunya lagi untuk latihan dan pemanasan. Masing-masing memiliki ukuran dan kedalaman yang berbeda.
“Polo air kolamnya itu berukuran 25x50 meter dan kedalamannya tiga meter. Kolam untuk renang tanding ukuran dan kedalamannya sama dengan kolam polo air, tapi beda kolam. Loncat indah dan renang indah memakai kolam yang sama yang ukurannya 25x25 meter, dengan kedalaman lima meter. Terakhir kolam pemanasan ukurannya 20x50 meter, kedalamannya 1,5-2 meter,” beber Staf Aquatic Center Endang Budiman.
Satu fitur yang membuat mata tak berpaling adalah lima buah papan loncat indah yang akan dipakai untuk perlombaan nanti dengan ketinggian yang bervariasi, mulai dari terendah satu meter, tiga meter, lima meter, tujuh meter, dan menjulang pada sepuluh meter.
Secuil Rumah Kebaya Betawi di Velodrome
Ini bukan berarti ada Rumah Kebaya didirikan di Velodrome yang menjadi tempat balap sepeda indoor, melainkan ada ornamen khas rumah adat Betawi yang turut menyemarakkan dinding luar venue berwarna jingga cerah itu.
Pada Rumah Kebaya asli, bagian bawah pinggiran atapnya memiliki hiasan yang berbentuk seperti pelana yang dilipat, yang juga mirip dengan lipatan baju kebaya, dan juga mirip dengan mata anak panah terbalik, yang menggantung di sekitar tepian atap.
Kalau di Velodrome, hiasan ala hunian Betawi itu berukuran sangat besar dan tampak jelas mengitari dinding luar. Warna hiasan yang putih membuatnya kontras dengan warna dinding yang oranye sehingga langsung terlihat, bahkan ketika pengunjung masih berada di lapangan parkir atau gerbang masuk venue.
Memasuki bagian dalam Velodrome, pengunjung disambut dengan 2.000 kursi lipat plastik individual berwarna merah putih, sebagian besar masih dibungkus plastik. Bau cat santer tercium.
“Nanti akan ditambah 1.000 kursi lagi sehingga tempat ini bisa memuat 3.000 spektator. Tidak hanya itu, trek sepedanya bahkan sudah dipakai latihan beberapa kali sampai sekarang,” ungkap staf engineering PT Virama Karya (Persero) Edry Pohan seraya menunjuk trek sepeda yang melingkari bagian dalam arena Velodrome.
Dia menjelaskan bahwa para atlet sepeda sudah memakai trek berlapis kayu Siberian Spruce yang terentang sepanjang 250 meter dan lebar 7,1 meter itu untuk latihan rutin tiap Senin sampai Jumat sejak akhir Mei sampai sekarang.
“Trek ini merupakan trek sepeda indoor pertama yang berstandar internasional di Indonesia karena sudah tersertifikasi Union Cycliste Internationale dan mendapat grade 1 yang berarti bisa dipakai untuk olimpiade,” tutur Edry dengan bangga.
Jejak alam Bangka di venue Equestrian
Siapa sangka binatang tangguh seperti kuda butuh perhatian eksklusif, terutama dalam cabang olahraga ini?
Digadang-gadang sebagai olahraga kaum berduit mengingat harga satu ekor kuda pacu atau kuda lomba bisa mencapai minimal Rp 1 miliar (belum termasuk biaya perawatan), tak heran para pemilik kuda maupun staf venue mencurahkan perhatian ekstra untuk memastikan bahwa “asetnya” terawat baik dan tidak cedera dalam kompetisi.
“Supaya kaki kudanya tidak sakit saat loncat dan mendarat sebab dia [kuda] membawa beban badannya sendiri serta jokinya, maka pasir untuk trek berkuda ini dicampur dengan geotextile fiber dari Jerman,” ucap Penanggung Jawab Equistrian Jumadi Komar.
Geotextile fiber yang bertindak sebagai peredam untuk hentakan kaki kuda itu bentuknya seperti potongan-potongan kain flanel kecil berwarna biru muda dan terasa halus serta lembut di tangan, juga ringan. Ribuan fiber itu dicampur dengan pasir yang didatangkan dari Bangka.
Meski tidak seperti ketiga venue sebelumnya yang “warisannya” berupa objek historis atau potongan tradisi, namun kualitas warisan alam Bangka ini tak bisa dipungkiri mengingat kandungan silikanya yang tinggi dan cocok dicampur dengan geotextile fiber.
Bukan cuma memerhatikan kenyamanan kaki kuda saat menjajal trek, staf pun berupaya keras untuk memastikan tidak ada hewan lain seperti anjing atau kucing yang berada di dalam maupun di luar venue.
“Sebab ditakutkan mengganggu kesehatan kuda karena kuda gampang terserang penyakit. Kami bahkan sudah melarang masyarakat sekitar venue untuk berjualan daging, apalagi memotong hewan ternak termasuk saat Idul Adha nanti, dalam radius satu kilometer dari Equistrian,” ujar Jumadi.
Guna menjamin kesehatan kuda, tersedia pula klinik kuda dan penginapan setara dengan hotel bintang tiga (empat lantai, 91 kamar) untuk para groomer atau pengurus kuda sehingga bisa merawat hewan anggun ini dengan mudah.
Sebanyak 156 kandang kuda dengan masing-masing kandang berukuran sekitar 5x3 meter plus kipas angin terpasang di tiap langit kandang, memungkinkan kuda beristirahat dengan nyaman.
Sementara itu, di hadapan trek berkuda, ada tribun penonton outdoor yang berkomposisikan 980 kursi plastik lipat individual berwarna merah, biru, dan kuning.
Pemirsa pun bisa menyaksikan jalannya pertandingan di ballroom VIP yang berada di lantai tiga venue lengkap dengan pendingin ruangan untuk menampung 700 orang penggemar cabang olahraga ini.
Beragam hidangan pun akan tersaji di ratusan meja bundar kecil bertaplak krem pada saat pertandingan nanti sehingga mereka bisa makan sambil menonton kuda jagoannya beraksi dari balik jendela kaca raksasa VIP.