Analisis, Regional

Pengungsi Rohingya: 15 rekan kami tewas, harus dilarung di tengah laut

Para Rohingya itu meninggal karena sakit dan kekurangan pasokan makanan

Pizaro Gozali Idrus  | 29.06.2020 - Update : 30.06.2020
Pengungsi Rohingya: 15 rekan kami tewas, harus dilarung di tengah laut   Pengungsi Rohingya berada di kapal nelayan setelah perahu yang mereka tumpangi rusak dan tenggelam di Perairan Suenuddon, Aceh, Indonesia pada 25 Juni 2020. Menurut laporan petugas sebanyak 99 pengungsi Rohingya termasuk perempuan dan anak-anak berhasil di selamatkan oleh nelayan Aceh setelah mereka terdampar di perairan Aceh utara. ( Khalis Surry - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

JAKARTA

Zaiburrahman, 34, hanya bisa mengucapkan syukur saat menyentuh daratan Aceh setelah terkatung-katung di lautan.

Pengungsi Rohingya itu, bersama 113 lainnya, mengaku harus bertahan hidup selama empat bulan di lautan dengan stok pangan yang minim.

“Kami tidak punya banyak persediaan pangan,” kata dia dalam wawancara khusus kepada Anadolu Agency pada Minggu.

Mereka berangkat dari Rakhine State menuju Bangladesh untuk menjemput para pengungsi lainnya.

Setelah itu, kata Zaiburrahman, mereka mulai mengarungi lautan menuju Malaysia.

“Namun ketika sampai perairan Malaysia, kami ditolak,” ujar Zaiburrahman.

Sejak saat itu, kapal mereka berlayar tanpa tujuan, hingga akhirnya mendarat di perairan Aceh utara karena kebaikan hati warga setempat.

Zaiburrahman mengatakan sebanyak 15 dari 114 pengungsi meninggal dunia dalam petualangan mereka di lautan.

Para Rohingya itu, ujar Zaiburrahman, meninggal karena sakit dan kekurangan pasokan makanan.

“Mereka kami larung ke lautan,” ujar Zaiburrahman.

Setelah diselamatkan nelayan Aceh, mereka tersisa 99 pengungsi. 

Terdiri dari 17 orang pria, 49 orang perempuan, 10 anak laki-laki dan 22 anak perempuan serta seorang bayi perempuan.

“Kami mengucapkan terimakasih kepada masyarakat Aceh karena menerima kehadiran kami,” kata dia.

Aceh miliki adat wajib menolong

Dewan Penasehat Panglima Laot Aceh Adli Abdullah mengatakan Aceh memang memiliki tradisi untuk membantu warga yang mengalami kesulitan di laut.

Tradisi ini, kata Adli, diwarisi Kesultanan Aceh Darussalam sejak Abad ke-13 yang menekankan prinsip tolong menolong.

Adli mengatakan siapapun yang menemukan orang kesulitan di laut, maka warga dan nelayan harus membantunya.

“Jika tidak dibantu, maka rezekinya tidak berkah,” kata dia kepada Anadolu Agency pada Senin.

Karena prinsip adat ini, kata Adli, masyarakat Aceh tergerak untuk menyelamatkan warga Rohingya yang terombang ambing di lautan.

Mereka berinisiatif menyelamatkan para pengungsi Rohingya untuk bisa mencapai daratan.

“Ini bukan dilakukan kali ini saja, tapi sudah sejak masalah Rohingya merembet ke kawasan,” tukas Adli.

Total, kata Adli, ada 173 panglima laut di Aceh yang menjaga adat ini di seluruh wilayah.

Genosida terus berlangsung

Arakan Rohingya National Organisation (ARNO) yang berbasis di London mengatakan gelombang eksodus pengungsi Rohingnya ke negara-negara Asia Tenggara terjadi karena kekerasan masih berlangsung.

“Penganiayaan masih berlangsung dan Rohingya berada di tengah konflik bersenjata antara pemerintah Myanmar dan Arakan Army,” ucap Muhammad Habibullah, juru bicara ARNO, kepada Anadolu Agency pada Minggu.

Genosida atas Rohingya hingga kini masih berlangsung, ujar dia.

Habibullah menyerukan agar negara-negara ASEAN bisa membantu menghentikan genosida terhadap etnis Rohingya dan mengakhiri masalah pengungsi.

“Negara-negara Asia Tenggara harus bersatu menciptakan solusi jangka panjang," ujar dia.

"Solusi ini harus fokus pada upaya konkret untuk saling bekerja sama dan memberikan bantuan teknis untuk semua negara di kawasan.”

Kebutuhan sanitasi

Di tempat penampungan sementara di bekas kantor imigrasi Aceh Utara, para pengungsi mulai mengalami masalah sanitasi dan air bersih.

Lembaga kemanusiaan Aksi Insan Nusantara (AIN) mengatakan para pengungsi sumur yang ada di tempat tersebut dipenuhi sampah dan berbau karena sudah lama tidak digunakan.

Direktur AIN Ricky Abdurrahman Hafiz mengatakan para pengungsi kesulitan mengakses air bersih untuk mandi, buang air, dan beribadah.

“Kalau airnya kotor, bagaimana mereka bisa mengambil air wudu?” ujar dia kepada Anadolu Agency, Senin.

Lembaganya bekerja sama dengan komunitas Sahabat Erdoga mendistribusikan bantuan 10.000 liter air dan membangun tujuh toilet darurat untuk kebutuhan pengungsi.

“Sanitasi ini harus mendapatkan perhatian pemerintah dan NGO,” ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.