Hubungan Pakistan, India, China mencapai titik terendahnya tahun ini
Baik analis India dan Pakistan tidak melihat adanya kemungkinan pemulihan hubungan dalam waktu dekat

Karaçi
Aamir Latif, Ahmad Adil
KARACHI, Pakistan / NEW DELHI, India
Hubungan antara tiga negara tetangga, Pakistan, India, dan China, kembali menegang tahun ini.
Gejolak ini ditandai oleh bentrokan antara tentara India dan China di pegunungan Ladakh pada Juni, yang merupakan bentrokan pertama dalam 45 tahun terakhir.
Hubungan Pakistan-India juga memburuk karena sengketa perbatasan di Jammu dan Kashmir.
Pada Agustus tahun lalu, New Delhi secara sepihak mencabut status semi-otonom Jammu dan Kasmir, sebuah langkah yang ditentang keras oleh Beijing dan Islamabad.
Kemudian, pada November, Pakistan merilis dokumen yang menuduh India "merencanakan, mempromosikan, membantu, bersekongkol, mendanai, dan melaksanakan kegiatan teroris" di tanahnya.
India, bagaimanapun, membantah tuduhan tersebut dan menuduh Islamabad "melindungi" terorisme.
Aizaz Ahmad Chaudhry, mantan menteri luar negeri Pakistan, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa ketegangan antara China dan India berawal dari langkah New Delhi untuk membentuk Wilayah Persatuan Ladakh (Ladakh Union Territory) yang didirikan secara ilegal oleh India.
"Tahun 2020 menyaksikan ketegangan yang terus berlanjut antara Pakistan dan India, sementara India tidak ingin menyelesaikan masalah lewat dialog," ujar dia.
Sepanjang tahun ini juga terjadi bentrokan hampir setiap hari antara dua militer di sepanjang Garis Kontrol (LoC), perbatasan de facto yang membagi Jammu dan Kashmir.
Puluhan tentara dan warga sipil dari kedua belah pihak tewas, sementara puluhan lainnya luka-luka dalam bentrokan tersebut.
Hubungan renggang
Sebagian Jammu dan Kashmir - wilayah mayoritas Muslim - dipegang oleh Pakistan dan India, tetapi diklaim secara penuh oleh keduanya.
Beberapa kelompok pro-kebebasan telah memerangi pasukan India untuk bersatu dengan Pakistan atau memerdekakan diri.
“Kemerosotan hubungan India Pakistan mencapai titik terendahnya tahun ini dan sepertinya tidak akan segera membaik,” kata Sameer Patil, seorang peneliti di Gateway House, sebuah lembaga kajian yang berbasis di Mumbai.
“Upaya Pakistan yang sering menyoroti masalah Kashmir di tingkat internasional hanya menyebabkan India semakin keras kepala," kata dia lagi.
Dengan masuknya Pakistan dalam daftar abu-abu oleh Satuan Tugas Aksi Keuangan - badan pengawas pencucian uang global - membuat India yakin bahwa strateginya untuk menekan dan mengisolasi Islamabad berhasil.
Islamabad telah berada di radar pengawas pencucian uang global ini sejak Juni 2018, karena diduga melakukan pendanaan teroris dan pencucian uang.
Mantan menlu Pakistan lainnya, Salman Bashir, menyebut "obsesi" India terhadap Pakistan "menyulut permusuhan di LoC".
Dia mengatakan bahwa selama tahun ini Pakistan masih "terperosok" dalam pertengkaran politik domestik, upaya perbaikan pemerintahan, dan beban permainan kekuasaan global dengan implikasi regional yang menyertainya.
Baik analis India dan Pakistan tidak melihat adanya kemungkinan pemulihan hubungan dalam waktu dekat.
Dukungan AS untuk India
Chaudhry, yang mengepalai Institute of Strategic Studies (ISS), sebuah think tank yang berbasis di Islamabad, mengatakan saat ini hampir tidak ada ruang untuk pemulihan hubungan, karena India tampaknya tidak akan mengubah kebijakannya terhadap Kashmir dan negara tetangganya.
Lebih lanjut, baru-baru ini Amerika Serikat tampak lebih condong mendukung India, sehingga India berani untuk melanjutkan pendekatan "agresif" terhadap negara tetangganya.
Rajiv Ranjan, yang mengajar studi Hubungan Internasional di Universitas Shanghai juga menganggap hubungan India-China berada di "titik terendahnya".
“Saya hanya berharap bentrokan yang sering terjadi [antara kedua belah pihak] di sepanjang perbatasan tidak akan menjadi sesuatu yang normal," ujar dia.
Ranjan menambahkan bahwa kemunduran dalam hubungan bilateral antara kedua negara saat ini adalah hasil dari isu perbatasan yang karut-marut.
"Kedua negara harus merestrukturisasi mekanisme dialog, menyelesaikan masalah mendasar dari hubungan bilateral mereka, dan menyelaraskan kembali kepentingan jika mereka ingin mencapai keterlibatan yang berarti dan stabil," tegas dia.
Beijing mendorong globalisme
Chaudhry, mantan menteri luar negeri Pakistan, meyakini bahwa Beijing kemungkinan akan terus mendorong "globalisme" dan "multilateralisme", khususnya pada Belt and Road Initiative (BRI) yang ambisius.
"India telah lama menentang BRI dan kemungkinan akan melanjutkan kebijakan yang sama di tahun-tahun mendatang," lanjut dia.
Bashir, yang juga menjabat sebagai Komisaris Tinggi Pakistan untuk India dari 2012-14, menggambarkan 2020 sebagai tahun "transformasional" karena persoalan negara bagian, masyarakat, dan perilaku antarnegara bagian di Asia Selatan dipertanyakan.
“India kehilangan reputasi dan kemerosotan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara itu, Pakistan memperdalam hubungannya dengan Rusia dan China, sekaligus dan meningkatkan upaya untuk menstabilkan hubungannya Afghanistan," kata Bashir merujuk pada peran penting Islamabad dalam proses rekonsiliasi yang sedang berlangsung di Afghanistan.
Dia menekankan tiga kekuatan nuklir yang secara geografis berdekatan, India, China, dan Pakistan, harus belajar untuk hidup berdampingan satu sama lain demi cita-cita yang lebih luhur dan kerja sama untuk pembangunan.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.