Bitcoin di mata hukum Indonesia: Legal tapi tidak sah
Aset digital dibolehkan di Indonesia, tapi haram menggunakannya sebagai alat pembayaran

Jakarta Raya
Chandni Vasandani
JAKARTA
“Pengguna bitcoin hari ini happy, besok nangis,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni Panggabean dalam sebuah konferensi pers baru-baru ini.
Pernyataan pejabat bank sentral ini mungkin yang paling mewakili dalam menggambarkan situasi mata uang digital bitcoin yang marak dibicarakan saat ini.
Mata uang virtual atau cryptocurrency itu lahir sekitar tahun 2009. Saat itu, bitcoin banyak digunakan pengguna forum-forum digital seperti Reddit dan Digg untuk bertransaksi.
Banyak yang bercanda mengatakan kalau mata uang ini seperti anak yatim; tidak ada yang tahu datang dari mana, siapa yang menciptakannya, negara asalnya, ataupun perkembangannya ke depan.
Tapi justru karena itu bitcoin menjadi semakin naik daun di kalangan early adopter - pengguna forum yang sering berinteraksi dengan sesama warganet.
“Kalau saya pertama kenal bitcoin dari diskusi [thread] Kaskus, sekitar tahun 2013, dan langsung tertarik karena disebut-sebut sebagai investasi ajaib,” kata Angga Robin, 29 tahun, seorang investor awal bitcoin kepada Anadolu Agency.
Pria yang bekerja di agensi iklan di Jakarta itu menceritakan dia bagai menjadi ‘orang kaya mendadak’ berkat mengikuti saran teman seforumnya itu.
“Untungnya sih lumayan besar, ya. Saya investasi satu juta [rupiah] terus saya diamkan saja, tapi selalu monitor berita bitcoin. Terakhir saya cek akhir November lalu nilai investasi saya itu naik lebih dari 15 kali lipat,” terang Angga.
Para early adopter inilah yang meraup paling banyak untung dari meroketnya nilai bitcoin. Meski, Angga sendiri mengakui nilai bitcoin di masa depan masih misteri.
“Belum tentu terus menguat, bisa jadi setelah ini akan jatuh,” kata Angga.
Angga sebagai seorang pengamat cryptocurrency amatiran menilai masa-masa indahnya bitcoin memang akan segera berlalu, namun sebagai investor dia masih memegang harapan modalnya akan terus meningkat nilainya.
‘Memarkir’ modal di bitcoin
Mereka yang beruntung karena tanggap melihat potensi bitcoin sejak dini mungkin sudah menjadi miliarder sekarang. Ketika muncul di pasaran, satu bitcoin dihargai sebesar US8 sen saja pada 2010, menurut Market Watch.
Pada pertengahan 2011, harganya melambung menjadi USD27 dan menyentuh USD266 pada 2013. Setelah itu, harga bitcoin mengalami kenaikan dan penurunan tapi cenderung menguat.
Dalam beberapa bulan belakangan, pertumbuhan nilai bitcoin digambarkan ‘bagai meteor’, bahkan mencapai USD16.000 per bitcoin pada awal Desember.
Bitcoin ibarat menemukan momentum puncaknya saat resmi diperdagangkan di bursa saham dunia pada 11 Desember lalu. Nilainya naik 26 persen menjadi USD18.850 saat debut di Chicago Board Options Exchange. Di beberapa bursa lain, nilainya malah menguat hingga USD19.000 per bitcoin.
Momentum itu bahkan mendorong kata “bitcoin” menjadi salah satu kata yang paling dicari di Google tahun ini, khususnya pada periode 3 hingga 9 Desember 2017, di mana harga mata uang virtual sedang kuat-kuatnya.
Tapi seiring naiknya popularitas bitcoin, muncul berbagai analisis dan peringatan. Analisis yang datang dari pakar keuangan seluruh dunia memperingatkan kesuksesan bitcoin ini hanyalah bubble sementara. Dan gelembung ini bisa saja ‘pecah’ tanpa peringatan.
Nasib dan kepopuleran cryptocurrency disamakan dengan tren-tren ekonomi lainnya sepertinya Tulip mania (di Belanda, tahun 1600an), investasi properti (di AS, 1996-2011), dan investasi teknologi (global, 1994-2002).
Bahkan, pakar ekonomi pun mengatakan membeli bitcoin sama saja termakan investasi bodong. Salah satunya adalah orang terkaya ke-2 di dunia, Warren Buffet, yang memiliki prediksi kelam untuk bitcoin.
“Investasi seperti ini pasti akan berakhir buruk,” kata Buffet.
Hanya beberapa orang saja, seperti si-kembar Winklevoss yang merupakan investor awal Facebook, yang berani memprediksi bahwa lonjakan nilai bitcoin akan terus naik seiring dengan meningkatnya minat masyarakat yang melihat pentingnya memiliki aset digital ini.
Namun perlu diingat, masyarakat juga harus teliti sebelum menuangkan modal ke cryptocurrency, mengingat naik-turunnya yang tidak bisa diprediksi.
“Memang bisa digunakan sebagai store of value, tapi kalau memang mencari value, setiap koin baru yang muncul maka harus dicermati, benar-benar ada nilainya atau tidak,” jelas Pandu Sastrowardoyo, kepala dewan Blockchain Zoo.
Penyalahgunaan bitcoin
Karakteristik bitcoin yang ‘tak bertuan’ itu ternyata menggiurkan juga untuk mereka yang berkecimpung di aktivitas ilegal seperti pencucian uang, pembelian senjata, bahkan uang tebusan peretasan data.
Serangan malware WannaCry di Mei lalu, misalnya, yang merusak komputer dengan sistem operasi Microsoft Windows. Enkripsi data yang dibawa WannaCry melumpuhkan sistem pemerintah, perbankan, hingga rumah sakit di berbagai belahan dunia.
Peretas di balik malware ini meminta tebusan dengan bitcoin untuk mengembalikan data-data perusahaan yang diserang.
Terbaru, seorang perempuan AS ditemukan bersalah menyalurkan dana USD85.000 ke kelompok teroris Daesh dalam bentuk cryptocurrency.
Citra bitcoin mau tak mau jadi identik dengan peretasan, terorisme, dan aksi kriminal lainnya.
“Tidak ada yang mengawasi dan bertanggung jawab atas pergerakan cryptocurrency. Kami mengkhawatirkan penggunaan aset digital seperti bitcoin untuk mendanai terorisme atau perdagangan narkoba,” ungkap Josua Pardede, ekonom Bank Permata.
Bitcoin di Indonesia
Mungkin karena itu pula sejumlah negara cepat-cepat mengeluarkan pernyataan mengenai resiko berinvestasi bitcoin.
Salah satu situs transaksi cryptocurrency terbesar di Indonesia, Bitcoin.co.id, juga jelas memuat peringatan itu di lamannya.
Selain karena identik dengan kegiatan ilegal, cryptocurrency pun belum menunjukkan karakter stabil. Melonjak-lonjak kemudian merosot drastis, lalu pelan-pelan naik lagi.
Hanya yang nekat dan siap rugi saja yang berani terjun di ranah cryptocurrency yang sedang di atas angin saat ini.
Tapi bila dikatakan bitcoin ilegal di Indonesia, itu tidak sepenuhnya benar. Sejauh ini pengguna bitcoin bebas membeli dan menjual aset digital mereka. Status bitcoin menjadi tidak legal jika digunakan sebagai pengganti uang.
Bitcoin, yang rumornya diciptakan oleh pria bernama Satoshi Nakamoto, awalnya murni dibuat sebagai alat pembayaran. Namun karena tingginya fluktuasi bitcoin, banyak yang menilai dia tidak layak bila digunakan sebagai mata uang.
“Secara pribadi saya kurang setuju bila bitcoin dikatakan sebagai alat tukar. Semua transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah, karena itu merupakan legal tender di sini. Kalau digital aset seharusnya memiliki izin khusus, agar semua transaksi bisa dimonitor, sehingga mampu mencegah adanya aktivitas ilegal,” ungkap CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan, yang memberikan Jepang sebagai contoh negara yang telah meregulasi cryptocurrency.
Sejauh ini, Bank Indonesia pun tegas melarang penggunaan bitcoin sebagai alat bayar, dengan alasan melindungi konsumen dan kepentingan nasional. Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru pun menerapkan peraturan yang sama.
Banyak juga yang menggunakannya sebagai komoditas investasi. Faktor itu, ditambah dengan pengetahuan minim masyarakat mengenai cryptocurrency, digunakan oleh beberapa pihak untuk menawarkan investasi yang menggiurkan namun kurang bisa dipercaya.
Sayangnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia belum memiliki payung hukum yang pas untuk memonitor aktivitas cryptocurrency.
“Bitcoin belum ada kedudukan hukumnya yang cocok di Indonesia. Disebut komoditi, dia tidak memiliki nilai intrinsik, bila disebut produk yang berada di area investasi, bitcoin juga tidak memiliki underlying value. Jadi agak susah untuk dimasukkan ke dalam kategori komoditi, uang, ataupun produk investasi,” jelas Fithri Hadi, Direktur Inovasi Keuangan Digital OJK.
Sementara pemangku kebijakan Indonesia masih menimbang-nimbang kedudukan hukum yang cocok buat cryptocurrency, di pasar keberadaannya sudah begitu eksis. Sudah ada permintaan dan penawaran yang besar. Oleh karena itu, kejelasan hukum untuk mata uang virtual harus segera dilakukan.
“Perlu ada kerja sama antara stakeholder dalam menyikapi kehadiran cryptocurrency. Kalau sudah ada kerangkanya, transaksi digital bisa menjadi mulus. Bisa juga menjadi peluang dalam meningkatkan indeks kemudahan investasi di Indonesia, bila dilihat ke depannya,” kata pengamat teknologi dan informatika Anthony Leong.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.