Dunia, Analisis

ANALISIS – Menyelisik tindakan sewenang-wenang Prancis terhadap Muslim di negaranya

Apa yang dunia saksikan saat ini di Prancis adalah tindakan mengkambinghitamkan Muslim dan manifestasi awal dari RUU Antiseparatisme yang dicanangkan Macron

Maria Elisa Hospita  | 28.10.2020 - Update : 03.11.2020
ANALISIS – Menyelisik tindakan sewenang-wenang Prancis terhadap Muslim di negaranya Bendera kebangsaan Prancis. (Yusuf Özcan - Anadolu Agency)

Salzburg

Dr. Farid Hafez

Penulis adalah seorang ahli politik di Universitas Salzburg. Dia juga seorang peneliti senior di The Bridge Initiative Universitas Georgetown.

SALZBURG

Untuk memahami politik vis-à-vis dari Presiden Prancis Emmanuel Macron terhadap Muslim di Prancis, kita harus melihatnya dari berbagai sisi dan sudut pandang.

Meskipun banyak analis yang menyebut inisiatif RUU Antiseparatisme dan reaksi Macron terhadap pembunuhan guru Samuel Paty dibesar-besarkan untuk menutupi kinerjanya yang buruk, seperti maraknya kerusuhan dan ketidakstabilan ekonomi, serta pemilihan umum 2022 di mana kemungkinan besar dia harus berhadapan dengan pemimpin sayap kanan Marine Le Pen, ini bukanlah keseluruhan cerita.

Sekitar setengah tahun setelah pelantikannya, Macron membicarakan rencana masa depannya untuk "mengatur kembali Islam", merujuk pada hubungan negaranya dengan Islam.

Macron mengungkapkan tentang keinginannya menciptakan "Islam Prancis".

Selain menyebut istilah yang ambigu ini, dia juga menyebutkan dua masalah utama yang menjadi perhatiannya, yakni pembiayaan aktivitas keagamaan dan pelatihan para ulama di Prancis.

Menurut dia, Muslim Prancis harus mempunyai seorang imam Prancis yang terlatih. Untuk mencapai hal ini, umat Islam tidak diperbolehkan membiayai para pemimpin agama mereka dari luar negeri.

Hal ini mengingatkan kita pada Undang-Undang Islam Austria tahun 2015 yang melarang pendanaan asing untuk pemimpin agama, tetapi hanya untuk umat Islam.

Setelah gelombang protes dan kerusuhan yang diprakarsai gerakan rompi kuning mereda, Macron pun kembali fokus pada Muslim.

Macron berpandangan bahwa "Islam Prancis" adalah Islam yang "tercerahkan", yang akan menarik agama itu dari krisisnya.

Presiden Prancis juga menyatakan harapannya untuk mengurangi pengaruh negara-negara Arab yang dianggap dapat mencegah "Islam Prancis kembali ke modernitas". 

Hal ini sangat jelas mengungkapkan gagasan sekularisme Prancis atau laïcité, yang bukan tentang memisahkan kekuasaan negara dari lembaga-lembaga agama, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, tetapi tentang mengendalikan agama, dan bahkan lebih dari itu, tentang mendefinisikannya.

Artinya, ini tidak hanya soal kontrol pemerintah, tetapi juga otoritas negara untuk menunjuk pemimpin agama. 

Perwujudan sekularisme Prancis ini akhirnya menunjukkan karakter negara yang sebenarnya, di mana pimpinan tertinggi negara serta aparat keamanan ikut campur dalam masalah keagamaan.

Pesan lainnya adalah Muslim menjadi ancaman bagi masyarakat Prancis sehingga mereka harus dijinakkan.

Emmanuel Macron seharusnya memperkenalkan RUU Antiseparatisme awal bulan ini, tetapi kemudian dia mengumumkan akan "memperkuat sekularisme dan prinsip-prinsip republik" terlebih dahulu.

Dia memberi tahu publik bahwa RUU itu menargetkan "poltik Islam" dan upaya Muslim Prancis yang diduga ingin memisahkan diri dari masyarakat.

Implikasi praktis dari RUU ini adalah penerapan kontrol terhadap asosiasi serta orang yang bekerja untuk layanan publik, terlepas dari apakah mereka pegawai negeri atau bukan.

Apa yang disaksikan dunia setelah pembunuhan guru, Samuel Paty, oleh seorang ekstremis adalah upaya untuk menjadikan Muslim di Prancis sebagai kambing hitam dan manifestasi awal dari RUU Antiseparatisme.

Contoh nyatanya adalah razia ke lebih dari 50 organisasi Muslim, termasuk organisasi antirasisme seperti Collective Against Islamophobia in France (CCIF).

Padahal kelompok advokasi HAM semacam CCIF aktif mengumpulkan data dan menciptakan kesadaran tentang rasisme, serta membantu para korban diskriminasi.

Razia pada organisasi ini mengungkapkan dimensi yang sangat mengkhwatirkan dari kebijakan Macron, yakni menghapus Muslim sepenuhnya dari ruang publik.

Pada akhirnya, eksistensi Muslim akan dipandang sebagai masalah, pembela mereka jadi sasaran negara, dan warga sipil Muslim hidup dalam ketakutan. 

*Opini dalam tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Anadolu Agency

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.