Kesadaran masyarakat Indonesia donorkan darah rendah
Itu sebab, PMI berusaha mengkampanyekan kegiatan donor darah sebagai bagian dari gaya hidup

Jakarta
Hayati Nupus
JAKARTA
Indonesia masih kekurangan stok darah. Mengacu standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia seharusnya memiliki stok darah sebanyak 2 persen dari total populasi atau 5,1 juta kantong darah. Namun hasil donor darah yang terkumpul oleh Palang merah Indonesia (PMI) selama 2016 hanya sekitar 3,1 juta kantong saja.
Krisis darah di Indonesia, kata Divisi Humas dan Unit Transfusi Darah Pusat PMI Satria Loka Widjaya, seringnya bersifat sementara dan terjadi pada musim tertentu. Misalnya, saat di bulan puasa ketika orang enggan mendonorkan darahnya karena khawatir kelelahan dan mitos yang dipercaya bahwa donor akan membatalkan puasa.
Anggapan donor akan membatalkan puasa, kata Satria, kurang tepat. Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta pada 24 Juli 2000 memfatwakan donor darah tidak membatalkan puasa.
“Justru malah pahalanya berlipat ganda ketimbang mendonorkan darah di luar bulan Ramadan,” kata Satria.
Krisis darah juga terjadi saat hari raya Idul Fitri karena warga kota berbondong-bondong kembali ke kampung halaman.
Saat krisis lain, “Ketika terjadi musim Demam Berdarah Dengue,” sebut Satria.
Selain dari waktu-waktu itu, Satria juga mengeluhkan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjadi pendonor darah sukarela. Padahal setiap satu pendonor bisa membantu tiga orang yang membutuhkan darah.
Pada 2016, PMI mencatat ada 2,6 juta orang pendonor. Seluruh stok darah yang terkumpul disimpan di bank darah PMI. Dari situ, PMI harus memenuhi permintaan darah ke berbagai rumah sakit.
Sebanyak 42 persen permintaan darah pasien rumah sakit untuk penyakit dalam, 14 persen untuk kandungan, 12 persen untuk bedah, 10 persen untuk anak, dan 22 persen untuk penyakit lainnya.
“Bank darah PMI bersumber dari sumbangan pendonor. Ketika pendonor berkurang sedang kebutuhan meningkat, maka stok akan menipis bahkan habis,” kata dia.
Jika stok menipis, PMI akan meminta keluarga atau kerabat pasien untuk membawa pendonor. Solusi ini terbukti jitu, PMI akhirnya bisa memenuhi kebutuhan darah hingga 4,1 juta kantong atau memenuhi 90 persen kebutuhan darah nasional pada 2016.
Untuk menutupi kekurangan, PMI sudah berupaya menggenjot jumlah stok darah dengan beragam strategi. Di antaranya rekrutmen pendonor di sekolah, perusahaan, hingga media sosial.
“Kami mengampanyekan bahwa donor darah sebagai bagian dari gaya hidup,” kata Satria.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno menekankan pentingnya menggerakkan warga agar bersedia menjadi pendonor, dengan begitu stok darah yang ada di UTD tetap terjaga.
Selain itu untuk memenuhi kebutuhan darah dengan cepat, kata dia, pemerintah telah membangun Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) di setiap rumah sakit dan memperkuat jejaring informasi stok serta pelayanan darah.
“Upaya terbaik adalah menyediakan bank darah di rumah sakit, dibantu UTD PMI yang ada,” kata dia pada Rabu malam.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.