Politik, Dunia

Turki, Rusia, Iran berkomitmen jaga kedaulatan, integritas teritorial Suriah

Erdogan, Putin dan Rouhani menegaskan kembali tak ada solusi militer untuk konflik Suriah

Muhammad Abdullah Azzam  | 02.07.2020 - Update : 03.07.2020
Turki, Rusia, Iran berkomitmen jaga kedaulatan, integritas teritorial Suriah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) menghadiri pertemuan yang membahas Suriah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani melalui konferensi video, di Ankara, Turki, pada 1 Juli 2020. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu (kiri) dan Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar juga menghadiri pertemuan. (Murat Kula - Anadolu Agency)

Ankara

Zafer Fatih Beyaz

ANKARA

Pemimpin Turki, Rusia, dan Iran pada Rabu menyatakan komitmen mereka terhadap "kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas tanah" Suriah yang dilanda perang saudara sejak 2011.

Recep Tayyip Erdogan, Vladimir Putin, dan Hassan Rouhani merilis 14 poin pernyataan setelah melakukan konferensi video di mana mereka membahas situasi terkini di Suriah.

Para pemimpin meninjau perkembangan setelah pertemuan terakhir mereka di Ankara September lalu dan "menegaskan kembali tekad mereka untuk meningkatkan koordinasi trilateral dalam kesepakatan mereka," ungkap pernyataan itu.

Para pemimpin itu juga "menekankan komitmen kuat mereka terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan integritas teritorial Republik Arab Suriah serta fungsi dan prinsip Piagam PBB," kata pernyataan itu.

Mereka juga menekankan bahwa prinsip-prinsip ini harus dihormati secara universal.

Para pemimpin "menolak semua upaya untuk menciptakan peristiwa baru di lapangan dengan dalih memerangi terorisme, termasuk inisiatif membentuk negara terpisah yang tidak sah, dan mereka juga menentang agenda separatis yang bertujuan merusak kedaulatan dan integritas wilayah Suriah serta mengancam keamanan nasional negara-negara tetangga."

Mereka juga membahas situasi di timur laut Suriah, menekankan bahwa keamanan dan stabilitas di wilayah itu hanya dapat dicapai dengan menjaga kedaulatan dan integritas wilayah.

Para pemimpin juga sepakat untuk mengoordinasikan upaya mereka untuk tujuan ini serta mengumumkan penentangan mereka terhadap perampasan ilegal dan transfer minyak yang seharusnya menjadi milik Republik Arab Suriah. 

Mereka "menegaskan kembali tekad untuk melanjutkan kerja sama melawan Daesh, Front Al-Nusra dan semua individu, kelompok, usaha dan entitas yang terkait dengan Al-Qaeda, dan kelompok-kelompok teroris lainnya, sebagaimana ditentukan oleh Dewan Keamanan PBB, sambil memastikan perlindungan warga sipil dan infrastruktur sipil sesuai dengan hukum humaniter internasional,” ungkap pernyataan itu.

Zona de-eskalasi Idlib

Para pemimpin juga "meninjau secara rinci situasi di wilayah eskalasi Idlib dan menggarisbawahi perlunya menjaga ketenangan di lapangan dengan sepenuhnya menerapkan semua perjanjian gencatan senjata Turki-Rusia terkait Idlib. 

Mereka juga sangat prihatin atas situasi kemanusiaan di Suriah dan dampak pandemi Covid-19, pandemi ini menyebabkan masalah besar bagi sistem kesehatan, situasi sosial-ekonomi dan kemanusiaan Suriah.

Pernyataan itu menambahkan bahwa semua pihak "menolak semua sanksi sepihak yang bertentangan dengan hukum internasional, hukum kemanusiaan internasional dan Piagam PBB, khususnya dalam menghadapi pandemi Covid-19".

Dalam poin lain dalam pernyataan itu, tiga presiden menekankan kebutuhan akses kemanusiaan yang cepat, aman dan tanpa hambatan di seluruh wilayah Suriah untuk mengurangi penderitaan rakyat, dan menyerukan kepada masyarakat internasional, khususnya PBB dan lembaga kemanusiaan, agar meningkatkan bantuan mereka untuk semua warga Suriah tanpa diskriminasi, politisasi dan prasyarat.

Para presiden juga menegaskan kembali bahwa tidak akan ada solusi militer untuk konflik Suriah dan permasalahan hanya dapat diselesaikan melalui proses politik sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2254.

"Dalam hal ini mereka menekankan peran penting Komite Konstitusi di Jenewa, yang menjadi buah dari kontribusi tegas negara penjamin Astana dan pelaksanaan keputusan Kongres Dialog Nasional Suriah di Sochi."

Komite Konstitusi akan berkumpul kembali pada Agustus mendatang

Tiga pemimpin juga "menyambut baik perjanjian untuk mengadakan pertemuan ketiga Komite Konstitusi pada Agustus 2020 dan menegaskan kembali kesiapan untuk mendukung upaya interaksi dengan para anggotanya dan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Suriah Geir O. Pedersen.”

Komite, yang ditugaskan menyusun konstitusi baru di Suriah, ditunda November lalu di tengah ketidaksepakatan antara rezim dan oposisi.

Para pemimpin selanjutnya "menegaskan kembali tekad mereka untuk melanjutkan operasi pembebasan bersama para tahanan/korban penculikan dalam kesepakatan Astana".

Para pemimpin juga menekankan niat mereka untuk "memperkuat koordinasi trilateral di berbagai bidang guna mempromosikan kerja sama ekonomi bersama" dan "setuju untuk menugaskan perwakilan mereka untuk mengadakan Pertemuan Internasional Suriah berikutnya dalam format Astana sesegera mungkin." 

Kelompok Kerja antar pihak adalah mekanisme unik, yang telah terbukti efektif dan perlu untuk membangun kepercayaan antara pihak-pihak bertikai di Suriah, dan menyetujui pengambilan langkah-langkah untuk melanjutkan proses damai. 

Mereka "menyoroti perlunya memfasilitasi pengembalian pengungsi dan pencari suaka secara aman dan sukarela ke tempat tinggal mereka di Suriah, memastikan hak mereka untuk kembali dan hak untuk didukung," tambah pernyataan itu.

Turki, Rusia, dan Iran menyerukan kepada masyarakat internasional untuk berkontribusi lebih besar dalam pembagian beban dan meningkatkan bantuan ke Suriah, seperti mengembangkan proyek pemulihan awal, termasuk aset infrastruktur dasar - fasilitas pasokan air dan listrik, sekolah dan rumah sakit.

Israel dan Dataran Tinggi Golan

Terkait pengakuan AS terhadap aneksasi ilegal Israel atas Dataran Tinggi Golan Suriah tahun lalu, para presiden kembali menegaskan perlunya menghormati keputusan hukum internasional yang diakui secara universal, termasuk resolusi PBB yang menolak pendudukan Golan di Suriah.

Mereka mengutuk keputusan otoritas AS terkait Golan Suriah yang diduduki, yang merupakan pelanggaran berat hukum internasional dan mengancam perdamaian dan keamanan regional.

"Mereka menganggap serangan militer Israel di Suriah sebagai destabilisasi dan pelanggaran terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara ini dan mengintensifkan ketegangan di kawasan itu," tutur pernyataan itu.

Menurut pernyataan itu, KTT trilateral berikutnya akan diadakan sesegera mungkin di Iran atas undangan Presiden Hassan Rouhani.

Suriah dilanda perang saudara yang parah sejak awal 2011, ketika rezim Assad menindak protes pro-demokrasi dengan kekerasan yang tak terduga.

Sejak saat itu, ratusan ribu orang terbunuh dan lebih dari 10 juta lainnya mengungsi, menurut laporan PBB.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın