Dunia

Protes di Kolombia tiru revolusi payung Hong Kong

Demonstrasi dan pemogokan anti-pemerintah berlanjut di Bogota

Fahri Aksüt  | 09.12.2019 - Update : 09.12.2019
Protes di Kolombia tiru revolusi payung Hong Kong Ratusan orang menghadiri konser yang disebut "A song for Colombia" yang diselenggarakan oleh musisi dan artis Kolombia untuk mendukung aksi mogok nasional dan protes terhadap pemerintah Presiden Ivan Duque di Bogota, Kolombia pada 8 Desember 2019. Lebih dari 250 seniman memberikan konser gratis di jalan-jalan dari Bogota. (Juancho Torres - Anadolu Agency)

Ankara

Lokman Ilhan

BOGOTA, Kolombi

Curah hujan di ibukota Kolombia selama konser baru-baru ini dalam mendukung para pemrotes membangkitkan citra revolusi payung Hong Kong ketika lautan payung menghiasi tempat itu.

Seperti warga Hong Kong, warga Kolombia turun ke jalan untuk memprotes kebijakan pemerintah selama beberapa waktu.

Lusinan penyanyi dan grup musik di Kolombia juga menyelenggarakan konser untuk mendukung para pemrotes.

Lima orang tewas dan hampir seribu lainnya cedera dalam bentrokan antara pemrotes dan polisi dalam demonstrasi yang dimulai 21 November.

Para pengunjuk rasa menuntut implementasi perjanjian perdamaian yang ditandatangani dengan kelompok pemberontak Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia dan pemenuhan janji yang dibuat kepada para siswa setelah mobilisasi besar-besaran terakhir terhadap kebijakan Presiden Ivan Duque.

Komite Pemogokan Nasional juga memiliki daftar yang berisi 13 tuntutan, termasuk memerangi korupsi, meningkatkan sektor pertanian, melindungi lingkungan, dan menolak privatisasi aset negara.

Siswa menuntut lebih banyak dana untuk universitas negeri, gerakan feminis meminta aborsi gratis dan legal dan para pemimpin sosial menyerukan diakhirinya kekerasan di masyarakat pedesaan.

Para pengunjuk rasa juga tidak menyetujui UU Pertumbuhan Ekonomi, yang pada dasarnya adalah reformasi pajak.

Menurut demonstran, reformasi ini adalah bagian dari apa yang disebut oleh para demonstran sebagai "paket Duque," yang telah memicu kekacauan dan tetap menjadi pusat debat publik.

Duque, yang telah menjabat selama 15 bulan, menghadapi salah satu ujian paling sulit dalam kepresidenannya.

Tugas dia sekarang adalah menemukan strategi yang akan diterima oleh para pemrotes dan yang dapat menenangkan gejolak di jalanan, meskipun tuntutan tampaknya jauh dari kebijakan pemerintahnya, kata pengunjuk rasa.

* Ditulis oleh Fahri Aksut

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.