Politik, Dunia

Pakistan: Tindakan India di Kashmir lahirkan ekstremisme

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menggambarkan Kashmir sebagai krisis kemanusiaan, berjanji untuk mengangkatnya di PBB

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 14.09.2019 - Update : 16.09.2019
Pakistan: Tindakan India di Kashmir lahirkan ekstremisme Perdana Menteri Pakistan Imran Khan berpidato di depan masyarakat di Muzaffarabad, ibu kota Kashmir yang di bawah kendali Pakistan, pada 13 September 2019, untuk menyoroti isu Kashmir ke komunitas internasional. (Chudary Naseer - Anadolu Agency)

Pakistan

Aamir Latif

KARACHI, Pakistan

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan pada Jumat memperingatkan bahwa tindakan India di Jammu dan Kashmir mengembangbiakkan ekstremisme.

Dalam pidatonya di Muzaffarabad, ibu kota Jammu dan Kashmir yang dikelola Pakistan, Khan menggambarkan Kashmir sebagai masalah kemanusiaan dan berjanji untuk mengangkatnya di sidang Majelis Umum PBB akhir bulan ini.

"Saya ingin memberi tahu India bahwa kekejaman pasukan Anda di Kashmir mendorong para pemuda menuju ekstremisme. Mereka (pemuda) akan berjuang melawan kebrutalan ini, karena mereka lebih memilih kematian yang terhormat daripada kehidupan dengan penghinaan," ujar dia.

Perdana Menteri Kashmir yang dikelola Pakistan Raja Farooq Haider, Menteri Luar Negeri Shah Mehmood Qureshi, anggota kabinet, politisi lokal, seniman dan olahragawan, termasuk mantan bintang kriket Shahid Afridi, menghadiri unjuk rasa yang dilalakukan untuk menunjukkan solidaritas kepada warga Kashmir yang dikelola India.

"Jika Anda memperlakukan saya, para wanita dan anak-anak di keluarga saya, saya akan bertarung karena saya akan berpikir bahwa kematian lebih baik daripada kehidupan ini," kata Khan yang terlihat emosional ketika kerumunan mengibarkan bendera Pakistan dan Kashmir.

Khan memperingatkan Perdana Menteri India Narendra Modi bahwa tindakannya tidak hanya menargetkan warga Kashmir, tetapi juga meningkatkan rasa isolasi dan rasa tidak aman bagi 200 juta Muslim India.

"Saya ingin meyakinkan Anda bahwa kami tidak akan mengecewakan Anda. Saya akan mengambil sikap terhadap Kashmir, yang tidak pernah diambil [oleh pemerintah mana pun] di masa lalu," kata Khan, merujuk pada sidang Majelis Umum PBB yang akan datang.

Mengutip serangan yang menewaskan 44 tentara India pada Februari tahun ini di distrik Pulwama, Kashmir, Khan mengatakan serangan biadab itu dilakukan oleh seorang pemuda Kashmir, yang telah disiksa dan dihina oleh pasukan India.

"India menganggap Pakistan bertanggung jawab, padahal itu adalah reaksi terhadap kebrutalan India," ujar dia.

Khan mengatakan bahkan jika beberapa negara tetap diam soal Kashmir karena kepentingan perdagangan mereka dengan India, 1,25 miliar Muslim di seluruh dunia tidak akan tinggal diam.

"Banyak dari mereka juga bisa menuju ekstremisme," tambah dia.

Bahkan ketika banyak partai politik di Kashmir bersikeras untuk melakukan unjuk rasa menuju Garis Kontrol (LoC) - perbatasan de facto, yang memisahkan Jammu dan Kashmir - Khan mengatakan dia sendiri akan mendukungnya.

Partai-partai politik di wilayah itu ingin mempraktikkan kembali penghancuran Tembok Berlin yang memisahkan Jerman pada 1961-1989.

"Saya sepenuhnya memahami emosi Anda. Banyak di antara Anda ingin berbaris menuju LoC. Tapi tidak sekarang, saya akan memerintahkan kapan kita harus pergi ke LoC. Biarkan saya pergi dulu ke PBB dan beri tahu dunia apa yang terjadi di Kashmir. Dan jika masalah ini tidak terselesaikan, seluruh dunia akan menderita," kata Khan.

Jammu dan Kashmir mengalami blokade komunikasi sejak 5 Agustus, yakni ketika India mengubah status quo negara bagian itu.

Pemerintah India kemudian memberlakukan pemadaman komunikasi total di wilayah tersebut untuk menghalangi demonstrasi dan menggagalkan pemberontakan.

Sejumlah kelompok hak asasi manusia termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International telah berulang kali meminta India untuk mencabut pembatasan dan membebaskan tahanan politik.

Sejak 1947, Jammu dan Kashmir diberi hak khusus untuk memberlakukan hukumnya sendiri.

Ketentuan tersebut juga melindungi hukum kewarganegaraannya, yang melarang orang luar untuk menetap atau memiliki tanah di wilayah tersebut.

Jammu dan Kashmir itu dikuasai oleh India dan Pakistan sebagian dan diklaim oleh keduanya secara penuh.

Sejak berpisah pada 1947, India dan Pakistan telah berperang sebanyak tiga kali - pada 1948, 1965 dan 1971 - dua di antaranya memperebutkan Kashmir.

Sejumlah kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir berperang melawan pasukan India untuk memperjuangkan kemerdekaan, atau untuk bersatu dengan negara tetangga Pakistan.

Menurut sejumlah organisasi hak asasi manusia, ribuan orang tewas akibat konflik di wilayah itu sejak 1989.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.