Budaya

Punk muslim bertobat, hapus tato dengan Ar-Rahman

Fuad dibantu oleh Komunitas Gerak Bareng yang menggratiskan penghapusan tato untuk mereka yang ingin ‘hijrah’ tapi terkendala dana

Megiza  | 11.08.2017 - Update : 01.01.2018
Punk muslim bertobat, hapus tato dengan Ar-Rahman Fuad Ahmadi, 21, mengikuti program penghapusan tato 'Berani Hijrah Itu Baik' yang diselenggarakan oleh Komunitas Gerak Bareng di Jakarta, 10 Augustus 2017. (Megiza Asmail - Anadolu Agency)

Regional

Megiza Asmail

TANGERANG, BANTEN

“Ar-rahmaan. 'Allamal qur-aan, khalaqal insaan.  'Allamahul bayaan, asy-syamsu wal qamaru bihusbaan. Wan najmu wasy-syajaru yasjudaan. Wassamaa-a rafa'ahaa wa wadha'al miizaan.”

Lamat-lamat suara orang membaca ayat-ayat awal Surat Ar-Rahman terdengar dari dalam klinik di sebuah kompleks apartemen di Karawaci, Tangerang, sore itu. 

Lafaz surat ke-55 dalam Al Quran tersebut kemudian memelan, tertutup dengung tembakan mesin laser.  

Senandung surat yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Yang Maha Pemurah’ itu kembali terdengar kencang kala suara laser berhenti.

Fuad Ahmadi, 21, melisankan surat yang memiliki 78 ayat itu sampai selesai. 

Bersamaan dengan sinar laser yang ditembakkan berkali-kali ke beberapa bagian tubuhnya, Fuad pun mengulang lagi Ar-Rahman dari awal. 

Beberapa kali wajahnya meringis. Terlihat menahan sakit, meski tak menangis. 

Di hadapannya, seseorang menggenggam telapak tangan Fuad sambil memegang sebuah alat yang memancarkan sinar.

Sinar berwarna kuning itu terlihat mengikuti coretan-coretan yang tertoreh di lengan Fuad. 

Tampak jelas, pekat warna hitam dan merah yang menempel di kulitnya perlahan menipis setelah dilintasi sinar tersebut. Belum hilang, hanya memudar.

Laki-laki yang tinggal di kawasan Semper, Jakarta Utara, itu bercerita tato bergambar biomekanika di tangannya tersebut merupakan hasil karya rajah temannya. 

Meski terbilang banyak, namun tato di tubuh Fuad jauh dari kata artistik. Keenam tato tersebut terlihat coreng-moreng, hasil rajahan seorang amatir. 

Terhitung, ada enam tato yang menempel di tubuh Fuad. Selain di bagian lengan, Fuad juga punya rajahan tato di ruas-ruas jari tangannya, perut, kaki kanan, paha sebelah kiri, dan juga bagian nadi tangan kanannya.

“Saya bikin ini gratis karena sama teman. Ya, jadi kanvas mereka. Teman-teman saya itu anak punk, kami bikinnya bareng-bareng di jalan,” kata Fuad. 

Walau punya nilai historis sebagai bukti persahabatan dengan tiga orang temannya, Fuad kini siap untuk menghapus kenangan masa-masa itu. Masa di mana dia hidup di jalan dan melakukan aksi kriminal demi bertahan hidup bersama kawan-kawannya.

Beberapa tahun lalu bahkan, aku Fuad, dia sempat menjadi seorang buron. 

Itu terjadi setelah dia dan seorang temannya melakukan kekerasan kepada sepasang muda-mudi yang sedang berkencan di kawasan Tanjung Priok. 

Rencana penjambretan yang ditargetkan kelompoknya berakhir dengan kekerasan. 

Pasca kejadian itu, Fuad melarikan diri ke Gombong, Kebumen, Jawa Tengah, ke rumah Kakeknya. 

Dua tahun hidup bersama si Mbah, jauh dari kawan-kawan jalanannya, laki-laki yang hanya lulus Sekolah Menengah Pertama ini mengaku mendapat momen untuk merenungi kehidupan yang selama ini dijalaninya. 

“Mbah saya di Gombong hidup sendiri. Selama menemani dia, saya akhirnya sadar, ibu-bapak saya tidak pernah berbuat kasar kepada saya dari kecil sampai sekolah. Tapi kenapa saya malah nakal seperti ini?” kenang Fuad. 

Sejak saat itu, Fuad pun ingin mengubah jalan hidupnya. Dia berusaha untuk bertobat. Kewajibannya untuk beribadah salat lima waktu sebagai seorang muslim dia coba lakukan kembali.

Tapi, Fuad merasa tidak mudah kembali ke tengah masyarakat ketika tubuhnya terlihat penuh coretan di mana-mana, meski berhasrat memperbaiki hidup. 

Dia paham benar pandangan seseorang terasa sangat berbeda ketika melihat sekelebat rajahan dari balik kaus lengan panjangnya. 

“Pernah suatu saat saya sholat subuh ke masjid. Saya sudah pakai kaus lengan panjang. Tato di tangan saya ini sudah saya tutup-tutupin. Cuma memang yang di jari sulit untuk ditutup. Waktu itu ada orang yang mau sholat di samping saya. Tapi dia langsung menjauh dan pindah tempat ketika melihat tato di tangan saya,” ujar Fuad.  

Mengalami kejadian tak menyenangkan itu, Fuad mengaku akhirnya bereksperimen untuk menghapus tato sendirian. 

Campuran serbuk Permanganas Kalikus (PK) dengan sabun krim, kemudian adukan minyak zaitun dan kapur sirih, menjadi beberapa cara yang dicobanya. 

Terakhir, dia nekat menggunakan cairan pembersih keramik demi menghilangkan tato-tato itu. 

“Saya coba segala cara untuk menghapus tato-tato ini. Tapi kulit saya malah berubah warna dan pernah terasa seperti terbakar,” kata dia. 

Keinginan besar untuk kembali sebagai laki-laki muslim seutuhnya, diakui Fuad, membuat dia rela melakukan apa saja untuk menghapuskan tato. 

Dia sadar, bahwa menghapus tato bakal terasa lebih sakit dibanding kala membuatnya. 

“Saya ingin bersih sebelum saya meninggal nanti. Jadinya, enggak masalah kalau harus sakit ketika dihapus. Yang penting saya bersih,” yakin Fuad. 

Hingga dua bulan ke depan, dia memastikan, bakal bolak-balik datang ke klinik kecil di kawasan Karawaci itu. 

Demi bersih kembali, Fuad pun menyatakan rela mengikuti peraturan yang dibuat dalam program penghapusan tato yang digagas oleh Komunitas Gerak Bareng. 

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.