Membatik ayat-ayat Ilahi, kawinnya budaya dan agama
Mushaf batik menjadi perkawinan antara seni dan bagian dari dakwah agama Islam

Jakarta Raya
Iqbal Musyaffa
SOLO, Indonesia
Islam datang ke Nusantara dengan cara-cara damai. Walisongo, sebutan bagi sembilan ulama yang menyebarkan Islam ke Pulau Jawa, juga memperkenalkan agama rahmatan lil alamin dengan dakwah kultural.
Sunan Kalijaga, alkisah, menciptakan corak batik bermotif burung (kukula) yang mengandung ajaran etik, bahwa seseorang harus selalu menjaga ucapannya.
Hari ini, perkawinan batik dengan dakwah kembali dihidupkan oleh Alpha Febela Priyatmono, pemilik merek Batik Mahkota Laweyan sekaligus Ketua Umum Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL) di Solo, Jawa Tengah.
Laweyan sendiri adalah sebuah kelurahan kecil yang menjadi tempat tinggal 2.500 jiwa. Kampung ini istimewa, karena sebagian penghuninya adalah juragan atau pengusaha batik. Para pengusaha ini masing-masing memiliki pabrik rumahan tempat batik print (cap dan sablon) maupun batuk tulis dibuat.
Di bawah pimpinan Alpha, komunitas ini memiliki niat mulia untuk membuat mushaf batik Al Quran di atas kain berukuran 90x115 cm per lembar, menggunakan dana dari kas FPKBL.
Sebagai proyek percontohan, Batik Mahkota Laweyan milik Alpha memulai membuat mushaf batik dengan khot Kudus. Per lembar, Alpha mengaku mengeluarkan biaya Rp300 ribu.
“Belum ada pembiayaan dari pihak lain,” jelas Alpha kepada Anadolu Agency yang mengunjunginya di Solo, akhir pekan lalu.
Mushaf batik Al Quran tersebut rencananya akan dijilid setiap lima juz, sehingga total akan terdapat 6 jilid untuk 30 juz Al Quran. Setelah pengerjaan yang ditargetkan rampung pada 2018 nanti, mushaf batik Al Quran akan diberikan kepada Masjid Laweyan.
Dalam sebuah ruang pembuatan batik, kini mulai tampak lembaran kain bertuliskan ayat-ayat Al Quran dengan motif batik di pinggirannya. Selain itu, juga terdapat sebuah kain besar ukuran 3x5 meter bermotif batik pada pinggiran mushaf bertuliskan ayat-ayat surat Al Fatihah tergantung di tengah-tengah ruangan.
Karya tersebut dibuat pada saat peluncuran proyek mushaf batik Al Quran beberapa waktu lalu.
Kelak, menurut Alpha, proyek serupa akan dilakukan oleh seluruh komunitas kampung Laweyan.
“Bedanya, mushaf batik Al Quran komunitas akan menggunakan khot Utsmani. Tebal tipisnya huruf berbeda,” terang Alpha soal perbedaan khot Kudus dengan khot Utsmani.
Pada masa awal Islam masuk ke Indonesia, Al Quran ditulis dengan khot Kudus. Sementara kebanyakan mushaf Al Quran Timur Tengah menggunakan khot Utsmani.
“Apapun jenis hurufnya, tidak mengubah sedikit pun isi dan arti Al Quran,” tukasnya.
Pembuatan mushaf ini, lanjut dia lagi, tak jauh berbeda dari semangat Sunan Kalijogo saat membuat motif kukula, yakni dakwah. Mushaf batik bisa menjadi sarana edukasi bagi masyarakat untuk bisa membaca, menulis, memahami, serta mengamalkan Al Quran melalui batik.
Namun misi lain juga dituju, sebut Alpha, yakni misi budaya. Alpha bersama FPKBL bahkan bermimpi menyelenggarakan Solo International Festival Quran-Batik, di mana para wisatawan dari seluruh dunia bisa bersama-sama membuat mushaf batik.
Festival ini, katanya, bisa dibuat lintas-agama. Mereka yang beragama Islam menjiplak tulisan Arabnya, sementara mereka yang beragama di luar Islam bisa menghias bingkai-bingkai mushaf dengan corak khas dari negara masing-masing.
Melalui festival ini, ia ingin para wisatawan khususnya umat muslim dunia belajar lebih jauh tentang Al Quran dan batik.
“Bahkan komunitas nonmuslim pun bisa ikut berpartisipasi untuk lebih mengenal tentang budaya batik dan Islam di Indonesia,” jelas Alpha.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.