Sulit peroleh e-KTP, Ahmadi Indonesia merasa didiskriminasi
Syarat surat pernyataan beragama Islam bermaterai dan mengucap syahadat dianggap mengintervensi hak spiritual warga negara

Regional
Muhammad Latief
JAKARTA
Jemaah Ahmadiyah asal Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat, mendatangi Kantor Direktorat Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengadu soal kesulitan pengurusan dokumen kependudukan mereka, Senin.
Peneliti Yayasan Satu Keadilan, Syamsul Alam Agus yang mendampingi warga, mengatakan sejak tiga tahun lalu, sekitar 1.600 warga Jemaah Ahmadiyah di Manislor kesulitan mengurus Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Kesulitan terjadi setelah terbit surat Bupati Kuningan Perihal Pencantuman Agama bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) pada e-KTP.
“Karena warga tidak mempunyai e-KTP maka warga kesulitan untuk mengurus banyak hal terkait hak-hak perdatanya. Warga juga sulit mendapatkan rekening bank, hak pilih dalam Pilkada (Pemilihan Kepada Daerah) atau Pilpres (Pemilihan Presiden),”ujarnya.
Salah seorang warga Manislor, Dessy, mengaku tidak memiliki e-KTP sejak tiga tahun lalu. Dia merasa kesulitan untuk mendapat berbagai layanan dan fasilitas umum.
“Hak-hak dasar saya tidak bisa terpenuhi karena tidak mempunyai e-KTP. Saya pernah kesulitan mengurus BPJS dan dokumen lain,” akunya.
Ada kisah sedih lain, yaitu anak seorang warga yang akhirnya meninggal dunia karena tidak mendapatkan perawatan kesehatan. Ternyata orang tuanya tidak bisa mengurus Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, karena tidak mempunyai e-KTP. Warga lain tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena masalah serupa.
Warga merasa, kebijakan Pemkab Kuningan diskriminatif. Mereka berpendapat umat Islam maupun Jemaah Ahmadiyah di tempat lain tidak ada yang diperlakukan seperti mereka.
Kabupaten Kuningan memberi syarat tambahan untuk pencetakan e-KTP Jemaah Ahmadiyah dari Desa Manislor, yakni menandatangani surat bermaterai yang berisi pengakuan bahwa mereka beragama Islam dan mau mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum kartunya dicetak.
Kebijakan ini, kata Syamsul, “mengintervensi hak-hak internum (wilayah spiritual warga negara) yang tidak seharusnya tidak bisa dijangkau oleh negara”.
Ditemui di tempat terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pada dasarnya setiap warga negara harus mencantumkan agama dalam kolom e-KTP. Bagi anggota Ahmadi, hingga saat ini negara masih memutuskan untuk menuliskan Islam pada kolom agama, alih-alih mencantumkan agama Ahmadiyah.
“Di beberapa daerah, warga Ahmadiyah tidak mau kalau kolom agama ditulis Islam. Tidak diberikan e-KTP itu sikap Pemerintah di daerah juga, karena [bukan] agama yang sah sesuai UU,” ujarnya.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.