Kepala TPF Myanmar sebut orang Rohingya hadapi "tindakan kejam"
Darusman menyampaikan temuannya itu pertemuan ke-36 Dewan Hak Asasi PBB di Jenewa.

Fatih Erel
JENEWA
Ranjau darat yang ditanam di perbatasaN Myanmar dengan Bangladesh membunuh dan melukai warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan dan penganiyaan di Rakhine, kata seorang tokoh PBB senior pada Selasa
Marzuki Darusman, ketua Tim Pencari Fakta Myanmar, juga mengatakan orang Rohingya menghadapi “tindakan kejam” dan menjadi korban “propaganda tidak manusiawi”.
Darusman menyampaikan temuannya itu pertemuan ke-36 Dewan Hak Asasi PBB di Jenewa.
“Ranjau antara perbatasan Myanmar-Bangladesh itu melukai mereka yang melarikan diri dari kekerasan, termasuk anak-anak. Terjadi juga propaganda tidak manusiawi yang menyamakan warga Rohingya dengan hama,” kata Darusman.
Penyelidik PBB itu mengatakan lebih dari 400.000 orang mengungsi ke Bangladesh dalam waktu kurang dari sebulan. Hampir 200 desa yang sebelumnya ditempati Rohingya sekarang kosong, lanjutnya.
PBB mendorong Myanmar memberikan akses penuh pada regu pencari fakta agar mereka dapat melakukan tugasnya.
“Kami berkomunikasi dengan pemerintah Myanmar agar mereka bekerjasama dengan kami dan memberikan akses penuh ke negara tersebut,” jelas Darusman.
Darusman juga meminta Dewan HAM PBB untuk memperpanjang mandatnya hingga September 2018 untuk menyelidiki kekerasan Myanmar.
PBB mengatakan sejak 25 Agustus, tercatat sebanyak 410.000 masuk ke Bangladesh untuk melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.
Oktober tahun lalu, pasukan keamanan Myanmar melancarkan operasi di Distrik Maungdaw, Rakhine, selama lima bulan, yang menurut perwakilan Rohingya telah menewaskan 400 jiwa.
PBB mencatat adanya kejahatan kemanusiaan, termasuk pemerkosaan massal, pembunuhan – terhadap bayi dan anak-anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan paksa oleh pasukan keamanan selama operasi tersebut.
Kekerasan merebak lagi di Rakhine sekitar 2 pekan lalu ketika militer menindak keras warga Rohingya.
PBB menyebut kaum Rohingya sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia, yang telah menderita akibat sejumlah serangan sejak kekerasan komunal terjadi pada 2012 yang menewaskan puluhan jiwa.