Türkİye, Politik, Dunia

Presiden Turki tegaskan Yunani tak punya hak tunjuk mufti di wilayahnya

Athena tidak memberikan fasilitas 'perawatan yang diperlukan' untuk 150.000 orang Turki di Yunani, kata Presiden Turki Erdogan

Jeyhun Aliyev, Faruk Zorlu  | 17.04.2021 - Update : 17.04.2021
Presiden Turki tegaskan Yunani tak punya hak tunjuk mufti di wilayahnya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara kepada wartawan setelah melakukan salat Jumat di Masjid Kerem Aydinlar di distrik Uskudar, Istanbul, Turki, pada 16 April 2021. (İsa Terli - Anadolu Agency)

Ankara

ANKARA

Menurut Perjanjian Lausanne, Athena "tidak memiliki hak" untuk menunjuk kepala ulama, atau mufti, yang tinggal di Yunani, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat.

"Bagaimana kalian bisa melakukan itu? Kami tidak menunjuk patriark di sini," kata Erdogan kepada wartawan di Istanbul, seraya menambahkan bahwa patriark Ekumenis di Turki dipilih oleh Sinode Suci, badan pembuat keputusan dari Patriarkat Ortodoks Yunani.

Erdogan mengatakan Yunani tidak membayar "perawatan yang diperlukan" untuk 150.000 orang Turki yang tinggal di Trakia Barat, yang sebagian besar beragama Muslim.

Dia menegaskan, hanya pejabat kelompok ulama, seperti mufti dan imam, yang bisa memilih ketua mufti di Yunani.

Pemilihan mufti diatur oleh Perjanjian Athena 1913, kesepakatan antara Yunani-Ottoman yang digelar oleh Athena pada 1920.

Tetapi pada 1991, Yunani melanggar hukum internasional, negara itu telah membatalkan hukumnya tentang perjanjian itu dan secara tidak sah mulai menunjuk mufti.

Para mufti yang ditunjuk oleh Yunani sejak saat itu telah merampas hak Muslim lokal dalam urusan keluarga dan warisan.

Mayoritas Muslim Turki di Trakia Barat tidak mengakui mufti yang ditunjuk oleh Yunani dan sebaliknya memilih mufti mereka secara sah.

Yunani menolak untuk mengakui para mufti terpilih sejak 1991.

Tuduhan yang tidak bisa diterima

Pada konferensi pers bersama pada Kamis antara Menlu Turki dan Menlu Yunani, Erdogan juga mengatakan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah menegur Menlu Yunani Nikos Dendias karena melontarkan tuduhan tak mendasar terhadap Turki.

Dalam konferensi pers bersama dengan Dendias pada Kamis, Cavusoglu mengatakan retorika provokatif harus dihindari dalam hubungan antara kedua negara.

"Kami ingin pertemuan pertama ini berlanjut dalam suasana yang lebih positif, tetapi dalam sambutannya, Nikos Dendias, sayangnya, membuat tuduhan yang sangat tidak dapat diterima terhadap negara saya," kata Cavusoglu.

Menlu Turki mengatakan klaim bahwa Turki melanggar hak kedaulatan Yunani tidak dapat diterima.

"Turki mampu melindungi hak-haknya, terutama di Mediterania Timur, dan hak-hak warga Siprus Turki," tegas Cavusoglu.

Turki, yang memiliki garis pantai kontinental terpanjang di Mediterania Timur, telah menolak klaim batas maritim oleh Yunani dan pemerintahan Siprus Yunani, serta menekankan bahwa klaim mereka yang berlebihan melanggar hak kedaulatan Turki dan Siprus Turki.

Tahun lalu, Ankara mengirimkan beberapa kapal bor untuk mengeksplorasi energi di Mediterania Timur untuk menegaskan haknya di wilayah tersebut serta milik Republik Turki Siprus Utara.

Para pemimpin Turki telah berulang kali menekankan bahwa Ankara mendukung penyelesaian masalah yang luar biasa di kawasan itu melalui hukum internasional, hubungan bertetangga yang baik, dialog, dan negosiasi.

Serangan baru-baru ini di Gaza

Berbicara tentang serangan Israel terbaru di Jalur Gaza, Erdogan mengatakan itu adalah "indikasi jelas" dari "sikap Israel terhadap Muslim."

"Sikap Israel menyebabkan hubungan Turki-Israel tidak mungkin mencapai tingkat yang diinginkan," tambah Erdogan.

Pada Kamis, tentara Israel mengklaim bahwa pesawat tempur dan helikopternya melakukan serangan udara yang mengenai sasaran Hamas, kelompok perlawanan Palestina, dan sebuah pabrik amunisi dan terowongan yang digunakan untuk pengiriman senjata di Gaza.

Tidak ada korban yang dilaporkan dalam serangan itu, menurut seorang reporter Anadolu Agency di lapangan.

Jalur Gaza yang berpenduduk padat berada di bawah blokade Mesir-Israel sejak 2007, ketika Hamas mengambil alih daerah pesisir itu.

Blokade tersebut telah merusak kondisi kehidupan di wilayah tersebut.

Lebih dari 2.160 warga Palestina tewas, kebanyakan dari mereka warga sipil, dan sekitar 11.000 lainnya terluka dalam serangan Israel terhadap Jalur Gaza pada 2014.

Mega proyek Kanal Istanbul

Turki akan "mengambil langkah proyek pertama" pada Juni membuat salah satu jembatan yang direncanakan untuk menjangkau Kanal Istanbul, sebuah mega proyek yang direncanakan untuk menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Hitam di barat laut negara itu, kata Erdogan.

"Ada enam jembatan yang direncanakan untuk tahap pertama. Bisa juga tujuh. Saat ini sudah diambil langkah-langkah dalam desain proyek," ujar dia.

Pada Rabu, Erdogan telah menekankan bahwa Kanal Istanbul akan menghasilkan ketenangan pikiran yang lebih besar bagi bangsa Turki.

"Proyek Kanal Istanbul, yang tidak ada hubungannya dengan Konvensi Montreux, akan membawa Turki kenyamanan dan kedamaian yang lebih besar," kata Erdogan, mengacu pada perjanjian tahun 1936 di Selat Turki, salah satunya - Bosporus - di provinsi Istanbul.

Dengan proyek Kanal Istanbul, kota ini akan memperoleh banyak kekayaan, dan Bosporus akan merasa lega di tengah masalah lingkungan pada tingkat lalu lintas laut saat ini.

Presiden Turki sebelumnya berpendapat bahwa sebagai alternatif dari Selat Bosporus, kanal itu akan mengurangi lalu lintas kapal yang sangat berbahaya di selat, dan khususnya pengiriman bahan berbahaya.

Penutupan kursus Quran di Siprus Utara

Mengenai penutupan kursus Alquran di Siprus Utara, Erdogan mendesak kepala pengadilan tinggi di negara itu untuk segera mengubah keputusan yang salah itu.

"Jika tidak, langkah-langkah yang akan kami ambil akan berbeda terhadap kursus yang ditutup, dan mereka seharusnya tahu hal ini juga," ujar Presiden Turki.

Merujuk pada keputusan baru-baru ini oleh Mahkamah Konstitusi tentang penutupan kursus Alquran di Republik Turki Siprus Utara (TRNC), Erdogan mengatakan pernyataan yang dibuat oleh ketua pengadilan itu "tidak dapat diterima."

"Sekularisme tidak seperti yang mereka pahami, dan Siprus Utara bukanlah Prancis," tegas Erdogan.

Sebelumnya, Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun mengatakan di Twitter bahwa keputusan penutupan kursus Alquran di TRNC adalah "produk dari pikiran ideologis dan dogmatis."

“Menafsirkan sekularisme dengan cara yang dangkal dan tidak benar merupakan langkah menuju penghapusan hak dan kebebasan fundamental,” tukas Altun.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın