Budaya, Nasional

Bagaimana solidaritas multilateral menjawab kesenjangan akses vaksin di dunia

Lebih dari 381 juta dosis vaksin Covid-19 telah disuntikkan di lebih dari 120 negara, namun masih ada negara yang kesulitan mengakses vaksin

Nicky Aulia Widadio  | 16.03.2021 - Update : 18.03.2021
Bagaimana solidaritas multilateral menjawab kesenjangan akses vaksin di dunia Seorang pekerja kesehatan menujukkan vaksin Covid-19 Sinovac di Puskesmas, di Pekanbaru, Riau, Indonesia pada 14 Januari 2021. ( Dedy Sutisna - Anadolu Agency )

Indonesia

JAKARTA

Terbatasnya ketersediaan vaksin Covid-19 menjadi salah satu masalah yang menghambat target pencapaian kekebalan komunitas (herd immunity) melalui program vaksinasi di tengah pandemi.

Lebih dari 381 juta dosis vaksin telah disuntikkan di lebih dari 120 negara di seluruh dunia, namun masih ada negara yang kesulitan mengakses vaksin Covid-19.

Di Indonesia, vaksinasi Covid-19 dimulai sejak 13 Januari lalu, menggunakan vaksin yang diproduksi perusahaan farmasi asal China, Sinovac.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan Indonesia “beruntung” karena bisa memulai program vaksinasi lebih awal dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, hingga Australia.

“Politik vaksin itu terjadi secara geopolitik. Indonesia beruntung bisa dapat, beruntung sekali kita bisa dapat,” ujar Menteri Budi dalam sebuah webinar.

Beberapa waktu lalu, Italia mengembargo pengiriman vaksin AstraZeneca ke Australia, setelah ada regulasi baru Uni Eropa yang memungkinkan ekspor dihentikan apabila perusahaan penyedia vaksin gagal memenuhi kewajibannya kepada Uni Eropa.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Kamis lalu mengumumkan bahwa dia akan memesan total 200 juta dosis vaksin Johnson&Johnson dan akan memprioritaskan vaksin untuk penduduk AS sebelum mengirim bantuan ke negara lain.

Situasi ini semakin menguatkan kekhawatiran akan kesenjangan akses vaksin antara negara maju dan negara miskin.

Menurut data yang dihimpun oleh Our World In Data, lebih dari 200 juta dosis telah disuntikkan di Amerika Serikat, China, Uni Eropa, Inggris, Israel, dan India.

Ada perbedaan jumlah cukup signifikan apabila dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan rendah, yang sebagian bahkan belum memulai vaksinasi.

Mengapa solidaritas vaksin dan kerja sama multilateral penting?

Covax Facility, sebuah inisiatif global yang dikelola oleh Aliansi Vaksin GAVI, Koalisi untuk Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjadi salah satu wadah untuk mengupayakan kesetaraan akses vaksin bagi setiap negara bagaimana pun kemampuan ekonominya.

Covax menerima donasi dari sejumlah negara dan lembaga di dunia, juga menggandeng lembaga seperti Unicef untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 ke seluruh dunia khususnya ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Pelibatan Unicef penting karena lembaga ini merupakan pembeli vaksin tunggal terbesar di dunia dengan jumlah mencapai 2 miliar dosis per tahun untuk imunisasi rutin dan respons wabah pada hampir 100 negara.

Covax Facility juga menjanjikan bahwa setiap negara dapat menerima vaksin sebanyak 20 persen dari total populasi mereka.

Vaksin akan didapatkan secara gratis bagi 92 negara yang masuk kategori Advance Market Commitment (AMC), termasuk Indonesia.

“Covax itu memastikan setiap negara, regardless perkembangan pembangunannya, itu semua rakyatnya harus punya akses yang sama terhadap vaksin. Vaksin yang berkualitas dan aman,” kata Communications for Development Specialist Unicef Indonesia, Rizky Ika Syafitri kepada Anadolu Agency.

Meski tidak menjamin akses penuh bagi setiap negara, 20 persen kebutuhan vaksin tersebut setidaknya diharapkan bisa dimanfaatkan untuk tenaga kesehatan dan penduduk lanjut usia yang memiliki kerentanan tinggi di masa pandemi.

Pada awal Maret 2021, Covax akhirnya mengirimkan vaksin kloter perdana ke Ghana dan Pantai Gading.

Pengiriman kemudian menyusul ke negara-negara lainnya, termasuk Indonesia yang telah menerima 1,1 juta dosis AstraZeneca pada pekan lalu.

Rizky menuturkan vaksin tersebut didapatkan secara gratis oleh negara-negara yang masuk dalam kategori AMC.

“Vaksin untuk Indonesia itu free of charge. Indonesia hanya menanggung distribusi dalam negeri. Sampai vaksinnya datang itu tidak ada biaya yang dibebankan ke pemerintah Indonesia,” ujar dia.

Mekanisme ini juga tidak menutup kemungkinan negara anggota Covax Facility melakukan kerja sama bilateral dengan produsen vaksin untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Indonesia misalnya, tetap bisa mendapatkan jatah vaksin gratis dari Covax Facility meski di atas kertas pemerintah telah menyepakati pembelian lebih dari 300 juta dosis vaksin secara bilateral dengan Sinovac, AstraZeneca-Oxford, Pfizer-BioNTech, serta Novavax.

Meski demikian, Rizky menuturkan mengatakan solidaritas multilateral seperti Covax Facility tetap dibutuhkan terlepas sejumlah kesepakatan bilateral yang telah diteken.

It’s not really secure, dalam arti barangnya belum ada di sini. Itu billateral deals antara pemerintah kita dengan negara-negara produsen dan semua negara melakukan lobi yang sama,” kata Rizky kepada Anadolu Agency.

“Kalau ada sesuatu yang tidak sesuai rencana, setidaknya 20 persen itu tetap bisa terpenuhi (melalui Covax). Bukan tidak mungkin kesepakatan bilateral itu ada yang missed. Banyak contoh di negara lain, entah shipment terhambat, produksi terhambat. Covax Facility make sure setidaknya 20 persen itu secure,” jelas dia.

Indonesia sendiri meneken nota kesepahaman terkait Covax Facility dengan Unicef sejak tahun lalu.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahkan menjadi salah satu Co-Chair Covax AMC 92 dan telah berulang kali menyuarakan kesetaraan akses vaksin bagi seluruh negara.

Lewat Covax Facility, Indonesia bisa mendapatkan vaksin gratis hingga 108 juta dosis atau 20 persen dari total kebutuhan vaksin berdasarkan jumlah populasi sebesar 277 juta orang.

Covax Facility sejauh ini telah mengirimkan 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca yang telah tiba di Indonesia pada pekan lalu, dari total 11,7 juta dosis yang akan dikirim secara bertahap hingga Mei 2021.

Sisanya diprediksi akan tiba pada semester kedua 2021 hingga tahun depan.

Keterbatasan stok hambat program vaksinasi di Indonesia

Meski program vaksinasi di Indonesia dimulai cukup cepat, keterbatasan stok vaksin menjadi salah satu isu yang menghambat target pencapaian kekebalan komunitas (herd immunity) melalui program vaksinasi di tengah pandemi.

Indonesia menargetkan program ini tercapai dalam kurun 15 bulan, namun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia kecepatan pelaksanaan program vaksinasi amat bergantung pada ketersediaan vaksin.

Mayoritas vaksin yang telah dipesan oleh Indonesia baru tiba pada semester kedua 2021 hingga tahun depan.

Budi memaparkan hanya akan ada sekitar 80 juta dosis vaksin Covid-19 yang akan tiba di Indonesia pada Januari sampai Juni 2021 dari total kebutuhan sebesar 426 juta dosis. Sedangkan sisanya akan tiba pada semester kedua 2021 hingga tahun depan.

“Artinya (sampai Juni) hanya 40 juta rakyat Indonesia yang bisa kita vaksin karena vaksinnya hanya ada segitu,” kata Budi dalam sebuah webinar.

Sejak program vaksinasi bergulir pada 13 Januari 2021, sebanyak 4,1 juta tenaga kesehatan, pekerja publik, dan lansia telah menerima suntikan dosis pertama dan 1,5 juta orang di antaranya telah menerima dosis kedua.

Jumlah ini masih jauh dari target Presiden Joko Widodo yang menargetkan penyuntikan 1 juta vaksin per hari.

Sebanyak 181,5 juta penduduk menjadi sasaran vaksinasi dalam kurun 15 bulan dengan total kebutuhan vaksin sebesar 426 juta dosis.

“Masalah kita di keberadaan vaksin. Maret-April itu ada 10 juta vaksin yang tiba dalam sebulan. Tetap kita atur penyuntikan sampai 300 ribu per hari supaya pas sebulan habis,” ujar Budi.

“Kalau kita geber satu juta (penyuntikan) per hari, 10 hari vaksinnya habis lalu 20 hari berikutnya masyarakat bisa protes,” lanjut dia.

Terlepas dari keterbatasan ketersediaan vaksin ini, Budi menuturkan Indonesia termasuk negara yang “beruntung” karena bisa mendapatkan akses vaksin cukup cepat di tengah dinamika perburuan vaksin global yang kian sengit.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.