Regional

Facebook hapus 185 akun terkait militer Thailand

Jaringan ini, terang Facebook, memposting peristiwa terkini termasuk kekerasan oleh kelompok pemberontak di Thailand Selatan dan dukungan terhadap militer Thailand dan monarki

Pizaro Gozali Idrus  | 04.03.2021 - Update : 05.03.2021
Facebook hapus 185 akun terkait militer Thailand Ilustrasi: Logo Facebook (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

​​​​​​​JAKARTA

Facebook pada Rabu menghapus 185 akun dan grup terkait militer yang terlibat dalam mempengaruhi informasi dan berperilaku tidak otentik di wilayah Thailand selatan.

“Kami menghapus 77 Akun, 72 Halaman, 18 Grup, dan 18 akun Instagram karena melanggar kebijakan kami terhadap campur tangan pemerintah yang merupakan perilaku tidak autentik yang terkoordinasi atas nama entitas pemerintah,” ujar Facebook dalam laporannya.

Jaringan ini, terang Facebook, memposting peristiwa terkini termasuk kekerasan oleh kelompok pemberontak di Thailand Selatan dan dukungan terhadap militer Thailand dan monarki.

Konten-konten tersebut mayoritas diposting pada 2020 dengan menggunakan akun palsu dan asli untuk mengelola grup dan halaman.

“Meskipun orang-orang di belakangnya berusaha menyembunyikannya identitas dan koordinasi, penyelidikan kami menemukan hubungannya dengan Komando Operasi Keamanan Dalam Negeri Militer Thailand,” lansir Facebook.

Facebook juga mengungkapkan jaringan ini memiliki sekitar 700.000 akun yang mengikuti satu atau lebih halaman dan sekitar 100.000 akun bergabung dengan salah satu grup.

Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook Nathaniel Gleicher mengatakan Facebook mengambil tindakan atas tindakan penipuan dan bukan konten yang diposting, termasuk dukungan bagi militer dan monarki, dan tuduhan kekerasan dan kritik terhadap kelompok pemberontak di Thailand selatan.

“Mereka menggunakan akun palsu yang menyamar sebagai individu dari provinsi selatan Thailand untuk mengkritik gerakan separatis dan mendukung monarki dan militer,” ucap Gleicher di Twitter.

Thailand selatan adalah wilayah minoritas Muslim yang diguncang ketegangan akibat kekerasan yang dilakukan militer Thailand.

Pada 2004, pemerintah Thailand memberlakukan darurat militer di tiga provinsi mayoritas Muslim di Thailand selatan Pattani, Narathiwat, Yala menyusul kekerasan mematikan pada tahun 2004.

Menurut lembaga pemantau Deep South Watch lebih dari 7.000 tewas dan 13.000 lainnya terluka akibat konflik bersenjata di selatan Thailand sejak 2004-2020.

Sejak 2020, Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha meluncurkan negosiasi dengan kelompok perlawanan Front Revolusioner Nasional Melayu Patani (BRN) yang difasilitasi Malaysia.

Namun dialog ini tertunda selama satu tahun akibat Covid-19 dan keduanya pada Februari 2021 sepakat melanjutkan perundingan melalui online.




Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın