Politik, Nasional

Indonesia hadapi tantangan serius soal pluralisme, kemajemukan

Perkembangan demokrasi ekonomi di Indonesia tak dibarengi pembangunan kultur kewarganegaraan, kata pakar sosiologi

Hayati Nupus  | 18.10.2018 - Update : 19.10.2018
Indonesia hadapi tantangan serius soal pluralisme, kemajemukan Ilustrasi - Petugas polisi melakukan pengamanan ketika umat Kristen menghadiri kebaktian Natal di Gereja Immanuel di Jakarta, Indonesia pada 24 Desember 2017. (Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Pakar sosiologi pada Kamis mengatakan Indonesia masih menghadapi tantangan serius soal membangun pluralisme dan kemajemukan.

Empat tahun kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ujar Sosiolog Universitas Gajah Mada Arie Sujito, ketegangan etnis dan agama masih tumbuh subur di Indonesia.

Beberapa contoh kasusnya adalah pembubaran diskusi dan pelarangan pembangunan tempat ibadah.

“Presiden Jokowi harus bertanggung jawab, meski ini residu dari pemerintahan sebelumnya,” ujar Arie kepada Anadolu Agency, Kamis, di Jakarta.

Hulu persoalan itu, menurut Arie, adalah perkembangan demokrasi ekonomi di Indonesia tak dibarengi dengan civic culture, yaitu membangun kultur kewarganegaraan.

Terobosan ekonommi dari pinggiran yang dilakukan pemerintah Jokowi-JK, ujar Arie, tak beriring dengan penyelesaian persoalan kerentanan di masyarakat sipil.

“Kalau praktik benturan antaragama dan antaretnis itu terus berlanjut, yang akan terjadi justru penurunan kualitas demokrasi,” menurut Arie.

Padahal Indonesia, ungkap Arie, dalam sejarahnya lahir dari kemajemukan melawan kolonialisme.

Negara harus hadir melindungi kelompok minoritas dengan menuntaskan penanganan kasus-kasus yang sudah terlanjur terjadi, ujar Arie.

"Negara harus berani lebih kuat dibandingkan kelompok milisi itu, ini butuh kerja kolektif dari pemerintah, juga partai politik,” menurut Arie.

Selain isu SARA, lanjut Arie, Indonesia juga menghadapi persoalan korupsi. Pemberantasan korupsi di Indonesia belum berbanding lurus dengan peningkatan partisipasi masyarakat untuk mengatasi korupsi itu.

Selama ini, menurut Arie, penyelesaian persoalan korupsi di Indonesia baru sebatas penindakan, lewat operasi tangkap tangan.

Namun, ujar Arie, ada hal yang tak kalah penting ketimbang penindakan, yakni pencegahan lewat terapi sistem.

Arie berpendapat harus ada asistensi untuk membenahi sistem itu, bukan hanya menangkap orang dan menjebloskannya ke dalam penjara.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın