Nasional

Komnas HAM: 10 korban lainnya diduga tewas dalam kerusuhan Wamena

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan informasi korban tewas itu masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut

Nicky Aulia Widadio  | 18.10.2019 - Update : 21.10.2019
Komnas HAM: 10 korban lainnya diduga tewas dalam kerusuhan Wamena Dua mobil dan 17 motor di halaman Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Jayapura tampak hangus terbakar pada Rabu, 4 September 2019. Ribuan massa menjarah dan membakar sejumlah toko, rumah, serta gedung pemerintah dalam demonstrasi menentang rasialisme atas orang Papua yang berujung rusuh pada Kamis 29 September 2019. (Hayati Nupus-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan ada 10 korban lain diduga tewas akibat kerusuhan di Wamena, Papua pada Senin, 23 September 2019.

Informasi selama ini menyatakan ada 33 korban tewas akibat kerusuhan Wamena.

Dalam kunjungan ke Wamena beberapa waktu lalu, Komnas HAM mendapat informasi terkait 10 orang lainnya yang diduga tewas tersebut.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan informasi korban tewas itu masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut.

Mereka tidak sempat dibawa ke rumah sakit sehingga luput dari pendataan.

“10 orang itu dugaannya tertembak, tapi langsung dibawa pulang saudara-saudaranya ke kampung. Tidak mudah juga untuk mengonfirmasi informasi itu,” kata Beka dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Komnas HAM akan melanjurkan investigasi informasi terkait korban tewas. Mereka akan mendatangi keluarga korban yang tinggal di daerah-daerah di luar Wamena.

“Kami akan terus memantau, menginvestigasi sampai peristiwa Wamena terang benderang,” ujar Beka.

Hingga saat ini, Beka mengatakan masih banyak informasi yang belum jelas terkait kerusuhan Wamena, termasuk kronologi dari peristiwa itu.

Massa diduga datang dari wilayah gunung menuju Kota Wamena yang berada di area lembah.

Komnas HAM belum mau menyimpulkan bagaimana dan siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut.

“Kami minta polisi mencari tahu bagaimana mobilisasi orang-orang itu ketika kerusuhan terjadi, darimana massa itu, bagaimana koordinasinya,” kata dia.

Kerusuhan di Wamena dipicu oleh hoaks terkait perkataan rasial dari seorang guru terhadap muridnya.

Menurut polisi, informasi itu menyebutkan ada seorang guru yang memanggil siswanya dengan kata “kera”. Sementara versi lain mengatakan yang diucapkan oleh guru tersebut adalah kata “keras”, bukan “kera”.

Namun informasi itu terlanjut menyebar dan memprovokasi kelompok pelajar SMA di Wamena. Massa kemudian bertambah besar dan mulai melakukan perusakan hingga pembakaran fasilitas serta ruko warga.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.