Nasional

Indonesia beri kontribusi kesehatan pada negara anggota OKI

Kurangnya akses kesehatan di beberapa negara anggota OKI banyak disebabkan oleh keterbatasan kapasitas produksi dari industri farmasi negara tersebut

Megiza Soeharto Asmail  | 21.11.2018 - Update : 22.11.2018
Indonesia beri kontribusi kesehatan pada negara anggota OKI Ilustrasi. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Megiza Asmail

JAKARTA 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar pertemuan bersama Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk berkolaborasi dalam peningkatan kapasitas regulasi dan produksi industri farmasi yang menargetkan pemenuhan serta kemandirian, dan keterjangkauan obat termasuk vaksin di negara anggota OKI.

The 1st Meeting of the Heads of National Medicines Regulatory Authorities (NMRAs) yang digelar di Jakarta hari ini dan besok mempertemukan BPOM, Menteri Kesehatan, perwakilan sekretariat dan 32 negara OKI, mitra pembangunan internasional dan juga asosiasi industri farmasi dan vaksin dari negara anggota OKI.

“Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, berkomitmen untuk memberikan kontribusi nyata memajukan negara anggota OKI di semua sektor, termasuk kesehatan,” ujar Kepala BPOM, Penny K Lukito dalam keterangan tertulisnya yang diterima Anadolu Agency di Jakarta, Rabu.

“Kerja sama Indonesia sebagai salah satu anggota OKI merupakan solidaritas kemanusiaan yang sangat menyentuh hati umat Islam, termasuk pengakuan Indonesia atas kemerdekaan Palestina,” sebut dia.

BPOM menilai kondisi ekonomi, politik, dan keamanan yang tak menentu di sebagian negara anggota OKI, seperti di sebagian Timur Tengah dan Afrika saat ini semakin mengkhawatirkan.

Terlebih keterbatasan akses dan keterjangkauan obat dan vaksin di dunia, terutama di negara konflik dan berpendapatan rendah, menyebabkan angka kematian yang tinggi akibat penyakit.

BPOM menyebut, data WHO mencatat sebanyak 30 persen populasi dunia kekurangan akses terhadap obat yang bersifat life-saving, termasuk vaksin.

Penny mengatakan, kondisi ini juga terjadi di beberapa negara anggota OKI, yang antara lain disebabkan oleh keterbatasan kapasitas produksi dari industri farmasi yang ada di negara tersebut.

“Hanya tujuh negara anggota OKI, yaitu Indonesia, Iran, Senegal, Uzbekistan, Bangladesh, Tunisia dan Mesir, yang memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin,” jelas dia.

Tidak hanya itu, sebagian besar negara anggota OKI masih mengandalkan impor dari luar negara anggota OKI untuk memenuhi kebutuhan obat dan vaksin di negaranya.

Dalam hal produksi vaksin, kata Penny, Indonesia bersama Senegal cukup terdepan di antara negara anggota OKI lain.

Kedua negara telah menerima status Pre-Qualification WHO (PQ-WHO) yaitu pemenuhan standar mutu, keamanan, dan penggunaan secara internasional untuk produksi vaksin.

Di satu sisi, Indonesia patut bangga karena menjadi negara Islam yang industri vaksinnya telah memperoleh PQ-WHO dengan jumlah produk terbanyak sejak tahun 1997.

“Dengan kapabilitasnya, Indonesia melalui PT Bio Farma ditunjuk sebagai Center of Excellence (CoE) bidang vaksin bagi negara anggota OKI,” tutur Penny.

Tidak hanya itu, Indonesia juga telah menjadi anggota The Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PICs) bersama 49 negara lainnya, di mana hanya empat negara anggota OKI yang masuk dalam PICs yaitu Indonesia, Malaysia, Turki, dan Iran.

Masuknya Indonesia dalam PICs dinilai sebagai pembuktian kemampuan BPOM sebagai regulator, yang dapat memastikan produksi obat yang dihasilkan Indonesia memenuhi standar sehingga diakui dunia dan bisa diekspor.

Indonesia, sebut Penny, melalui Bio Farma telah mengekspor produk vaksin ke 141 negara dunia, termasuk ekspor ke 49 negara anggota OKI.

“Dalam forum ini seluruh delegasi akan membuat rencana kerja untuk mengetahui kekuatan setiap negara dalam memproduksi obat dan vaksin,” imbuh dia.

Secara rinci, Penny berujar, pertemuan ini akan membahas berbagai permasalahan seputar obat dan vaksin mencakup status regulator di negara anggota OKI, peran otoritas regulator dalam menjamin mutu obat, harmonisasi standar dan upaya menuju kemandirian obat, kehalalan obat dan vaksin, dan pengendalian obat palsu.

Melalui pertemuan ini juga akan digelar pameran industri farmasi, forum bisnis, workshop, serta kunjungan ke sejumlah industri farmasi dan vaksin terkemuka di Jakarta, Bekasi, dan Bandung.

Nantinya, hasil pertemuan yang mengangkat tema Strengthening Collaboration Amongst The OIC NMRAs Towards Self-Reliance of Medicines And Vaccines ini, akan dituangkan dalam Deklarasi Jakarta.

Deklarasi Jakarta merupakan komitmen Kepala Otoritas Regulatori Obat negara anggota OKI untuk meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya, melalui kemandirian produksi obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu.

BPOM optimis, kerja sama ini bisa dilakukan untuk pengembangan produk baru bersama-sama atau produk vaksin jenis tertentu yang belum dapat diproduksi di kawasan OKI.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.