Nasional

Gelombang pertama penyebaran Covid-19 di Indonesia belum selesai

Kunci menghadapi penyakit ini pada perubahan perilaku yang memang sulit untuk Asia khususnya Indonesia karena berbenturan dengan budaya

Iqbal Musyaffa  | 23.09.2020 - Update : 23.09.2020
Gelombang pertama penyebaran Covid-19 di Indonesia belum selesai Ilustrasi: Sabun anti-bakteri. ( Abdullah Coşkun - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

JAKARTA

Satgas Penanganan Covid-19 mengatakan Indonesia masih belum usai dalam menghadapi gelombang pertama penyebaran Covid-19 dengan rata-rata pertambahan kasus mingguan 8,4 persen.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan tidak perlu menunggu sampai adanya gelombang kedua Covid-19 apabila kasus bisa ditahan tanpa perlu sampai ke puncak penyebaran.

“Bagusnya kasus bisa ditekan melalui perubahan perilaku masyarakat yang sampai saat ini masih belum baik sehingga kasus terus naik,” ujar Wiku dalam diskusi virtual, Rabu.

Wiku mengatakan penyakit yang disebabkan oleh virus korona ini bisa menyerang dengan menunggu masyarakat lengah dan tidak mematuhi protokol kesehatan.

Oleh karena itu, dia mendorong agar masyarakat semakin sadar dalam menerapkan protokol kesehatan dan mengubah perilaku hidup di masa pandemi.

“Kunci menghadapi penyakit ini pada perubahan perilaku yang memang sulit untuk Asia khususnya Indonesia karena berbenturan dengan budaya,” ungkap Wiku.

Menurut dia, masyarakat Indonesia secara budaya sulit untuk menjaga jarak karena selalu ingin dekat dengan keluarga, kerabat, dan teman.

Kondisi ini berbeda dengan masyarakat di negara Barat yang biasa hidup individualis sehingga tidak sulit untuk menjaga jarak.

Wiku menambahkan pada kebiasaan memakai masker juga sulit diterapkan secara disiplin oleh sebagian masyarakat Indonesia yang secara budaya juga senang berinteraksi, khususnya pada masyarakat kelompok ekonomi bawah yang masih merasa aneh untuk menggunakan masker.

“Penyakit ini menularnya cepat kalau tidak pakai masker,” tambah dia.

Oleh karena itu, Wiku menambahkan dalam menangani penyakit ini perlu pendekatan budaya, bukan pendekatan medis, karena sebanyak apa pun fasilitas dan tenaga medis yang disiapkan tidak akan cukup apabila masyarakat tidak mengubah perilakunya di masa pandemi.

“Tidak akan mampu bangsa ini menghadapi penyakit dengan cara kuratif karena mendidik dokter dan bangun fasilitas medis lama sekali,” kata Wiku.

Dia menambahkan walaupun saat ini ada harapan dari pengembangan vaksin dengan jumlah produsen yang banyak, namun ketersediaannya sangat terbatas.

Selain itu, masa pengembangan vaksin juga relatif singkat sehingga efektivitas dan keamanannya belum teruji, dengan kekebalan mungkin hanya bertahan 1 tahun dan perlu penyuntikan ulang setelahnya.

“Kita tidak tahu efektivitas dan keamanannya, tapi vaksin ini pilihan untuk mencegah Covid-19,” imbuh Wiku.

Oleh karena itu, dia mengatakan walaupun ada harapan pada vaksin, namun modal terbesar melawan pandemi berada pada upaya perubahan perilaku masyarakat.

Sementara itu, Indonesia melaporkan 4.465 kasus baru Covid-19 pada Rabu, yang merupakan rekor kasus harian tertinggi sejauh ini.

Kementerian Kesehatan mencatat total kasus menjadi 257.388 orang, dengan 59.453 di antaranya merupakan kasus aktif.

Pasien meninggal bertambah 140 orang, sehingga total kasus kematian menjadi 9.977 orang.

Sementara itu, kasus sembuh bertambah 3.660 orang menjadi total 187.958 orang.

Lebih dari 109 ribu orang berstatus sebagai suspect dan menunggu hasil pemeriksaan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.