Ekonomi, Nasional

Bank Indonesia: Perang dagang masih terjadi hingga 2020

Perang dagang menjadi instrumen Presiden AS Donald Trump untuk menuju pemilihan presiden AS 2020 mendatang

İqbal Musyaffa  | 19.07.2019 - Update : 19.07.2019
Bank Indonesia: Perang dagang masih terjadi hingga 2020 Gedung Bank Indonesia. (Foto file-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Iqbal Musyaffa

MEDAN 

Bank Indonesia mengatakan perang dagang masih akan berlangsung hingga 2020 mendatang.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan perang dagang terlihat menjadi instrumen bagi Presiden AS Donald Trump untuk memenangkan pemilihan presiden AS 2020 mendatang.

“Setelah 2020 kita juga tidak mengerti karena bacaan ini yang banyak muncul di media,” jelas Dody, dalam diskusi media di Medan, Jumat.

Dody menambahkan, AS dan China saat ini sudah sama-sama masuk ke tahap peningkatan tarif impor.

AS mengenakan tarif impor sebesar 10 persen - 25 persen atas barang-barang impor asal China senilai USD200 miliar, sementara China mengenakan tarif impor sebesar 25 persen atas barang-barang asal AS senilai USD60 miliar.

Selain itu, Dody mengatakan Amerika Serikat juga masih mengkaji kebijakan yang akan diterapkan ke beberapa negara yang mengalami surplus neraca perdagangan dengan negara tersebut seperti India, Meksiko, dan Vietnam.

“Artinya bisa saja pemerintah AS melakukan bilateral expansion untuk mengharapkan perdagangan internasional yang fair,” ucap Dody.

Dody mengatakan ketidakpastian ini akan membuat kondisi ekonomi global lebih melambat, sementara sebelumnya negara-negara masih bertanya apakah perlambatan ekonomi global akan terjadi.

“Sekarang ini pasar melihat semakin firm bahwa perlambatan ekonomi akan mulai terjadi secara global, dikonfirmasi oleh lembaga internasional IMF yang mulai menurunkan performa ekonomi negara maju dan berkembang,” urai Dody.

Dia mengatakan perang dagang akan semakin membuat perdagangan di negara maju dan berkembang akan melambat, sehingga Indonesia tidak akan sendirian dalam mengalami perlambatan ekspor.

“Konsumsi sudah pasti akan tertahan karena pendapatan dari ekspor akan berkurang,” imbuh dia.

Dody mengatakan dalam mengantisipasi dampak perang dagang, beberapa bank sentral mulai mengambil kebijakan memangkas suku bunga kebijakan.

Sebelum BI memangkas suku bunga kebijakan 25 basis poin dari 6 persen ke 5,75 persen, bank sentral Korea juga memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 1,25 persen.

“Pemangkasan suku bunga ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelas dia.

Dody melanjutkan beberapa negara mengambil kebijakan mendorong likuiditas di negaranya untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonominya melalui pelonggaran giro wajib minimum.

“Bahkan mungkin saja negara-negara maju mengeluarkan kebijakan unconventional dengan kembali menggunakan quantitative easing untuk menahan agar ekonomi tidak terus turun,” kata Dody.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.