Nasional

Yayasan: Perusahaan rokok lirik model promosi berbalut audisi karena efisien

Dengan audisi bulutangkis berkedok beasiswa, perusahaan hanya mengeluarkan ongkos seperenam ketimbang memajang spanduk promosi, ujar Yayasan Lentera Anak

Hayati Nupus  | 14.02.2019 - Update : 14.02.2019
Yayasan: Perusahaan rokok lirik model promosi berbalut audisi karena efisien Pekerja menaburkan rajangan tembakau ke atas rak penjemur di Desa Reco, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia pada 11 Agustus 2018. Bulan Agustus - September - Oktober adalah musim panen bagi para petani tembakau di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. (Surya Fachrizal Aprianus - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Yayasan Lentera Anak mengungkapkan eksploitasi anak yang dilakukan yayasan CSR perusahaan rokok Djarum dengan menjadikan anak sebagai media promosi tak hanya efektif namun juga efisien secara ekonomi.

Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mensimulasikan perbandingan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dengan 4.058 anak peserta audisi pada 2017.

“Perusahaan harus mengeluarkan uang enam kali lebih banyak dibanding beriklan menggunakan kaos,” ujar Lisda, Kamis, di Jakarta.

Rinciannya, kata Lisda, dengan harga Rp30.000 per buah, perusahaan hanya mengeluarkan ongkos Rp121,7 juta untuk belanja kaos sablon.

Jumlah ini, lanjut Lisda, menjadi berkali lipat jika perusahaan harus membayar promosi spanduk berukuran 1x4 meter seharga Rp60.000 dengan nilai total Rp750,7 juta berikut pajak.

Bagi perusahaan rokok, menurut Lisda, kaos yang bisa dipakai berulang-ulang juga lebih bermanfaat ketimbang spanduk yang hanya dipajang beberapa hari saja.

Lisda bahkan kerap mendapati anak yang memiliki kaos lebih dari satu karena mengikuti audisi serupa berulang-ulang.

“Jadi menggunakan tubuh anak untuk mempromosikan nama perusahaan rokok lebih murah ketimbang menggunakan spanduk,” kata Lisda bernada satire.

Lisda menegaskan jika pemanfaatan tubuh anak sebagai media promosi merupakan bentuk eksploitasi anak secara ekonomi dan melanggar pasal 66 UU Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014.

Eksploitasi tersebut, kata Lisda, dapat dipidana dengan pasal 88 UU Perlindungan Anak dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan atau denda Rp200 juta.

Audisi tersebut, ujar Lisda, juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tentang mengikutsertakan anak pada kegiatan yang disponsori rokok dan larangan menggunakan merk dagang produk tembakau.

Pakar kriminologi Universitas Indonesia Hamid Pattilima mengatakan eksploitasi anak lewat promosi berbalut beasiswa seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi.

Apalagi, lanjut Hamid, produk yang dipromosikan adalah produk yang terlarang bagi anak-anak.

Di permukaan, ujar Hamid, perusahaan rokok itu tampak sebagai pahlawan olahraga yang memberikan beasiswa, namun di balik itu ada upaya untuk menjadikan anak sebagai konsumen rokok berikutnya.

“Harus ada gerakan bersama menghindari anak tereksploitasi,” kata Hamid.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın