Dunia

Trump tunjuk pimpinan CIA Mike Pompeo sebagai Menteri Luar Negeri

Pemecatan Rex Tillerson menandakan banyaknya keretakan Gedung Putih dengan sejumlah tokoh penting

Astudestra Ajengrastrı  | 14.03.2018 - Update : 14.03.2018
Trump tunjuk pimpinan CIA Mike Pompeo sebagai Menteri Luar Negeri Mantan Direktur CIA Mike Pompeo. (Samuel Corum - Anadolu Agency)

Washington DC

Safvan Allahverdi dan Michael Hernandez

WASHINGTON

Presiden Donald Trump pada Kamis mengumumkan bahwa pimpinan CIA Mike Pompeo dipilihnya menjadi Menteri Luar Negeri AS yang baru, menggantikan Rex Tillerson.

“Mike Pompeo, Pimpinan CIA, akan menjadi Menteri Luar Negeri kita yang baru. Dia akan melakukan kerja yang bagus! Terima kasih Rex Tillerson untuk jasa-jasa Anda!” Trump mengumumkan melalui Twitter.

Selayaknya semua posisi dalam kabinet, pelantikan Pompeo harus disetujui oleh Senat sebelum secara resmi mulai bekerja di Departemen Luar Negeri.

Trump juga mengungkap Gina Haspel, yang ditunjuk menjadi Wakil Pimpinan CIA pada Februari 2017, sebagai pilihannya untuk memimpin CIA. Jika penunjukan ini disetujui, Haspel akan menjadi wanita pertama yang memegang kendali utama agensi mata-mata AS dalam sejarah.

Belum jelas kapan Senat akan meloloskan nominasi Trump ini.

Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri memiliki sejarah panjang pertikaian setelah Tillerson menjabat sebagai diplomat tinggi AS, termasuk perbedaan pendapat tentang perseteruan Qatar dengan tetangga-tetangganya di Teluk.

Trump dan Tillerson juga tak sejalan dalam beberapa isu penting seperti perubahan iklim dan Perjanjian Paris, juga tentang kesepakatan nuklir dengan Iran, yang juga disinggung Trump dalam pengumumannya melalui Twitter.

“Kami tidak sepakat dalam banyak hal,” Trump berujar kepada media sebelum meninggalkan Gedung Putih menuju California. “Ketika Anda melihat tentang kesepakatan dengan Iran, saya merasa kesepakatan ini buruk, sementara dia merasa tidak ada masalah. Saya ingin memutus perjanjian itu, namun dia tidak.

“Jadi kami tidak sepemikiran. Dengan Mike, Mike Pompeo, kami memiliki cara berpikir yang sama. Saya rasa ini akan sangat bagus,” tambah dia. “Kami sangat dekat dengan memiliki Kabinet dan hal-hal lain yang saya inginkan.”

Tillerson, yang meninggalkan karier cemerlangnya di sektor industri energi untuk menjabat, sudah lama dirumorkan akan disingkirkan oleh Trump, namun sepanjang dia diserahi tugas sebagai Menteri Luar Negeri, Tillerson selalu mengaku akan terus melayani presiden. Ternyata, pelayanan ini harus berakhir dengan cepat.

Diplomat ini memutuskan untuk memperpendek kunjungannya ke Afrika pada Senin untuk kembali ke Washington setelah dikabarkan diminta untuk mengundurkan diri pada Jumat.

Tillerson mengaku tidak tahu alasan pemecatannya dan tidak bertemu dengan presiden pada Kamis pagi itu, kata Wakil Menteri Luar Negeri untuk urusan Diplomasi Publik Steve Goldstein melalui pernyataan.

Tillerson “bermaksud untuk menyelesaikan masa jabatannya karena telah mengalami kemajuan besar dalam masalah-masalah keamanan nasional”, ucap Goldstein.

“Dia menjalin dan menjaga hubungan dengan sejawat-sejawatnya. Dia akan merindukan rekan-rekannya di Departemen Luar Negeri dan menikmati bekerja bersama Departemen Pertahanan dalam hubungan yang erat,” tambah Goldstein.

Seperti Tillerson, Goldstein juga kemudian dipecat setelah mengeluarkan pernyataan yang tak sejalan dengan narasi yang dirilis oleh Gedung Putih tersebut.

Dalam reshuffle yang bertubi-tubi itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert kemudian dinominasikan sebagai pengganti sementara Goldstein oleh Trump.

Goldstein mengaku diberitahu tentang keputusan ini oleh divisi urusan pegawai Gedung Putih. Departemen Luar Negeri dan Gedung Putih menolak memberikan komentar kepada Anadolu Agency.

Berbicara kepada media untuk terakhir kalinya sebagai Menteri Luar Negeri, Tillerson berkata bahwa dia menerima telepon dari Trump pada sore hari. Dia kemudian mengumumkan pendelegasian tugas-tugas kepada Wakil Menteri Luar Negeri John Sullivan, dan hari terakhirnya bekerja adalah 31 Maret.

Tillerson juga menekankan pentingnya melakukan transisi dengan baik dan mengungkit Rusia, berkata bahwa “banyak hal yang harus diselesaikan untuk merespons perilaku dan aksi buruk pemerintah Rusia.

“Rusia harus berhati-hati supaya tindakan mereka adalah yang terbaik untuk masyarakat Rusia dan dunia, secara lebih luas,” kata dia. “Jika mereka terus bertindak seperti ini, maka akan berujung dengan isolasi yang lebih jauh kepada mereka, situasi ini tak menguntungkan siapa-siapa.”

Melalui pernyataan tertulis, Pompeo menyatakan rentang waktunya bekerja bersama CIA adalah “salah satu kehormatan besar dalam hidup.”

“Saya bangga dengan yang sudah kami lakukan untuk Amerika dan percaya agensi ini akan terus berjasa di bawah kepemimpinan Gina Haspel,” ujar dia melalui pernyataan yang beredar di Gedung Putih.

Secara terpisah, Haspel berkata dia “merasa rendah hati” atas kepercayaan Trump kepadanya.

“Jika ini benar, saya mengharapkan bisa menyediakan sokongan informasi intelijen untuk Presiden Trump yang beliau harapkan dalam tahun pertamanya menjabat,” kata dia.

Perwira kehormatan CIA ini diketahui memiliki sejarah yang erat dengan program “interogasi tingkat tinggi” di era Presiden George W. Bush, yang banyak dikritik sebagai program penyiksaan.

Dia menjalankan situs interogasi tersembunyi di Thailand, di mana dua terduga anggota al-Qaeda disiksa, termasuk Abu Zubaydah yang disiksa dengan metode waterboard sebanyak 83 kali. Penyiksaan dalam interogasi ini divideokan, namun Haspel kemudian terlibat dalam usaha untuk menghancurkan bukti visual ini pada 2005, menentang permintaan kongres untuk menyimpan video tersebut.

Namanya tercatat dalam telegram yang memerintahkan penghancuran video itu.

Sejarah keterlibatan Haspel dengan program ini, termasuk namanya yang tertulis dalam telegram isntruksi penghancuran barang bukti video, bisa membahayakan kesempatannya mendapatkan persetujuan Senat.

Di lain pihak, Pompeo adalah anggota Kongres selama kurang lebih satu dekade sebelum memimpin CIA. Dia banyak menerapkan kebijakan-kebijakan Trump dan bersikeras untuk mengembalikan program pengumpulan data massal untuk National Security Agency (NSA), yang berakhir setelah kontraktor NSA Edward Snowden mengumumkan program kontroversial ini ke seluruh dunia.

Pompeo juga menginginkan supaya Snowden, yang disebutnya sebagai “pengkhianat”, untuk dijatuhi hukuman mati atas tindakannya dan mendukung penjara militer kontroversial Guantanamo Bay untuk tetap dibuka.

Seperti Trump, Pompeo juga tak percaya dengan perubahan iklim.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.